6. Caught in the Act
Pada akhirnya, Chiara berhasil menyusul bocah peri itu lebih dulu dengan mengambil jalan pintas keluar dari kebun melalui celah lain di antara dua buah pohon willow. Napasnya memburu, sementara sepasang tungkainya terasa mau lepas. Hanya satu hal yang berdentang di kepalanya seumpama sirine peringatan, ia harus menemukan bocah Unsheelie itu lebih dulu atau Ailfryd akan berada dalam masalah.
Beberapa saat sebelumnya, demi menyusul bocah peri itu, tanpa sadar Chiara bahkan mengganggu sesosok Dryad yang dilewatinya. Dryad penghuni salah satu pohon itu sontak menampakkan wujudnya pada permukaan kulit pohon yang bergurat-gurat dengan wajah kesal, lalu menggerakkan salah satu rantingnya untuk menepuk punggung Chiara. "Kau melukai daunku!" gerutunya setengah berteriak. "Berhati-hatilah!"
Chiara hanya menoleh sekilas, lalu menangkupkan telapak tangan di depan dada, menunjukkan gestur permohonan maaf tanpa mengurangi kecepatan langkahnya. Tidak ada waktu untuk beramah-tamah dengan Flinch si Dryad, terlebih saat pikiran-pikiran mengenai kemungkinan tertangkapnya si bocah peri bergentayangan di dalam kepala bak hantu. Chiara terdesak, apalagi setelah melihat kelebat tunik hitam lusuh si bocah peri dari balik rerimbunan yang berupaya keluar dari sisi lain kebun. Mereka semakin dekat. Suara teriakkan siapa pun yang semula di dengar Chiara tadi, agaknya semakin menjauh dari tempat bocah itu berada.
"Hei!" Chiara mencoba meneriakkan bisikannya saat berhasil melewati celah pepohonan dan semak ilalang setinggi dada. Ia menghentikan larinya sembari mengatur napas, lalu melangkah pelan mendekati si bocah peri yang baru saja keluar dari rerimbunan tanaman.
Bocah itu tampak terkejut, tetapi kembali tenang saat mendapati ternyata Chiara yang mendatanginya. Bocah itu berhenti, lalu pandangannya mengamati sekitar dengan waspada.
"Cepat pergi dari sini. Sesosok peri pekerja telah melihatmu." Chiara memperingatkan. Namun, bocah peri itu menggeleng cepat. Ia menunggu Chiara, seolah ingin menyampaikan sesuatu. "Pergilah!" ulang Chiara.
Si bocah peri masih bergeming.
"Aku memanggilmu hanya untuk memastikan jika kau dapat keluar dari kebun dengan selamat tanpa ada yang mengikuti. Pergilah sekarang, sebelum mereka menemukanmu!" Chiara bersikeras. Ia telah sampai di hadapan si bocah peri, mengedarkan pandangan ke sekitarnya dengan was-was. Akan tetapi, lagi-lagi, si bocah peri masih terdiam di posisinya dan menatap Chiara. "Ada apa?" tanya gadis manusia itu seraya menaikkan sebelah alisnya.
Setelah sedetik dalam penantian, akhirnya bocah peri itu buka suara. "Kau .... bukan dari bangsa kami, bukan?" tanyanya dengan hati-hati. Suara khas remaja laki-lakinya terdengar sedikit serak. Pandangannya masih menelisik Chiara lekat-lekat, memerhatikan paras gadis itu dan garis wajahnya, lalu berhenti pada bagian telinganya.
Chiara menyentuh telinganya canggung karena merasa dihakimi. Sejak kedatangannya ke rumah cendawan, Ella dan Ailfryd telah mengantisipasi hal ini dengan membubuhkan serbuk peri yang dapat menyamarkan sosok dan baunya, sehingga sekilas Chiara akan terlihat seperti peri elf pada umumnya. Begitu pula Max, makhluk malang itu bahkan dilarang berkeliaran di luar pekarangan rumah cendawan Ailfryd yang telah dimantrai dengan pelindung tak kasat mata. Akan tetapi, bagaimana mungkin bocah Unsheelie ini mengetahui sosok aslinya?
