12. In the Depths of Fairyfall

Hari-hari setelah bertemu dengan Claude berjalan terasa sangat lambat bagi Chiara. Kepalanya disesaki berbagai pikiran dan permasalahan yang menuntut pemecahan. Akan tetapi, Chiara sama sekali tak menemukan jawaban, bahkan untuk pertanyaan paling mudah sekali pun, yaitu, apa yang harus dilakukannya agar dapat bertemu dengan Archibald. Para akhirnya, Chiara terlampau banyak mengulur waktu dengan mengharapkan kedatangan Archibald ke rumah cendawan yang berujung sia-sia.

Archibald tidak datang. Pun demikian para pangeran lainnya. Untuk pertama kalinya sejak kembali ke Fairyverse, Chiara merasa begitu kesepian dan hampa.

Ailfryd dan Ella agaknya turut merasakan perubahan sikap Chiara yang signifikan, sehingga dengan berbagai cara berupaya menghibur putri angkatnya. Mulai dari bertingkah konyol hingga memberikan Chiara aktivitas yang rasanya tak masuk akal, tetapi semua itu berakhir sia-sia. Chiara tetap tak terjangkau, seolah sedang bersembunyi di balik tembok tak kasat mata yang coba dibangunnya. Gadis manusia itu lebih senang menyendiri.

Pada saat kegusarannya sudah tak tertahankan lagi, Chiara diam-diam menyelinap keluar dari Fairyfarm. Meski di luar sepengetahuan gadis manusia itu, Marrybell dan para pekerja di kebun Ailfryd mengetahui kepergiannya, sementara Ella meminta mereka untuk membiarkannya dan diam-diam mengutus sesosok Pixie untuk mengawasi Chiara.

Memasuki alam liar Fairyfall memang tidak memberi pengaruh apa-apa bagi Chiara. Pun tidak membuatnya merasa jauh lebih baik. Bayang-bayang musim dingin yang melanda Fairyverse pasca runtuhnya perbatasan Hutan Larangan kembali berkelebat dalam ingatan Chiara, membawanya bernostalgia pada masa lalu yang begitu mengerikan, tetapi sekaligus enggan untuk dilupakan. Menjadi penyebab rusaknya keseimbangan Fairyverse kala itu bukanlah hal yang menyenangkan. Meski ia berhasil menemukan cinta masa kecilnya yang hilang, tetapi sejatinya ia kehilangan jauh lebih banyak daripada yang dapat diduganya.

Dengan begitu banyak beban pikiran yang menggelayuti benaknya, tanpa sadar, langkah kaki Chiara berhenti tepat di hadapan aliran sungai berarus deras yang muaranya adalah sebuah air terjun tinggi dengan puncak berawan serta lingkaran pelangi seumpama cincin. Untuk beberapa saat lamanya, Chiara tertegun, berusaha mengingat-ingat pemandangan indah yang begitu familier di hadapannya. Derasnya suara air yang jatuh menghantam permukaan sungai membuat suara-suara di sekitar Chiara nyaris tak terdengar, hingga sebuah cipratan air mengenai wajahnya.

Sesosok nimfa air yang sebagian tubuhnya terendam dalam aliran sungai terlihat cekikikan. Bibirnya bergerak-gerak seolah sedang mengucapkan sesuatu, sementara sebelah lengannya beberapa kali terangkat, melemparkan percikan air ke arah Chiara.  Setelah beberapa detik tersadar dari lamunannya, gadis manusia itu barulah menyadari jika makhluk jelita di dalam sungai tersebut sedang berusaha berbicara padanya.

Chiara mendadak bergidik. Memori masa lalu, ketika ia jatuh ke dalam aliran sungai dan nyaris tenggelam akibat tipuan makhluk licik itu memberinya peringatan waspada. Ia tidak boleh tertipu lagi kali ini, terlebih tidak akan ada Archibald atau pun Elwood yang datang menolongnya secara tak terduga. Tidak, setelah segala sesuatu yang mereka alami. Segala sesuatunya tidak mungkin sama lagi. Pemikiran semacam itu sontak membuat Chiara merasa getir sendiri. Untuk itu, ia memutuskan menghindari si nimfa air dengan beranjak pergi dari tempat itu.

