8. ⛵ The Prince and Pirate's Deal
Lorelie tak pernah menyangka jika Tribal 'The Gold Digger" Tydes serta kru kapalnya ternyata menurunkan jangkar di Fearsome Enclave. Selama terkutuk menjadi duyung, tak sekali pun ia melihat para bajak laut itu mengunjungi pulaunya. Ia selalu sendirian. Lagi pula, siapa yang berani singgah di pulau terkutuk ini, 'kan? Tak ada apa pun di sini, selain misteri dan kengerian yang belum pernah terpecahkan selama ribuan tahun. Kejadian saat ia menyelamatkan Elijah kembali membayang dalam benaknya, membuatnya bergidik sekilas. Sungguh, ia tak ingin berhadapan dengan makhluk semacam itu lagi.
Lorelie mengerjapkan matanya tak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang. Ia sangat sering mendengar kabar burung tentang keganasan dan kehebatan kapal Borbounaisse beserta bajak lautnya sebagai penjelajah yang berhasil menaklukan Faeseafic dan mengeruk keuntungan di dalamnya. Bendera merah dengan siluet hitam berbentuk separuh tubuh bajak laut yang berwarna hitam itu telah sangat dikenal dan ditakuti oleh seluruh penghuni lautan, termasuk para duyung dan siren. Kapten Tribal, peri laki-laki yang merupakan pemimpin mereka adalah perompak ulung sekaligus pemburu harta karun yang handal dan bertangan dingin. Reputasinya tak hanya menggema di Faeseafic, tetapi juga di seantero Fairyverse.
Selain dikenal sebagai bajak laut, Tribal Tydes juga dikenal sebagai pemburu duyung yang kejam. Hal inilah yang paling membuat Lorelie ketakutan. Kapten Tribal dan kru bajak lautnya menangkap duyung dan memaksa makhluk malang itu untuk menangis hingga mengeluarkan cukup banyak mutiara yang menguntungkan baginya. Tak cukup sampai di situ, setelah puas menyiksa para duyung, Tribal akan membunuh mereka untuk kemudian menjual organ-organ dan tulang-belulangnya pada sebuah pasar gelap di Covennoque Island. Para peri membutuhkan organ makhluk laut itu sebagai jimat dan senjata. Dari sanalah pundi-pundi emas Kapten Tribal terus mengalir.
Lorelie menggeleng cepat saat netranya menangkap sosok mengerikan itu menyergap Elijah dengan beberapa pengikutnya dari belakang. Ia tidak mungkin salah lihat. Peri lelaki jangkung bertubuh kurus dengan topi dan penutup sebelah mata khas bajak laut itu pastilah Kapten Tribal, sosok yang pernah nyaris menangkapnya. Jaraknya yang cukup jauh dari bibir pantai membuatnya tak sempat lagi memperingatkan Elijah, sehingga bagai sesosok pecundang ia berenang menjauh dengan gelagapan.
Saat itu, barulah Lorelie menyadari keberadaan sebuah kapal besar yang mengambang tak jauh dari Fearsome Enclave dengan bendera merah familier berkibar di atasnya. Entah sejak kapan Bourbounaisse telah bersandar di sana dengan segenap auranya yang mengintimidasi dan mematikan. Duyung bersurai merah itu tak punya pilihan selain berenang semakin jauh meninggalkan pesisir pantai.
Di tengah lautan, Lorelie mulai gusar. Perasaan bersalah membebani siripnya sehingga seberapa cepat pun ia mendorong tubuhnya untuk mengarungi lautan, ia tetap akan berenang dengan lambat. Perlahan ia menyadari bahwa keputusannya saat itu salah. Harusnya ia menyelamatkan Elijah, tak peduli apa pun yang akan terjadi. Ia harus kembali dan menyelamatkan masa depannya.
Dalam ayunan gelombang dan terpaan sinar matahari pagi, akhirnya selintas ide menyambangi benak gadis duyung itu. Dengan cepat, Lorelie memutar tubuhnya, berenang kembali menuju Fearsome Enclave. Ombak yang bergulung ke arah pesisir pulau membantu tubuhnya mengambang cepat mencapai tepian. Ia hanya perlu sedikit bersembunyi di bawah permukaan laut, agar keberadaannya tak terlihat dari posisi Elijah.
Elijah dan para bajak laut itu masih di sana. Mereka kelihatannya terlibat dalam sebuah percakapan yang tak menyenangkan hingga peri laki-laki itu tampak melayangkan bogeman pada sang kapten. Lorelie menegang di tempatnya. Menanti reaksi sang kapten kapal setelah apa yang dilakukan oleh Elijah.
