2. Home Sweet Home

Chiara tidak pernah bermimpi jika ia akan melihat kembali rumah cendawan Ailfryd yang unik. Kubah bercorak polkadot dengan warna merah menyala itu masih terlihat sama seperti terakhir kali ia mengingatnya. Jendela-jendela mungil di setiap sisi rumah selalu terbuka lebar pada tengah hari seperti ini. Begitu pun taman bunga yang memenuhi pekarangan di sekitar rumah, seperti biasa, senantiasa merekah bak musim semi.

Gadis berambut pirang itu melangkahkan kakinya perlahan, berusaha untuk tidak menimbulkan suara, memasuki pekarangan rumah Ailfryd yang terlihat lengang. Semilir angin meniup anak-anak rambutnya yang jatuh menutupi keningnya, membawa serta semerbak ranum plum dan jeruk yang sangat Chiara rindukan dari kebun di belakang rumah cendawan. Seketika itu juga Chiara mengingat Merrybell dan Tally, kedua peri yang senantiasa menemani kekosongan ingatannya pada hari-hari menjadi Ammara. Betapa ia merindukan kedua makhluk itu.

Selangkah lagi Chiara menapak, mendekati daun pintu rumah cendawan yang setengah terbuka. Hatinya berdebar-debar oleh kerinduan, antusiasme, dan pengharapan. Di rumah itulah kedua penyelamatnya tinggal, membiarkannya merajut segenap kenangan baru yang membuatnya bertahan di Fairyverse. Kilasan mengenai momen-momen yang dilaluinya bersama kedua malaikat itu kembali berkelebat dalam ingatan. Tanpa ia sadari, bulir bening melesak di pelupuk mata.

Chiara menarik napas dalam-dalam, lalu menyeka ujung matanyan dengan jari. Ia tidak boleh terlihat sedih. Bukankah ini pertemuan pertama mereka setelah sekian lama? Harusnya ia menyunggingkan senyum terbaik, bukan?

Setelah menata hatinya sesaat, Chiara memberanikan diri, melongok melewati ambang pintu. Buah-buah plum matang terlihat berceceran pada lantai yang membuat jejak menuju dapur Ella di balik sebuah lemari berisi kendi-kendi sari buah. Pemandangan biasa yang dilihatnya dulu dan kini membuat dadanya berpendar bahagia. Samar-samar suara nyanyian Ella terdengar dibawa angin, meskin sosoknya masih tersembunyi di suatu tempat di dalam rumah cendawan. Chiara menerka dan membayangkan apa yang tengah dilakukan sang ibu angkat saat itu. Tiba-tiba saja dadanya kembali berdebar samar oleh rasa rindu sekaligus bahagia yang membuncah.

"Ailfryd, kau 'kah itu?" Nyanyian Ella terhenti berganti tanya yang barangkali diajukannya pada bayangan Chiara di ambang pintu.

Chiara menggigit bibir bawahnya berusaha menahan teriakkan penuh kesenangan yang nyaris melesak dari mulut. Meski lagi-lagi Ella belum terlihat, ia tahu jika sang ibu angkat telah menyadari kedatangannya. Gadis pirang itu mendadak kebingungan mengenai cara terbaik untuk menyapa Ella setelah perpisahan yang mengharu biru beberapa waktu lalu. Apakah ia harus menerobos masuk dan mengejutkan sang ibu? Atau berdiam di sana sampai sosok yang dirindukannya itu menghampiri? Alhasil selama beberapa detik Chiara hanya mematung di sana, tak bergerak, pun tak menjawab panggilan Ella.

Tak kunjung mendapat jawaban, terdengar langkah Ella berderap mendekati pintu yang kian lama kian kentara. Chiara menahan napasnya, berdiri dalam penantian yang canggung. Dalam sepersekian detik, daun pintu rumah cendawan Ailfryd yang setengah terbuka itu ditarik dari dalam hingga membuka sempurna.