Akan tetapi, sebelum tubuh Chiara berbalik ke jalan kedatangannya, sesuatu mendorong tubuhnya ke arah sungai. Dalam ketidaksiapan, tubuh gadis manusia itu meluncur ke dalam sungai diiringi bunyi kecipak air dan tawa cekikikan. Lagi-lagi, Chiara tertipu, bahkan sebelum ia menyadari situasinya.

"Dasar makhluk bodoh!" seru sebuah suara lembut yang melengking tinggi di antara tawa cekikikan itu.

Sementara, air dingin sungai segera saja mengungkung Chiara yang tengah berjuang keras untuk mengambang di atasnya. Meski terbilang kecil, tetapi sungai itu memiliki arus yang deras. Di antara napasnya yang timbul tenggelam, Chiara berteriak sekuat tenaga berharap siapa pun dapat menolongnya.

"Tolong! Tolong!"

Pemandangan di sekitar aliran sungai begitu cepat berganti, selagi Chiara terseret di dalam arus. Deretan tanaman mawar yang merambat sebagai pembatas alami di sepanjang tepian sungai telah berganti menjadi rimbun pepohonan yang nyaris terlihat hijau seluruhnya. Beberapa kali tubuhnya menghantam bebatuan kali, sementara dirinya berjuang untuk tetap berada di permukaan. Dinginnya air sungai tak hanya membuat Chiara menggigil, tetapi juga hampir membekukan sepasang tungkainya. Gerakan Chiara pun kian melemah, disertai pandangan yang mulai berkabut.

Pada satu titik di tengah-tengah aliran sungai, ketika pengharapan telah setipis helai rambut pirangnya, netra Chiara bertemu dengan netra kelam yang terlihat familier.  Chiara yang tak mampu lagi berteriak, menggapai-gapaikan lengannya yang lemah ke arah sosok itu.

Seumpama gayung bersambut, sosok itu mendekati tepian sungai, mengabaikan percikan air yang membasahi tunik gelapnya. Kemudian, tanpa ragu, mengulurkan sebelah lengannya pada Chiara.

***

Bocah itu, si pencuri kecil yang Chiara selamatkan ketika mencuri di kebun Ailfryd, menarik tubuh basahnya ke tepian sungai yang dipenuhi lumut berwarna hijau pekat tanpa berkata-kata. Chiara menggigil, tetapi kesadarannya masih cukup baik untuk mengamati kerut samar yang tercipta di antara sepasang alis hitam si bocah unsheelie. Barangkali, bocah itu bertanya-tanya mengenai keberadaannya di dalam belantara paling liar di Fairyverse, tetapi enggan mengajukan sepatah kata pun.

Setelah memberi waktu bagi Chiara untuk memulihkan pernapasannya, bocah itu akhirnya buka suara. "Nah, dengan begini kita impas. Kau telah menolongku tempo hari dan aku telah membalasnya dengan menolongmu sekarang," ucapnya nyaris tanpa ekspresi. Kerutan di antara alisnya telah lenyap. Bocah laki-laki itu berdiri, nyaris berbalik untuk meninggalkan Chiara.

"Ti-tidak. Tu-tunggu dulu!" Chiara mengabaikan gaun selututnya yang basah, juga gigil yang menyerangnya seketika untuk berdiri dan meraih pergelangan tangan si bocah unsheelie.

Dalam gerakan refleks, bocah itu menepis sentuhan Chiara seraya bergeser menghindar. Kerut samar di antara kedua alisnya kembali muncul, sementara wajahnya masih tak menunjukkan ekspresi apa pun.  "Apa?" tanyanya bernada ketus.

"Te-terima kasih sudah menolongku," ucap Chiara terbata-bata di sela-sela giginya. Gadis itu sampai harus menggigit kuku-kuku jarinya guna meredakan dingin, tetapi tentu saja hal itu sia-sia belaka. Tubuhnya masih basah kuyup dan tetes-tetes air meluncur turun dari gaunnya membuat lingkaran basah pada tepian sungai yang berlumut. Samar-samar suara tawa terdengar di antara derasnya arus, di balik punggung Chiara hingga membuatnya tanpa sadar mengumpat dalam hati. Makhluk-makhluk itu mempermainkannya lagi.