Para peri perompak berpakaian tunik lusuh, kecuali, tentu saja sang kapten, sontak membentuk formasi perlindungan mengitari kapten mereka, sementara peri laki-laki yang bertelanjang dada itu telah bersiap untuk kembali menyerang. Namun, salah satu sosok peri yang bertubuh paling besar tiba-tiba menghantam tengkuk Elijah. Lorelie menggeram tertahan di tempatnya, saat tubuh peri laki-laki itu akhirnya roboh. Harusnya Elijah dapat mengatasi itu semua seperti saat ia menghadapi Acromantula.
Lorelie lantas mengalihkan pandang, berusaha sekuat mungkin agar tidak mendekati pantai untuk menolong peri laki-laki itu. Jika ia tetap nekad juga, maka sudah dapat dipastikan Kapten Tribal akan menangkapnya dan menyiksanya hingga menangis. Bukankah ia tak akan pernah menangis dan menghasilkan mutiara seperti duyung lainnya?
Lorelie memaksa siripnya mengarungi lautan ke arah Bourbounaisse yang terparkir gagah di samping pulau. Benda besar itu bergerak pelan akibat gelombang dan tiupan angin, menciptakan bayang-bayang hitam samar di permukaan laut yang menghalangi cahaya matahari, saat gadis duyung itu berenang mendekati lambung kapal.
Untuk beberapa saat lamanya, Lorelie bergeming sembari mendongakkan wajah. Ia sedang menimbang dan mengamati benda besar yang mengambang di permukaan laut itu. Seutas tali tambang yang berbentuk tangga menjuntai hingga lambung kapal, bergoyang-goyang beberapa jengkal dari permukaan laut, mengilhami pikirannya. Memanjati tangga itu sunggah hal yang tak mungkin ia lakukan sekarang, terlebih tanpa tungkainya. Namun, ia harus berada sangat dekat dengan Bourbounaisse agar dapat menjalankan rencananya.
Layar-layarnya yang berwarna hitam yang sebagian bergulung dan sebagian lagi terkembang menantang angin membuat bulu kuduk si gadis duyung itu meremang. Selain itu, bendera merah yang berkibar pada puncak tertinggi di Bourbounaisse, cukup membuat Lorelie terintimidasi. Hatinya mendadak diliputi keraguan. Namun, sekali lagi, pilihannya hanya dua, menyelamatkan masa depannya dengan mempertaruhkan nyawa sekarang atau menghindari segala macam bahaya dan menjadi terkutuk selamanya.
Lorelie menggeleng. Ia berusaha meneguhkan hati, kemudian kembali berenang mengitari kapal besar yang berukuran hampir 50 kaki itu. Setelah menentukan sudut yang pas untuk menjalankan rencananya, gadis duyung itu berhenti, lalu kembali mendongak ke atas. Kali ini sebelah tangannya menggenggam segumpal rumput laut yang ia ambil dari tubuhnya, sementara tangan lainnya meraih kantung kerang yang menggantung di lehernya sebagai kalung. Lorelie mengeluarkan sejumput serbuk peri dari dalam sana, lalu membubuhkannya pada rumput laut di genggaman. Ia lantas merapal mantra dalam suara lirih sebelum meniupnya.
"Jadilah tali pengikat yang hanya dapat putus oleh kata-kataku!" Cahaya putih memendar dari rumput laut dalam genggaman Lorelie, perlahan membentuk sulur tanaman yang bergerak merambati lambung kapal hingga mencapai pagar pada buritan. Sulur rumput laut yang kini menyerupai tali tambang itu bergerak membentuk gulungan dengan simpul yang terikat pada pagar. Ujung sulur terakhir yang berada di dalam genggaman Lorelie kemudian bergerak membentuk ikatan pada pinggang Lorelie dengan simpul serupa. Duyung itu tersenyum sekilas, sebelum kembali menyelam ke dalam lautan.
⛵⛵⛵
Elijah terkesiap dan sontak membuka kelopak mata saat air dingin mengguyur tubuhnya. Peri laki-laki itu menggigil sesaat sebelum kesadarannya terkumpul sempurna. Netra birunya menangkap sosok Rage yang berdiri di hadapannya sembari menenteng sebuah gentong kayu berukuran sedang. Air menetes dari mulut gentong. Sudah dapat dipastikan jika peri elf bertubuh besar itulah yang melakukannya.