Meski beberapa peri Elf memang telah mengetahui siapa Chiara sebenarnya, tetapi sebagian besar peri pekerja di kebun Ailfryd tidak mengetahui hal tersebut. Lagi pula, jika sosok manusia Chiara terlalu terekspos, Ella dan Ailfryd khawatir akan menimbulkan keresahan, terlebih dengan kondisi Fairyverse yang sedang tak menentu pasca pecahnya perang melawan Unsheelie. Keberadaan Chiara yang notabene adalah manusia berpotensi menjadi masalah yang sensitif. Dan, kini, pertanyaan si bocah peri membuat Chiara bimbang.
Chiara baru saja hendak menyangkal, membuka mulutnya ketika sebuah suara desisan menginterupsi. Ia dan si bocah peri sontak menoleh ke arah suara tersebut berasal. Kelebat sesosok peri elf tertangkap penglihatan Chiara tengah mengintip dari balik sebatang pohon oak tua dalam jarak beberapa jengkal dari posisi mereka, di belakang si bocah peri. Jubah hitamnya mencuat dari balik rerumputan di bawah pohon, meski sosoknya tersembunyi.
"Siapa di sana?" tanya Chiara memasang tampang was-was. Jantungnya berdegup kencang sebagai respons dari dugaan-dugaan buruk yang seketika menghantui pikirannya.
Si bocah peri yang semula bergeming di posisi dengan tegang berangsur-angsur terlihat lebih tenang, lalu berlari ke arah pohon oak, untuk menemui sosok itu. Rupanya mereka saling kenal.
Dari posisinya berdiri, Chiara dapat mendengar suara berbisik antara si bocah peri dengan sosok yang bersembunyi di balik pohon oak. Hal itu membuat kewaspadaan Chiara meningkat berlipat-lipat. Pandangannya mulai mencari ranting atau dahan pohon yang mungkin bisa dijadikan senjata jika situasi memburuk sembari memperhitungkan kecepatan dan jaraknya. Si bocah peri rupanya memiliki sekutu, sementara ia hanya sendiri di luar kebun buah Ailfryd. "Kau mengenalnya?" tegur Chiara dengan suara bergetar, berusaha keras untuk terlihat lebih berani.
Suara bisikan berhenti, lalu si bocah peri menoleh padanya. Akan tetapi, alih-alih menjawab pertanyaan Chiara, bocah itu malah memberi jalan pada sosok berjubah di balik pohon untuk keluar dari persembunyian dengan menggeser posisinya. Ketika sosok itu melangkah maju seraya membuka tudung hitam ya, Chiara refleks memundurkan langkah dan mengambil kuda-kuda. Sosok itu kemudian berhenti memberi jarak aman di antara mereka seolah nampu mengendus kegusaran Chiara.
Di hadapan Chiara kini berdiri sesosok peri perempuan dengan surai tergerai berwarna kelabu. Sepasang telinganya mencuat menandakan identitasnya sebagai peri elf, tetapi tanpa hiasan sedikit pun. Sementara, netra kelamnya menyorot Chiara dengan tajam. Peri perempuan berkulit pucat itu jelas-jelas sesosok Unsheelie. Akan tetapi, alih-alih pemberontakan dan kelicikan, Chiara justru melihat luka yang berpendar dari sepasang netra kelam itu.
Chiara tidak bisa mengendalikan pikirannya untuk tidak mengingat Minerva saat menatap sosok itu. Bulu kuduknya sempat meremang sesaat begitu berhadapan dalam jarak sedekat itu. Namun, tentu saja, peri perempuan itu bukan Minerva karena sang ratu kegelapan telah diasingkan mengarungi Faeseafic bersama putranya, dan sosok itu berhenti mendekat hingga meredakan gusar yang perlahan menggerogotinya. "Si-siapa kau?" tanya Chiara memberanikan diri, meski gemetar dalam suara tak dapat menyembunyikan ketakutannya.
"Terima kasih karena telah menyelamatkan putraku." Sosok itu pada akhirnya membuka suara setelah semenit dalam diam yang terasa sangat lama bagi Chiara. Peri perempuan itu tak menunjukkan ekspresi apa pun. Suaranya parau, tetapi terdengar lembut hingga membuat ketakutan Chiara perlahan memudar.