Bocah laki-laki itu mengendikkan bahunya. "Terserah," katanya ketus. "Jika tak ada lagi yang ingin kau sampaikan, aku akan pergi."

"Tu-tunggu. Tunggu dulu." Chiara susah payah mengatur napas sembari berusaha mengenyahkan gigil. Ia bisa saja menyerah dan membiarkan bocah itu pergi, tetapi hal itu berarti ia akan kehilangan jejak para unsheelie untuk selamanya. Melihat bagaimana peri laki-laki itu menyelamatkannya membuat Chiara ingin melakukan hal yang sama, terlepas dari apa pun alasan si bocah unsheelie. Chiara tidak ingin ada pertumpahan darah lagi di tanah Fairyverse sehingga ia merasa perlu melakukan sesuatu, sekecil apapun itu. "Apapun yang kulakukan, kau tidak pernah berhutang apa-apa padaku. Begitu pula dengan ibumu. Aku bersungguh-sungguh menolong kalian."

Bocah unsheelie itu bungkam, sebelah alisnya terangkat dengan ekspresi mencela yang kentara. Akan tetapi, ia masih menanti Chiara melanjutkan kata-katanya. Dan, hal itulah yang terpenting bagi Chiara.

"Kalian, berhentilah bersembunyi. Mari berdamai dengan para Sheelie. Lagi pula, setelah Perbatasan Hutan Larangan runtuh, Sheelie dan Unsheelie pada akhirnya telah kehilangan makna. Kalian sama-sama kaum elf dan itulah yang terpenting. Kalian akan memiliki raja baru yang artinya adalah pengharapan baru," lanjut Chiara cepat-cepat. Seumur hidup, ia nyaris tidak pernah berbicara secepat itu seolah takut akan melupakan kata-kata yang berdesakkan di kepalanya. Akan tetapi, kali ini ia benar-benar ingin menyampaikan gagasannya tanpa luput satu kata pun.

Ekspresi mencela bocah itu sontak luntur berganti amarah. Dendam dan sakit hati berkobar di sepasang netra hitamnya. "Kau tidak tahu apa yang kau bicarakan, Manusia!
Jadi jangan ikut campur!" hardiknya dengan keras.

Untuk sesaat, Chiara tidak menyangka jika kata-kata ketus tersebut dapat keluar dari mulut sesosok bocah peri. Secara refleks mulutnya menganga kaget, tetapi mengingat jika bocah peri itu adalah kaum unsheelie, rasanya cukup masuk akal jika bersikap kasar.  Namun, tidak seharusnya Chiara termakan stereotipe seperti ini. Sikap bocah peri itu tidaklah berasal dari asal usulnya, melainkan dari hal-hal buruk yang telah dilaluinya.

Chiara baru saja hendak membuka mulut,  saat bocah peri itu berbalik dan beranjak pergi. "Hei, tunggu!" Dengan langkah tertatih menahan dingin serta bobot gaun basah yang membungkus tubuh rampingnya, Chiara menyusul si bocah Unsheelie.

Peri laki-laki yang semula berjalan pelan itu kini berlari menghindar dengan lincah. Sekali ia menoleh pada Chiara dan melemparkan tatapan muak. "Apa pun yang kau pikirkan tidak akan mengubah sikap kami kepada para Sheelie. Mereka melakukan kudeta tidak terhormat kepada Yang Mulia Raja Elijah dan memberangus kami. Kau pikir hal-hal kotor seperti itu dapat termaafkan, hah? Kaum Sheelie adalah kumpulan peri paling munafik yang pernah kami temui!" teriaknya berang. Meski melontarkan ucapan penuh amarah, langkah bocah peri itu sama sekali tidak memelan.

