7. The Word

Matahari bertakhta tepat di atas singgasana langit, di antara bentangan semesta biru muda Fairyverse. Cuaca yang hangat, bahkan cenderung panas itu semestinyanya membuat makhluk mana pun gerah, tetapi Chiara justru merasakan ujung-ujung jari kaki dan tangannya dingin. Rasa dingin bahkan menjalar pada tulang punggung hingga tengkuk, membuat bulu kuduknya meremang. Kemunculan dan kesaksian Claude yang begitu tiba-tiba membuatnya tidak nyaman.

"A-apa maksudmu?" Hanya pertanyaan itu yang dapat lolos dari mulut Chiara setelah beberapa saat terdiam memikirkan alibi untuk menyangkal Claude. Tatapan tajam sang pangeran peri membuat pikirannya terasa tumpul sehingga tak dapat merangkai alasan yang semestinya.

"Aku tahu kau mengetahui identitas mereka. Mereka terlihat begitu mencolok dengan rambut dan pakaian seperti itu. Netra dan surai hitam yang tergerai, aku yakin kau sangat mengenal mereka. Mengapa mereka menemuimu?" tanya Claude. Sorot matanya yang semula tajam perlahan melembut, tetapi masih terlihat menelisik. Suaranya tegas, meski terdengar pelan.

Chiara mengembuskan napas panjang, dalam hati membujuk dirinya sendiri untuk tenang. Jari-jarinya saling bertaut mencoba meredakan dingin dan gugup. Ia tahu Claude tidak akan menghakiminya. Ia hanya perlu berkata jujur pada sang pangeran peri. Namun, entah mengapa lidahnya terasa kelu untuk menjelaskan. Segala hal yang mungkin tertangkap penglihatan Claude benar-benar membuat Chiara terpojok dan tak mungkin mengelak lagi.

Claude perlahan berjalan mendekatinya dan seolah tahu ketakutan yang sedang mencengkeram Chiara, pangeran peri itu berusaha membujuknya untuk buka suara sekaligus meyakinkan keberpihakannya. "Aku akan merahasiakan ini, Chiara, tapi aku harap kau bersedia mengatakan yang sebenarnya padaku. Apa yang mereka lakukan di sini?" Claude menjeda kata-katanya, menatap Chiara dalam-dalam meski peri perempuan itu menyembunyikan pandangannya. "Kau tahu, Avery sedang tidak baik-baik saja, pemberontakan oleh Unsheelie masih terjadi di mana-mana. Mereka masih bersembunyi di suatu tempat dan bisa jadi sangat berbahaya. Kami memerlukan informasi sebanyak-banyaknya tentang mereka dan apa yang mereka lakukan. Lagi pula, jika ada pihak lain yang tahu, kau mungkin berada dalam masalah," katanya berhati-hati, seolah ucapannya dapat membuat Chiara hancur berkeping-keping.

Bagi Chiara, kata-kata Claude barusan benar-benar melegakan sekaligus merawankan hati. Terdapat ancaman samar-samar yang terselubung dari ucapan tersebut. Akan tetapi, Chiara percaya jika sosok Claude yang bijak tidak akan melakukan hal tersebut. Setidaknya ia dapat berharap jika kemungkinan paling buruk terjadi, Claude pasti akan berpihak padanya.

"Aku tahu, tapi mereka datang tidak untuk menemuiku, Pangeran Claude." Chiara akhirnya membuka suara setelah menimbang kesungguhan dari ucapan Claude. Ia mempercayai peri laki-laki itu dapat melihat ketulusannya dan akhirnya bertekad untuk menceritakan yang sejujurnya pada Claude. Sementara Claude masih terdiam, menantinya melanjutkan ucapan. "Bocah peri itu hendak mencuri di kebun Ailfryd. Aku menyuruhnya pergi agar tidak mengundang kehebohan di kebun," lanjutnya dengan hati-hati.

Chiara dapat melihat netra Claude yang sedikit melebar sebagai reaksi dari kata-kata yang diucapkannya. Namun, Chiara tidak dapat menilai seberapa besar kepercayaan Claude padanya. "Apa yang kau lakukan sangat berbahaya, Chiara. Semoga saja tidak ada yang melihat kejadian ini, selain aku." Dia tampak menghela napas lelah. "Aku benar-benar mengkhawatirkanmu jika kau selalu bertindak menggunakan hati seperti ini," gerutunya. Kerutan halus muncul di antara kedua keningnya, membuat wajah putih bak manekin sang pangeran peri terlihat muram.