Elijah mengerang, menggeliat untuk bangkit. Kepalanya pusing karena guncangan kapal yang cukup kentara. Terlebih lagi, sesuatu terasa mengekang pergelangan tangannya dengan erat. Begitu juga sepasang tungkainya. Pada pergelangan kaki, seutas tali tambang melingkar ketat di sana hingga tubuhnya tak dapat bergerak. "Apa-apaan ini?!" Ia berteriak pada Rage yang tengah menatapnya dengan wajah tanpa ekspresi.
Rage bungkam. Sementara sesosok peri lainnya melangkah mendekat, lalu berjongkok tepat di hadapan peri laki-laki itu.
Kapten Tribal menyeringai. Gigi-gigi emasnya berkilauan di bawah terik matahari yang berada tepat di atas kepala Elijah. "Cenayangku mengatakan bahwa kau adalah salah satu pangeran dari Kerajaan Avery. Apakah itu benar?" Suara berat dan dalam itu bertanya dengan cukup lembut, tapi mematikan. Ia telah tahu segalanya dan pertanyaan itu terdengar seperti basa-basi yang berbahaya jika Elijah salah menanggapi.
Elijah baru menyadari jika salah satu gigi emas bagian atas sang kapten telah tercerabut dari akarnya, membuat penampilan Kapten Tribal menjadi cukup menggelikan. Dalam hati ia bersorak karena tinjuannya tadi berhasil merenggut salah satu benda penting bagi bajak laut itu. Namun, euforia kemenangan itu tak berlangsung lama karena sesaat kemudian ia bergidik kala mengedarkan pandangan ke sekitar buritan. Sebuah tonggak kokoh yang mencuat ke arah laut manarik atensinya karena sesosok peri yang terikat pada pangkal tiang. Ia si penembak! Kapten Tribal ternyata benar-benar mengumpankan peri malang itu kepada hiu.
Elijah menarik napas dalam-dalam, mengenyahkan gentar yang mulai menguasainya. "Kau sudah mengetahuinya, lantas untuk apa kau bertanya lagi." jawabnya sinis.
Seringai di wajah sang kapten seketika sirna. Ia mencengkeram rahang Elijah berang. "Sikapmu ini membuatku ingin menghunus pedang, Pangeran!" geramnya. Namun, tentu saja ia tak benar-benar menghunuskan pedangnya. Kapten Tribal memejamkan kelopak matanya sesaat, meredam emosi yang sepertinya mulai tersulut, sebelum melanjutkan kata-katanya. "Aku akan menawarimu sebuah kesepakatan, Pangeran. Jadi dengarkan baik-baik."
"Untuk apa aku membuat kesepakatan denganmu?" Elijah mengernyit. Sementara cengkeraman di rahangnya semakin mengetat. Perih menjalar ke pipi sang pangeran peri saat kuku-kuku tajam Kapten Tribal menggerus kulitnya.
"Kau akan tetap di sini sebagai tawananku. Maka, bersikap baiklah. Setelah perburuanku berakhir aku akan mengantarmu pulang dan meminta apa yang aku perlukan dari Avery. Kau mengerti?" desisnya.
Darah mengucur perlahan di puncak rasa nyeri pada pipi Elijah. Namun, ia tak peduli. Rasa sakit itu tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kemarahan yang kini bersarang di dalam dadanya.
"Aku tidak ada hubungannya dengan Avery!" bantah Elijah. Peri laki-laki itu menggerakkan wajahnya liar untuk melepaskan cengkeraman Kapten Tribal. Alih-alih terlepas, cengkeraman itu justru semakin kuat.
Elijah berusaha untuk tidak menjerit dengan mengetatkan rahangnya. Namun, kernyit di matanya terlampau jelas memperlihatkan perjuangannya untuk bertahan atas rasa sakit.
Kapten Tribal terbahak, lalu melepaskan cengkeramannya dengan kasar. Bercak darah Elijah menempel pada salah satu jarinya. Dengan gerakan dramatis, kapten bajak laut itu menghidu bau darah tersebut. "Bahkan aku dapat mengendus kebangsawananmu hanya dari setetes darah ini!" desisnya parau.
Elijah bergidik. Entah perasaannya atau apa, tetapi gigi-gigi emas itu rasanya terlihat lebih panjang dan meruncing. "Kau tidak akan mendapatkan apa-apa." Lagi-lagi ia berusaha menampik kesepakatan itu. Besar kemungkinan Avery tak akan memberikan apa pun untuk menebusnya, Elijah tahu pasti itu. Setelah pengasingan ini, ia telah meragukan ikatan darah yang dimilikinya dengan Raja Avery. Darah memang kental, tetapi campuran air laut cukup untuk mengencerkannya.