Suara arus sungai mulai menjauh di belakang mereka, selagi pemandangan bebatuan kali dan tanaman merambat berganti pepohonan berdaun lebat. Satu dua nimfa pohon mendadak bersembunyi ketakutan saat mendengar pijakan ranting dan gemerisik dedaunan yang mereka lalui.

"Kau pikir berapa usiamu sekarang hingga kau mengatakan hal-hal yang bahkan tak kau alami? Kau tidak tahu yang sebenarnya. Maksudku, ada hal-hal yang melatari setiap tindakan, sebab-akibat, dan---

"Berhentilah menceramahiku dan kembalilah ke tempat asalmu! Kami unsheelie tidak semurah hati yang kau pikirkan!"

Akan tetapi, Chiara tidak berhenti menyusulnya meski harus tertinggal beberapa meter di belakang bocah peri itu. Giginya telah berkurang, meski rasa dingin masih mencengkeramnya hingga ke tulang-tulang. Chiara tidak akan menyerah. "Jadi kalian bersembunyi di sekitar sini?" tanya Chiara sembari mengedarkan pandangan ke sekitar. Belantara itu kini jauh lebih lebat hingga menghalangi sinar matahari. Lumut-lumut hijau nan lembab mengerak di batang-batang pohon besar. Chiara sedikit dilanda gugup, bagaimana jika ia benar-benar berada dekat dengan persembunyian Unsheelie?

Bunyi patahan ranting terdengar nyaring, sementara bocah itu mendadak menghentikan langkahnya, lalu menoleh pada Chiara. Pada jarak tak lebih dari tiga meter, Chiara pun refleks menghentikan langkah, menatap waspada pada bocah unsheelie yang menyorotnya dengan tajam.  "Pergilah sebelum mereka menemukan dan membunuhmu. Aku tidak akan menolongmu lagi jika terjadi sesuatu karena kita sudah impas," gertaknya dengan rahang mengetat. Suaranya dalam dan penuh ancaman.

Alih-alih merasa gentar, Chiara justru merasa takjub. "Jadi, kalian benar-benar bersembunyi di tempat ini?" tanyanya dengan netra melebar.

Bocah itu mengepalkan kedua telapak tangannya, terlihat geram.

"Tenang saja. Aku tidak akan mengatakan tempat persembunyian kalian kepada siapa pun. Aku bersumpah demi Leluhur para Peri," sambung Chiara cepat.

"Terserah!" Bocah Unsheelie itu menyahut ketus sebelum berlari dengan sangat cepat menembus rimbunnya belantara.

Chiara yang tak menyangka jika bocah peri laki-laki itu akan kabur dari hadapannya dengan kecepatan yang tak terduga, tertegun sesaat. Akan tetapi, sepersekian detik setelahnya, gadis manusia itu bergegas menyusul jejaknya. "Hei, tunggu aku!"

Semakin jauh langkah kakinya menerobos belantara untuk mencari jejak si bocah unsheelie, semakin Chiara menyadari jika mungkin saja dirinya tersesat. Pedalaman Fairyfall adalah tempat asing yang belum pernah dijamahnya, dikenal sebagai tempat paling liar di seantero daratan Fairyverse. Di sekitar sungai dan air terjun pelangi, Chiara masih menemukan beberapa Dryad pohon yang sesekali muncul, tetapi tidak di belantara ini. Pepohonan semakin besar serta rimbun, tetapi tidak ada Dryad yang menghuni batangnya. Sementara, suara aliran sungai telah lama menghilang ditelan jarak. Bahkan, suara gesekan dedaunan dan patahan ranting penanda jejak si bocah peri pun tak terdengar lagi.

Dengan gamang, pada akhirnya Chiara memutuskan untuk menghentikan langkahnya. Pencarian berakhir sia-sia karena jejak yang menjadi petunjuk telah benar-benar menghilang. Belantara itu kini begitu senyap hingga hanya deru napasnya sendiri yang terdengar. Gadis manusia itu memutar langkah, mengamati sekitarnya yang dikelilingi oleh pohon-pohon besar nan hijau yang nyaris serupa. Ternyata Chiara bahkan lupa dari arah mana ia berasal.