Ella dengan kecantikannya yang kekal, berdiri di ambang pintu dengan mata membelalak. Bibir merah mudanya membuka sempurna.

"Ibu." Chiara menyapa canggung sembari menarik sudut-sudut bibirnya, tersenyum.

Peri perempuan bersurai keemasan itu tidak juga bereaksi. Namun, setelah mengedip beberapa kali, Ella lantas mengucek mata. Ekspresinya masih sama seperti sebelumnya. Barangkali keberadaan Chiara di hadapan kini dianggapnya sebagai mimpi siang bolong.

"Ibu, ini aku Chiara," ulang gadis itu lagi. Kali ini sembari merentangkan kedua lengannya hendak memeluk Ella.

Ella mengedip lagi untuk yang terakhir kali karena pada detik berikutnya, peri perempuan itu langsung menghambur ke dalam pelukan putri angkatnya dengan tangis pecah tak terbendung. Tangisan itu pun dengan mudahnya menular pada Chiara. Gadis manusia yang semula bertekad untuk tidak menangis itu justru terisak lebih kencang dari pada sang ibu angkat. Kesedihan dan kerinduan bercampur jadi satu, ditambah perasaan lainnya yang tidak bisa Chiara ungkapkan pada siapa pun selama di dunianya.

"Aku merindukanmu, Bu. Sangat merindukanmu," ungkap Chiara lirih di tengah sedu-sedannya.

Suara tangis Ella semakin meninggi sebagai jawaban. Peri perempuan itu mengeratkan pelukannya kepada Chiara seolah takut kehilangan gadis manusia itu sewaktu-waktu. Entah untuk berapa lama waktu terasa berhenti bergerak bagi keduanya. Momen kebersamaan mereka di Fairyverse kembali berkelebat di kepala Chiara. Betapa ia tidak pernah menyangka dapat bertemu dengan sang ibu angkat setelah semua yang dialaminya. Chiara akhirnya kembali ke rumah. Rumah yang akan selalu menerimanya, meski bukan rumah tempat ia dilahirkan.

"Ella, apa yang---"

Ailfryd muncul dari pekarangan dengan membawa sekeranjang plum. Tuniknya berantakan dengan noda kemerahan di sana-sini, sementara rambut cokelatnya tetap rapi dan klimis. Langkahnya tergesa karena mendengar suara tangis di depan rumah cendawan. Namun, pertanyaannya terjeda bersamaan dengan keranjang plum yang terlepas dari genggaman hingga membuat buah-buah plum ranum itu meluncur lalu menggelinding memenuhi lantai. Peri laki-laki itu menganga tak percaya dengan pemandangan yang terlihat di depan ambang pintu rumah cendawan.

"Chiara ..." desis Ailfryd lirih hingga sontak membuat Ella melepaskan rangkulannya, sementara Chiara berbalik dengan wajah sembab untuk menemukan raut kaget sang ayah angkat.

"Ayah!" Chiara lantas menghambur ke dalam pelukan Ailfryd tanpa peduli noda-noda dari Tunik sang ayah angkat yang akan turut mengotori gaunnya. Sekali lagi, tangis Chiara pecah. Kebaikan hati orang tua angkatnya kembali terbayang. Gadis manusia itu benar-benar sangat bersyukur karena bertemu mereka. Meski darah di dalam tubuhnya bukan berasal dari keduanya, tetapi ketulusan kedua makhluk itu benar-benar menyentuh relung hati Chiara.

"Kau kembali, Putriku," ucap Ailfryd lirih. Peri laki-laki itu tidak menangis, tetapi dari suara seraknya, Chiara tahu jika Ailfryd sedang menahan sesuatu yang emosional di dadanya.

Tak lama berselang, Chiara merasakan Ella datang menghampiri mereka. Peri perempuan itu memeluk punggungnya melingkar hingga ke lengan Ailfryd. Ketiga makhluk itu kini saling berpelukan, melepas kerinduan dan larut dalam tangis kelegaan.