Kemuraman Claude rasanya menular pada Chiara detik itu juga. Dan, ada perasaan lain yang terasa berat dan menekan dadanya, yaitu penyesalan karena telah melibatkan Claude dalam rahasia kecilnya tentang Unsheelie. "Maafkan aku, Claude, tetapi dia terluka. Aku tidak bisa membiarkannya pergi begitu saja tanpa mengobatinya terlebih dahulu." Chiara sebenarnya tidak ingin menjelaskan hal ini pada Claude, tetapi Claude perlu tahu bahwa terkadang tidak masalah jika menuruti kata hati. Chiara merasa tidak melakukan kesalahan apapun. Dia hanya menolong si bocah peri, terlepas dari warna darahnya atau tatanan surainya. Bukankah kebaikan semestinya melintasi segala jenis simbol pembeda?

"Demi Leluhur Para Peri, kau apa....?" Claude membelalak dan tanpa sadar meninggikan intonasi suaranya. Sedetik kemudian dia menggeleng, sementara Chiara mendadak tak berani buka suara atau bahkan sekadar membalas tatapannya. "Seharusnya kau tidak berurusan dengan mereka apapun alasannya. Mereka tidak sebaik yang kau pikirkan, Chiara!"

Chiara mengerutkan kening. "Tapi mereka juga tidak seburuk yang kalian pikir," potongnya kesal. Rasa bersalah yang semula bercokol di dadanya berubah menjadi kekecewaan. Claude yang bijak seharusnya tidak berpikiran demikian terhadap para Unsheelie.

Claude mendengkus, barangkali memutuskan untuk mengalah, merasa jika percakapan mereka hanya akan berakhir dengan pertentangan. "Baiklah, lupakan saja ini. Aku akan beranggapan jika aku tidak mengetahui apapun." Peri laki-laki itu memberi penekanan pada setiap kata yang diucapkannya sembari menatap Chiara lekat-lekat. Meski sebetulnya ia sangat menyesalkan tindakan Chiara, tetapi tak ada hal lain yang dapat dilakukannya selain melindungi gadis manusia itu. Sejauh yang diingatnya, tak ada siapa pun yang menyaksikan kejadian itu.

Ketegangan yang menggantung di antara mereka perlahan-lahan sirna. Untuk beberapa saat lamanya, kedua makhluk itu terdiam, menekuri kesalahan masing-masing, sementara suara helai daun yang beradu tertiup angin mengisi keheningan.

Chiara akhirnya mengangguk pelan, sementara air muka Claude menjadi sedikit melembut. Seulas senyum samar bahkan terukir di bibir sang pangeran peri. Ia sudah memutuskan untuk tidak membahas hal itu lagi. "Maaf kalau aku sudah sedikit kasar padamu. Aku hanya ingin melindungimu," tuturnya pelan, sedikit canggung. Sementara, Chiara masih tak merespon, Claude kembali melanjutkan kata-katanya. "Bagaimana kabarmu, Chiara? Maaf jika baru menyapamu sekarang setelah sekian lama kau berada di Fairyverse. Aku harap kau betah berada di sini."

"Tidak apa-apa, Pangeran Claude," sahut Chiara seraya mengukir seulas senyum canggung. Bagaimanapun, percakapan mereka barusan telah membuat suasana hatinya sedikit terganggu. Akan tetapi, Chiara sepenuhnya dapat merasakan ketulusan Claude. "Aku baik-baik saja. Fairyverse seperti biasa selalu sangat indah dan tentu saja membuatku betah. Rumah cendawan dan kebun Ailfryd adalah tempat tinggal terbaik untukku. Bagaimana kabarmu sendiri, Pangeran Claude?"

"Aku baik-baik saja. Sebetulnya, ada yang ingin kusampaikan kepadamu." Senyum samar di bibir Claude sontak redup. Pandangannya menyisir sekitar dengan gamang seolah takut jika percakapan mereka akan didengar oleh makhluk lain. Setelah memastikan keadaan di sekitar mereka kondusif, Claude lantas menatap Chiara lekat-lekat sebelum melanjutkan ucapannya. "Ini tentang Archibald," sambungnya dengan suara sedikit dikecilkan. Claude terlihat masih menimbang dan menilai reaksi lawan bicaranya.

Dada Chiara tiba-tiba bergemuruh, berdentum tak karuan, seolah badai tengah berkecamuk di dalamnya. Nama, 'Archibald' yang senantiasa ia nantikan kabarnya memberikan pengaruh begitu besar pada gadis manusia itu. Betapa ingin ia mendengar kabar mengenai Archibald, tetapi entah mengapa terbesit sekelebat rasa takut yang membuat nyalinya mendadak ciut. "Archibald?" Tanpa sadar ia bahkan menggumamkan nama itu.