Akan tetapi, Chiara telah bertekad bahwa tidak ada siapa pun yang boleh mengetahui perbuatannya karena itu adalah kesepakatan yang telah dibuatnya dengan si bocah peri. Ia lantas menggeleng kaku. "Tidak. Aku tidak melakukan apa pun." Chiara berusaha membalas tatapan peri perempuan itu dengan tegar, tetapi gagal. Rasa sakit yang tersirat dari sepasang netra kelam itu mengusik kemanusiaannya. Sebagai pengalihan, Chiara memindahkan tatapannya kepada si bocah peri yang tengah tertunduk di tempat.
"Kami tidak terbiasa berhutang Budi," lanjut peri perempuan itu. Ucapannya menggantung, membuat Chiara terdiam untuk menantikan kelanjutannya. "Untuk itu, aku akan segera membalas hutang putraku. Setelahnya, kita impas dan tidak memiliki hubungan apa pun lagi."
Chiara masih menggeleng pelan. "Tidak. Tidak. Aku tidak melakukan apa pun. Dia tidak berhutang apa-apa."
Akan tetapi, sosok itu seolah mengabaikan kata-kata Chiara begitu saja ketika ia bergerak mendekatinya. Chiara lagi-lagi refleks memundurkan langkah perlahan seraya diam-diam berusaha menetralkan gemuruh ketakutan di dalam dadanya.
Melihat gelagat Chiara, peri perempuan itu lantas menahan langkah. Ia memberi jarak agar gadis manusia itu merasa aman dengan keberadaannya. "Aku tidak akan melukaimu," katanya, masih dengan wajah tanpa ekspresi. Sebelah tangannya yang tersembunyi di balik jubah kemudian merogoh sesuatu sehingga ujung-ujung jubah hitamnya berkibar. Setelah beberapa detik dalam keheningan, peri perempuan itu akhirnya mengulurkan tangannya keluar dari balik jubah ke arah Chiara. "Aku harap kau bersedia menerima ini."
Chiara membelalak ketika sosok itu membuka jari-jarinya yang semula tergenggam, menampilkan sebongkah batu yang memendarkan cahaya ungu samar. Dari tempatnya berdiri, Chiara melihat batu itu seolah berkedip-kedip.
"Ini adalah pusaka keluarga kami," tutur peri perempuan itu pelan. Entah mengapa, sorot matanya melembut. Selain kesedihan, Chiara dapat menangkap pengharapan pada netra kelamnya.
Namun, Chiara masih bergeming dan menimbang. Pendar keunguan dari batu berharga itu mengingatkannya pada peristiwa kalung Unsheelie milik Minerva yang membuatnya terjebak dalam masalah beberapa waktu lalu. Dan, kejadian itu membuatnya sedikit trauma ketika harus menerima pemberian lagi dari peri Unsheelie. Tidak ada yang tahu petaka seperti apa yang akan dibawa oleh pusaka peri Unsheelie. Tentu saja, Chiara tidak akan menerima benda serupa itu lagi. Ia lantas menggeleng tegas. "Tidak. Aku tidak ingin kalian membayar apa pun. Cukup lupakan saja apa yang pernah kulakukan."
Sorot mata peri perempuan yang semula lembut itu perlahan mengeras. Wajahnya muram dan kembali dingin seperti semula. "Kami tidak terbiasa berhutang budi pada kaum Sheelie," tegasnya. "Aku tidak akan pergi jika kau tak mau menerima pusaka ini."
Chiara mengembuskan napas sedikit keras, merasa kesal akan kekeraskepalaan peri perempuan di hadapannya. Akan tetapi, sedikit banyak, Chiara dapat memahami bagaimana pola pikir itu terbentuk, mengingat betapa buruknya hubungan di antara kaum Sheelie dan Unsheelie. Selagi Chiara menimbang apa yang harus dilakukannya terhadap permintaan tersebut, suara langkah kaki dan teriakan terdengar di kejauhan. Meski tak terlihat oleh pandangan mata, Chiara tahu sosok-sosok itu adalah para dwarf pekerja yang sedang mencari si penyelundup. Dan, hal itu membuat batasan waktu bagi Chiara untuk memutuskan tindakan selanjutnya.
"Terimalah." Peri perempuan itu bersikeras, mendekat selangkah hingga jarak mereka sedikit terkikis.
"Ibu, mari pergi dari tempat ini.!" Bocah peri yang sedari tadi mengawasi dengan gusar beberapa langkah di belakang sang ibu berteriak pelan, memperingatkan. Namun, peri perempuan itu bergeming, menanti Chiara bereaksi.