Sekali lagi, Chiara bersyukur telah dianugerahi sepasang peri penolong seperti Ella dan Ailfryd. Tanpa mereka berdua, Fairyverse tidak akan terasa seperti rumah bagi gadis manusia itu.

***

Tidak banyak yang mereka lakukan hari itu. Setelah menangis sambil berpelukan di teras rumah cendawan,  mereka bertiga menghabiskan waktu dengan bertukar cerita di ruang tamu kecil keluarga Ailfryd hingga menjelang senja. Ailfryd tidak lagi ke kebun, membiarkan Tally dan beberapa kurcaci pekerja membereskan buah-buah plum yang tercecer di ambang pintu. Demikian pula halnya dengan Ella. Peri perempuan itu urung menyelesaikan adonan kue plumnya. Setelah kedatangan Marrybell, mereka bercengkrama sembari mengudap buah-buahan segar dan sari bunga yang dibawa Marrybell.

Saat kelopak bunga pertama bercahaya di Fairyfarm, tanpa diduga Elwood datang berkunjung. Peri laki-laki itu masih seperti yang pernah Chiara ingat sebelumnya, surai pirang kecokelatan berantakan yang selalu tersembunyi di balik sejenis topi berwarna senada dengan tunik dan rompinya, serta sepatu boot setinggi betis. Netra biru terangnya juga masih terlihat sama. Akan tetapi sorot matanya kini sedikit berbeda. Paras peri laki-laki itu juga tampak menanggung lelah, meski jejak kemudaan dan ketampanannya sama sekali tidak lekang.

"Elwood?" Chiara menyambutnya di ambang pintu dengan tangan terentang dan senyum mengembang.

Akan tetapi, peri laki-laki itu bergeming. Elwood memang menarik sudut-sudut bibirnya, meski upaya itu sama sekali tidak terlihat seperti sebuah senyuman. "Halo, Ammara .... maksudku Chiara. Aku senang kau kembali," sapanya dengan nada datar, yang bahkan sama sekali tidak terdengar seperti Elwood.

Chiara lantas menurunkan kedua lengannya yang terentang dengan canggung. "Halo Elwood. Aku senang kau datang. Mau masuk?" 

Peri laki-laki itu menggeleng. "Bagaimana kalau kita berbicara di kebun Ailfryd? Kalau kau tidak keberatan. Ada hal penting yang ingin kusampaikan."

Ailfryd, Ella, Tally, dan Marybell yang sedari tadi sibuk mengoceh dan saling melempar kelakar mendadak terdiam, melirik Chiara dan Elwood yang berdiri berhadap-hadapan di ambang pintu. Hal itu serta-merta membuat Chiara merasa tidak enak. Ditariknya sebelah lengan Elwood untuk menuntunnya ke halaman belakang menuju kebun Ailfryd, agaknya mereka memang butuh privasi.

Kelopak-kelopak bunga bercahaya memberi penerangan yang memadai di saat senja beranjak kian pekat. Kunang-kunang satu per satu keluar dari peraduannya, berpendar menyemarakkan langit di antara pepohonan. Chiara menuntun Elwood pada sebatang pohon plum besar tempatnya biasa bersandar dahulu, menghabiskan waktu di kebun Ailfryd. Tempat itu nyaris sama seperti sebelumnya, kecuali pepohonan yang semakin rimbun dan buah plum kelewat ranum yang terserak di sekitarnya. Peri-peri kecil bersayap penghuni bunga yang semula beterbangan hilir mudik di sekitar sana, satu per satu kembali ke tempatnya bernaung ketika langit senja semakin pekat dan cahaya matahari telah sepenuhnya menghilang.

"Kau terlihat berbeda, Elwood. Aku harap kau baik-baik saja setelah semua hal yang terjadi di Avery." Chiara membuka percakapan, setelah mereka duduk bersisian di bawah pohon. 