Claude mengangguk. Detik itu juga Chiara memahami asal rasa takut yang muncul dalam benaknya. Ekspresi yang dipasang Claude saat menyampaikan perihal kedatangannya, entah mengapa, membuat perasaan Chiara tidak enak. Kedatangan Claude yang membawa kabar tentang Archibald, alih-alih mendengar cerita langsung dari yang bersangkutan, membuat Chiara jadi bertanya-tanya dan mengasumsikan hal-hal buruk. Ia tak dapat mengenyahkan gundah yang perlahan menguasainya, bahkan setelah beberapa kali mencoba mengatur napas. "Apa? Ada apa? Bagaimana keadaan Archie? Apakah dia baik-baik saja?" tanya Chiara tak bisa mengontrol kepanikannya.

"Dia baik-baik saja," sahut Claude cepat, barangkali pangeran peri itu berharap kata-katanya dapat meredakan gaduh yang merongrong perasaan Chiara saat itu, tetapi tentu saja itu tidak berhasil. Namun, peri penyembuh itu tak serta-merta melanjutkan kata-katanya hingga tanpa sadar justru membuat Chiara semakin gundah.

"Tapi apa?"

Claude menyadari kesalahannya. Alih-alih menenangkan, ekspresinya justru tak dapat menutupi kegusarannya sendiri terhadap berita yang dibawanya. "Tenanglah, Chiara. Dengarkan aku baik-baik. Ini tidak seburuk yang kau kira ...." Namun, tentu saja, bahkan Claude meragukan ucapannya sendiri.

Kata-kata Claude barusan menggantung di udara hangat Fairyfarm, menggema berulang kali di dalam kepala sehingga bagi Chiara segala sesuatunya seumpama disaput mendung sekarang. Ucapan menenangkan dari Claude seolah menguap di udara begitu saja, tak ada artinya. Nada suara Claude jelas-jelas menyatakan keraguan yang coba disembunyikannya. Tak ayal, kegusaran Chiara memuncak dibuatnya dan gadis manusia itu berusaha menahan diri sekuat tenaga dengan menggigit bibir serta meremas gaunnya untuk tetap terlihat kuat.

"Lantas, apa yang terjadi?" Chiara bertanya dengan suara gemetar. Tanpa sadar gadis manusia itu bahkan menahan napas.

"Pada purnama yang akan datang, Archibald akan segera dikukuhkan sebagai Raja Avery. Menurutku, kau akan menganggap ini sebagai sesuatu yang bagus, bukan?" tanya Claude pelan dan berhati-hati.

Chiara mengangguk seraya mengembuskan napas lega. Kegusarannya sedikit berkurang, tetapi ia yakin jika berita itu bukan satu-satunya kabar tentang Archibald yang dibawa oleh Claude. Pangeran peri itu belum sampai pada bagian terburuknya, sehingga mendung yang mendominasi perasaannya belum juga sirna. "Dia pasti begitu sibuk untuk mempersiapkan penobatannya," gumam Chiara lebih kepada dirinya sendiri. Ia sedikit sedih membayangkan jika kesibukan itu pada akhirnya membuat Archibald tidak bisa menemuinya atau bahkan tidak mengingatnya. Akan tetapi, ia juga sangat bersyukur jika ternyata Archibald baik-baik saja.

"Begitulah," timpal Claude masih dengan ekspresi yang membuat perasaan Chiara tidak enak. "Tapi bukan itu inti kedatanganku hari ini."

Chiara sudah menduganya, tetapi penegasan dari Claude kembali membuat dadanya berdebar-debar. Setelah menarik napas dalam-dalam, Chiara lantas menarik sudut-sudut bibirnya membentuk seulas senyum. Namun, tetap saja, alih-alih tersenyum, Chiara merasa dirinya menyeringai dengan getir. "Kau bisa mengatakan apapun, Pangeran Claude. Aku siap mendengarkan. Oh, iya, apakah berbincang di sini membuatmu tidak nyaman?"

"Tidak, tidak apa-apa, lebih baik di sini. Aku merasa lebih aman," sahut Claude cepat sembari menyapukan pandangannya sekilas ke sekitar. Pangeran peri itu mengusap tengkuknya sekilas dengan canggung, sembari sedikit merapikan surainya ke belakang punggung.

Chiara menanti dengan dada berdebar-debar dan kepala dipenuhi asumsi-asumsi liar dari yang paling buruk hingga yang paling tidak mungkin terjadi, sementara Claude masih terdiam, barangkali sedang mengatur kata-kata yang akan disampaikan. Kediaman Claude yang hanya beberapa detik terasa bagai berabad-abad lamanya bagi Chiara.

"Aku tidak yakin apakah ini berita baik atau buruk untukmu, tetapi aku harap kau bisa menanggapinya dengan kepala dingin." Claude melanjutkan ucapannya. "Avery mengumumkan jika setelah pengukuhan Archibald sebagai raja, maksimal tiga purnama setelahnya, sang raja harus segera menemukan sesosok ratu untuk mengisi singgasana. Dengan kekuatan ratu secara politis diharapkan Kerajaan Avery akan jauh lebih stabil dan pemberontakan-peberontakkan dapat dikendalikan."