Bunyi teriakan dan langkah kaki yang semakin mendekat, membuat Chiara kian gusar. Kepanikan memenuhi isi kepala hingga mengacaukan pertimbangan-pertimbangan Chiara. Ia harus segera memutuskan, membiarkan para dwarf memergoki mereka atau mempercepat kepergian para Unsheelie dari kebun Ailfryd. Pada akhirnya, ia harus mengalah dan mendekat tanpa ragu ke arah peri perempuan itu.
Satu lengan Chiara terulur untuk mencapai pusaka dari tangan pemiliknya. "Baiklah, kita impas." Chiara berucap gugup, lalu terburu-buru memasukkan batu pusaka itu ke dalam kantung serbuk perinya. Permukaan telapak tangan peri perempuan itu terasa kasar dan dingin saat bersentuhan dengan kulit Chiara, membuat gadis manusia itu sedikit berjengit.
Sudut-sudut bibir peri Unsheelie itu sedikit tertarik, meski tak bisa disebut sebagai seulas senyum. Ia mengangguk samar lalu berbalik cepat menyusul putranya. Namun, tiba-tiba ia menoleh lagi untuk sesaat, tepat sebelum menghilang di ujung persimpangan menuju Fairyfall. "Gunakan itu jika kau berada dalam posisi terancam atau saat terdesak!"
Chiara mengangguk gugup, lalu menggenggam erat batu pusaka di dalam kantung serbuk perinya, sementara sepasang netranya mengawasi jubah kelam ibu dan anak itu hingga menghilang di balik deretan pohon dengan perasaan campur aduk. Dadanya masih berdentam saat salah satu dwarf pekerja akhirnya tiba di depan jalan masuk menuju kebun Ailfryd dengan tombak terhunus.
"Apakah anda melihat penyusup berjubah hitam, Nona Chiara?" tanyanya dengan tatapan yang menyorot liar ke sekitar. Beruntung, kedua peri Unsheelie itu telah menghilang dari pandangan terlebih dahulu.
Chiara menggeleng gelagapan. Satu tangan menyelipkan kantung serbuk peri di dalam saku gaunnya dengan cekatan. "Penyusup apa? Bukankah pencuri kecil itu sudah kabur dari tadi?" komentarnya seolah tidak pernah terjadi apa-apa di kebun Ailfryd.
Dwarf pekerja itu tak langsung mempercayainya. "Benarkah?" Makhluk itu mengendus udara di sekitarnya seperti hewan liar yang sedang membaui mangsa. "Tapi, aku masih dapat mencium bau asing itu di udara, bau lembab tanah dari pedalaman Fairyfall."
"Kau pasti salah. Mungkin hanya aroma yang dibawa angin," bantah Chiara cepat.
"Saya harap begitu," sahut dwarf pekerja bersurai sewarna tembaga sembari mengangguk sekilas, lalu berbalik ke arah kedatangannya. "Tidak ada siapa-siapa di sini!" Teriakkan dwarf tua itu membuat langkah-langkah yang nyaris tiba di dekat Chiara berhenti begitu saja berganti gerutuan khas samar-samar para dwarf. Selanjutnya, derap langkah terdengar menjauh, membuat Chiara pada akhirnya mengembuskan napas lega. Dwarf tua itu kemudian kembali ke dalam kebun.
Namun, kelegaan Chiara seketika menguap begitu mendapati tampang serius Claude yang berdiri beberapa langkah darinya ketika ia berbalik hendak kembali ke kebun Ailfryd. Entah sejak kapan pangeran peri itu berada di sana, Chiara sama sekali tak menyadarinya. Dari raut Claude yang seolah disaput mendung itu, Chiara jadi bertanya-tanya, apakah peri laki-laki itu melihat seluruh kejadiannya?
"Chiara," sapa Claude dengan nada muram.
"Ya?'
"Apa yang dilakukan para Unsheelie itu di kebun Ailfryd?"
Chiara membelalak lalu menggigit bibir untuk mengalihkan gugupnya. Ia sama sekali tak menyangka jika Claude telah melihat kejadian yang ingin dirahasiakannya.
Pontianak, 5 Desember 2021, 15.38 WIB..
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top