Terdengar suara helaan napas Elwood. "Aku baik-baik saja," katanya singkat, meski suara beratnya sama sekali tidak menunjukkan jika ia baik-baik saja.

Chiara tahu persis jika tidak demikian adanya. Elwood yang dikenalnya adalah peri laki-laki yang periang dan senantiasa bersemangat. Ia akan berbicara panjang lebar, bahkan mengenai hal-hal yang tidak terlalu penting, dan tertawa dengan begitu mudahnya. Akan tetapi, Elwood kini rasanya jauh lebih pendiam dibandingkan dengan peri laki-laki yang dulu mengenalkan Fairyverse kepadanya untuk pertama kali. Elwood juga terlihat kesulitan untuk sekadar menarik sudut-sudut bibirnya. Ada sesuatu yang terjadi pada Elwood, Chiara yakin itu.

"Ada yang ingin kusampaikan, Chiara. Ini sangat penting," sambungnya lagi sembari menggeser tubuh agar dapat melihat langsung ke dalam mata Chiara. 

Kata-kata peri laki-laki itu barusan beserta tatapannya mendadak membuat perasaan Chiara tidak enak. Perutnya terasa melilit, sementara gemuruh samar menghantam dadanya. Firasatnya menyatakan sesuatu yang buruk mengenai ekspresi Elwood. 

"Ada apa sebenarnya?" tanya Chiara saat beberapa detik berlalu dan peri laki-laki itu tak kunjung membuka suara.

Elwood berdeham beberapa kali seolah mengenyahkan sedikit keraguan yang menyumpal tenggorokannya. Peri laki-laki itu juga meneguk ludah beberapa kali, sebelum akhirnya angkat bicara dengan sangat hati-hati. Ia bahkan sedikit merendahkan suaranya. "Aku mohon, menjauhlah dari Archibald. Kau tahu, dia akan segera dinobatkan sebagai raja. Berada di sisi sesosok raja peri bukanlah hal yang menyenangkan Chiara, kau bisa terluka."

Peri laki-laki itu menjeda kata-katanya, memperhatikan perubahan raut wajah Chiara. Sementara, di hadapannya, Chiara membuka mulut, tetapi seakan kehilangan kata-kata. Chiara benar-benar tidak menyangka jika hal itulah yang akan dikatakan Elwood. Hal yang menyinggung kehidupan pribadinya, bahkan Ella maupun Ailfryd tidak akan membahas ini, tidak jika Chiara tidak meminta pendapat mereka. Namun, karena ini adalah pertemuan mereka setelah sekian lama, barangkali Chiara akan mengabaikannya, menganggap jika Elwood tidak pernah membahas permasalahan ini.

"Elwood, aku tidak mengerti. Apakah kau baik-baik saja?" Chiara mencoba tertawa, meski terdengar sumbang di telinganya sendiri.

Akan tetapi, raut wajah Elwood masih seserius sebelumnya. Ia sama sekali tak tersenyum dan terlihat tak teralihkan dari topik yang sedang dibahasnya. Peri laki-laki itu menggeleng pelan. "Aku serius Chiara. Tolong, dengarkan aku dengan pikiran terbuka. Aku memperingatkanmu karena aku peduli padamu. Segala sesuatunya telah berubah. Peristiwa itu memang membawa beberapa hal baik bagi Avery, tetapi kita tidak bisa menutup mata terhadap hal buruk yang muncul di luar dugaan." Ia menarik napas dalam-dalam, melemparkan pandangan menerawang pada langit Fairyverse yang telah bertabur bintang. "Pemberontakan terus terjadi sejak peristiwa itu, Chiara. Tidak ada yang tahu persis, para pemberontak itu berasal dari pihak mana, karena baik Sheelie maupun Unsheelie sama-sama dirugikan. Sebagian besar Unsheelie telah diasingkan, bahkan terbunuh dalam peperangan, tetapi mereka tidak sepenuhnya menghilang dari Fairyverse. Sebagian, bersembunyi, mengintip, seraya mencari celah untuk kembali. Di sisi lain, Kerajaan Avery juga sedang ditekan oleh berbagai pihak, begitu pula Archibald."