Chiara mengangguk pelan seraya mencerna kata-kata Claude di dalam kepalanya. Ucapan itu bergaung bak mantra yang diulang-ulang Ella ketika mengobati salah satu peri pekerja yang terluka atau sakit. Namun, seberapa keras Chiara mencoba memahami, kata-kata itu seolah terselimut kabut makna yang sulit untuk diurai.

Akan tetapi, frasa 'sesosok ratu' seolah mengandung muatan listrik yang mendadak menyengat kesadaran Chiara. Gadis manusia itu seketika menyadari sesuatu yang salah hingga kegusaran menguasainya. Asumsi-asumsi yang berkelindan di kepalanya mengerucut menjadi sebuah pemahaman, sebelum pada akhirnya menimbulkan tanya. Pikiran dan benak Chiara lantas dipenuhi oleh pernyataan-pernyataan.

Archibald diwajibkan mencari ratu yang artinya pendamping dalam pemerintahan dan kehidupan. Sejauh yang Chiara pahami, melalui buku-buku dongeng tentang peri yang pernah dibacanya bahwa para peri adalah makhluk yang setia dan pada dasarnya menganut monogami. Akan tetapi, kali ini sedikit berbeda karena Archibald bukanlah peri laki-laki biasa. Dia adalah putra mahkota kerajaan terbesar di Fairyverse yang sebentar lagi akan dilantik sebagai raja. Dan, raja memerlukan ratu yang kuat, baik secara fisik maupun koneksi politis yang dimiliki untuk mendukung pasangannya. Tentu saja Archie harus mencari ratu yang kuat dan potensial, mengingat kondisi Kerajaan Avery yang sedang tidak stabil seperti saat ini.

Tiba-tiba, Chiara mendadak lesu. Bahunya terkulai seolah beban berat bertengger di atasnya. Dadanya terasa sesak, luka samar perlahan-lahan muncul di dalam rongganya. Jika Archibald diharuskan memilih ratu sebagaimana asumsinya, lantas bagaimana dengan dirinya? Dia bukan bagian dari bangsa peri, tidak memiliki kekuatan fisik atau politis untuk membantu Archibald, apakah dengan ia tidak layak menjadi ratu?

"Kau baik-baik saja, Chiara?" Pertanyaan Claude memecah lamunan Chiara.

"Aku ...." Chiara merasakan pandangannya mendadak buram.

"Chiara, kau baik-baik saja?"

Chiara merasakan sebuah sentuhan lembut menghampiri salah satu bahunya. Sentuhan itu berubah menjadi tepukan ringan yang harusnya menenangkan, tetapi terasa menyedihkan bagi Chiara. Gadis manusia itu mengerjap dan baru menyadari jika penyebab penglihatannya yang buram adalah tirai air mata yang pada akhirnya meluruh di pipi.

"Kau baik-baik saja?" Claude mengulangi perbuatannya untuk yang kesekian kali. "Aku minta maaf jika berita ini membuatmu sedih, tetapi kau harus mengetahuinya. Lebih cepat lebih baik," ucap Claude penuh sesal.

Chiara menggeleng. Ia sangat ingin mengatakan jika keputusan Claude benar dan dirinya akan baik-baik saja, tetapi Chiara seolah kehilangan kata-kata. Pikirannya berkabut, meski pandangannya tak lagi tertutup oleh genangan air mata.

"Maafkan aku Chiara. Percayalah, ini semua bukan kehendak Archibald. Tak ada satu pun dari kami yang menginginkan hal seperti ini. Hal ini juga pastinya sangat berat bagi Archibald."

Lagi-lagi Chiara hanya menggeleng sebagai respon.

Claude menggenggam telapak tangannya penuh simpati. Untuk beberapa saat lamanya mereka hanya terdiam, sementara Claude memberi dukungan pada Chiara melali genggamannya. Meski tak lantas dapat membuat Chiara tenang, tetapi genggaman tangan Claude membuat gadis manusia itu tidak merasa sendirian.

"Apa yang harus kulakukan?" tanya Chiara pada akhirnya. Suara gadis itu serak menahan tangis.

Genggaman Claude mengerat, sementara tatapannya lekat seolah memberikan kekuatan pada Chiara. "Kau hanya perlu bertahan dan mempercayainya," bisik Claude.

Setetes air bening kembali mengaliri pipi Chiara. Pesan Claude begitu sederhana, tetapi entah mengapa, Chiara merasa bumi di bawah pijakannya mendadak runtuh.















Pontianak, 09 Desember 2021, pukul 22.08 WIB 🥲🤧

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top