Pada satu titik, Chiara menyesali kecerobohannya yang tanpa berpikir panjang mengikuti si bocah Unsheelie. Sikapnya yang selalu merasa dapat mengubah keadaan selalu membuatnya terjebak dalam situasi rumit, seperti sekarang. Dengan frustrasi, gadis manusia itu memutuskan untuk beristirahat. Duduk bersandar pada sebatang pohon besar yang berada dalam jarak terdekat dengan posisinya, sembari menikmati semilir angin yang bertiup. Sinar matahari memang tak dapat menerobos langsung pepohonan yang kelewat rimbun, tetapi Chiara menduga saat itu adalah tengah hari, mengingat berapa lama waktu yang telah ia habiskan di Fairyfall.

Gaunnya yang semula basah kuyup, seiring berjalannya waktu, mulai mengering, menyisakan lembab yang masih menimbulkan sensasi sejuk di kulit Chiara. Namun, dingin yang semula menggerogoti hingga ke tulang-belulang menyisakan kelelahan akut dan kekosongan yang melilit perut Chiara. Oleh karenanya, selain bersandar, Chiara juga memutuskan untuk menutup kelopak matanya. Barangkali tidur sejenak dapat mengembalikan kondisinya seperti sedia kala.

Selagi Chiara memejamkan mata dan menikmati semilir angin yang membelai anak-anak rambutnya, samar-samar suara keramaian terdengar dari suatu tempat di sekitarnya. Chiara refleks membuka mata dan langsung menajamkan pendengarannya. Ketika angin bertiup, suara-suara itu menghampiri pendengarannya. Meski, masih kelelahan dan kelaparan, Chiara yang masih mengharapkan jejak si bocah Unsheelie, lantas berdiri. Sekali lagi Chiara mendengarkan angin sepoi-sepoi membawa suara-suara keramaian itu untuk menentukan asal-muasalnya.

Setelah memastikan kemungkinan asal suara tersebut, Chiara bergegas berdiri. Menggunakan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya, menerobos salah satu sisi hutan belantara. Akar-akar besar serta tanaman berduri yang merintangi jalannya terabaikan oleh rasa ingin tahu dan pengharapan jika suara-suara itu merupakan jejak si bocah peri. Angin yang hilang datang mengantarkan suara-suara keriuhan yang semakin jelas.

Pada satu titik, Chiara berhenti. Ilalang dan tumbuhan merambat berkelindan membentuk dinding hidup di hadapannya. Pagar tersebut terbentang pada jalur pepohonan setinggi kira-kira tiga meter. Chiara mendekat, berusaha mengintip dari balik celah dedaunan dan batang tanaman yang silang sengkarut. Suara-suara itu sejelas matahari di siang bolong.

Sebuah perkampungan sederhana ternyata berdiri di baliknya, berupa kubah-kubah dari anyaman dedaunan yang bagi Chiara terlihat seperti tenda. Asap-asap tipis mengepul ke udara yang terasa lebih hangat akibat kehidupan di balik tembok tanaman. Chiara bahkan dapat menghidu bau daging bakar yang cukup tajam saat angin berembus ke arahnya. Berbeda dengan sisi belantara di mana ia berada yang terlihat gelap dan serba hijau, kehidupan di balik tembok itu jauh lebih terang dan hangat. Ketika Chiara menyipitkan matanya, berusaha agar pandangannya lebih fokus, ia melihat beberapa peri elf berjubah dan tunik hitam berjalan mondar-mandir di antara tenda-tenda dan rambut-rambut gelap mereka tergerai tanpa jalinan.

Chiara seketika membelalak. Ia memang kehilangan jejak si bocah Unsheelie, tetapi ia telah menemukan tempat persembunyian mereka.  Selagi Chiara menikmati temuan berharganya, sebuah sentuhan dingin dan sedikit keras menepuk sebelah bagi Chiara hingga sontak membuatnya kaget dan refleks berpaling. Seraut seringai mengancam menyambut pandangan Chiara.

"Lihat, siapa yang sedang memata-matai kita?!"
















Pontianak, 05 Maret 2022 pukul 23.05 WIB

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top