Giliran Chiara yang menggeleng. "Aku tidak mengerti, Elwood. Maksudku, mengapa kau mengatakan semua ini padaku ..." Chiara merasakan sakit mendesak tenggorokannya. Ia nyaris tersedak, tetapi harus menahan sekuat tenaga, sementara pelupuk matanya terasa memanas. Kata-kata Elwood barusan mau tidak mau membuatnya tersadar akan keadaan Archibald sekarang. Fakta bahwa Archibald tidak sedang baik-baik saja, entah mengapa, membuatnya sedikit terluka. Terlebih, karena ia harus mendengarnya dari orang lain.

Elwood menyentuh pergelangan tangannya yang langsung ditepis dengan kasar oleh Chiara. "Aku hanya memperingatkanmu, Chiara. Aku tidak ingin kau terluka."

"Aku pikir kau ada di pihakku, Elwood. Kau orang pertama yang menjadi sahabatku di Fairyverse." Chiara mendadak berdiri dengan sedikit emosional. Tanpa disadari suaranya pun meninggi. Ia hendak beranjak meninggalkan Elwood.

Namun, ucapan peri laki-laki itu selanjutnya sukses membuat sepasang tungkainya bergeming. "Aku memang sahabat pertamamu di Fairyverse, tetapi aku bukan peri pertama yang menyentuh hatimu, Chiara. Dan, itu membuatku frustrasi!"

Chiara berbalik, melihat ke arah Elwood yang tengah menggeleng lemah dengan wajah muram. Ia tidak menyangka jika Elwood akan mengatakan hal semacam itu.

Peri laki-laki itu lantas mengangkat wajah, menatapnya tepat di kedalaman hati melalui netranya. Entah mengapa, sesuatu di dalam dada Chiara terasa bertambah nyeri. Elwood yang kini berdiri di hadapannya seolah sosok berbeda dari yang pernah dikenalnya dulu, dan Chiara sangat ingin mempertanyakan itu. Hanya saja, ia mendadak kehilangan kata-kata.

"Aku menyukaimu, Chiara." Elwood berkata setelah bungkam beberapa saat. Suaranya menjadi lebih lembut dan tidak menuntut, terdengar sangat halus dan samar-samar bersama embusan angin.

Netra hijau Chiara membelalak. Memikirkan jika Elwood yang berdiri di hadapannya sekarang adalah sosok yang berbeda saja telah mengganggu pikirannya sedemikian rupa. Ditambah lagi dengan pernyataan cinta Elwood yang begitu mendadak dan tak disangka-sangka. Bagaimana pun, sedari awal perkenalan mereka, Chiara telah menganggapnya sebagai sahabat terbaik dan tidak akan pernah berubah sampai kapan pun.

"Aku----"

Elwood mengedip. Sorot matanya terlihat sayu dan lelah di saat bersamaan. "Kau tidak harus menjawabku sekarang," potongnya cepat. "Asal kau tahu, aku akan menunggumu. Jika kau mulai merasa lelah berada di sisi Archibald, kau bisa datang kepadaku, kapan pun kau mau."

Seulas senyum tulus lantas tersungging di bibir peri laki-laki itu, tetapi hanya sesaat, sebelum wajah Elwood kembali muram. Ia mengangguk sekilas memberi salam perpisahan, sebelum berjalan melewati Chiara, meninggalkan gadis manusia itu dalam keterkejutan yang belum juga sirna.

Pontianak, 07 Juli 2021 pukul 14.52 WIB
Maaf lama bgt updatenya, terima kasih sudah mampir di sini 🤗 stay healthy and safe everyone 😍

  

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top