Kapten Tribal terlihat muak. "Apa kau mau kuumpankan pada Hiu seperti Ryle?!" hardiknya kehilangan kesabaran. Suaranya menggelegar. Ia lantas menggeser tubuhnya agar sosok sang penembak yang sedang berteriak-teriak sembari bergerak liar pada tonggak kayu di buritan itu terlihat. Tonggak yang menyangga tubuh malang Ryle perlahan bergerak turun ke arah lautan diiringi jerit ketakutan. Terlepas ada atau tidaknya hiu di bawah sana, jatuh ke dalam lautan lepas saat kapal sedang melaju cukup untuk membuat makhluk apa pun yang tak berasal dari air untuk mati. Kematian akibat tenggelam adalah kematian yang paling menyakitkan. Saat ini, Elijah tidak seputus asa itu untuk mati. Tidak, sebelum ia membalas dendam atas kutukan penyihir lautan dan mencari tahu siapa peri perempuan yang tenggelam bersamanya.
"Aku ingin mengajukan kesepakatan lain," kata Elijah pada akhirnya. Tubuh Ryle sudah tak terlihat lagi. Ia tak tahu pasti apakah peri malang itu sudah menjadi makanan hiu atau belum. Namun, ia sama sekali tak menyukai perubahan air muka sang kapten di hadapannya.
"Kau ingin mengajukan kesepakatan denganku? Apa yang kau tawarkan, hah?" tantang Kapten Tribal dalam suara rendah dan dalam. Matanya menyipit, mengejek Elijah lewat tatapan. "Aku hanya tertarik pada emas, Pangeran. Tak ada yang lebih berharga dari emas!" Sang kapten kembali memamerkan seringainya yang menyilaukan mata.
Emas? Elijah berpikir cepat, nencari sesuatu dalam memorinya yang terkait dengan emas. Pikirannya kembali melayang pada Istana Avery. Pada hari-hari di mana ia jatuh tertidur sementara Claude terus memaksanya untuk belajar. Berulangkali peri cenayang itu mengguncang bahunya, menepuk pipinya, tetapi Elijah kembali merebahkan kepalanya di atas tumpukan perkamen. Saat itu, Albert datang dan mengambil alih salah satu perkamennya, kemudian membacakan isinya dengan nyaring. Saking nyaringnya, Elijah merasa suara itu dapat masuk ke dalam mimpinya. Tanpa sadar, kala itu ia memimpikannya dan kini memori itu kembali terngiang.
Pada sebuah pulau yang terletak searah matahari terbit di Faeseafic, terdapat sebuah gunung yang perutnya menyimpan begitu banyak emas dan batu mulia. Konon katanya, emas dan batu mulia itu tak akan pernah habis meski diambil sebanyak apa pun. Kekayaan itu adalah milik para leluhur Kerajaan Avery dan selama ribuan tahun cerita mengenai kekayaan ini akhirnya menjadikan Avery sebagai satu-satunya kerajaan terbesar dan terkuat di Fairyverse. Namun, tak ada kekayaan tanpa penjagaan yang ketat. Gunung itu dijaga oleh seekor naga buta yang sakti mandraguna. Haruskah ia membawa kapten bajak laut yang haus harta ini untuk memastikan bahwa cerita itu benar adanya? Andai pun ia membawa para bajak laut ini ke sana, bukankah itu artinya ia mengkhianati keluarganya sendiri? Sementara anggota keluarga kerajaan Avery bahkan belum pernah mendatangi tempat itu.
"Aku bisa menawarkan emas yang lebih banyak, tapi kau harus mengembalikan milikku." Elijah akhirnya memutuskan.
Kapten Tribal terbahak. "Kau ingin mempermainkanku?! Kau pikir aku bodoh, Pangeran Kecil! Kau tidak berada dalam posisi untuk dapat meminta apa pun dariku!" Sang kapten berbalik melangkah menjauh, meninggalkan tawaran Elijah yang terdengar bagai omong kosong.
"Kepingan emas itu adalah kunci dari sebuah pintu rahasia The Mighty Mountain, pulau Phantom Enclave. Aku yakin kau pernah mendengarnya."
Langkah Kapten Tribal terhenti, lalu berbalik menatapnya tak percaya. "Pulau itu hanya mitos. Tak ada yang pernah menemukannya!"
Elijah meneguk ludahnya susah payah. Tentu, pun separuh hatinya masih menganggap cerita itu hanya sekadar mitos. Namun, ia harus menyelamatkan hidupnya. "Pulau itu milik leluhur kerajaan Avery, hanya raja dan turunannya yang dapat menemukan tempat itu."
Kapten Tribal memiringkan kepalanya. Namun, tatapan matanya yang tajam membuat Elijah sedikit gentar dan nyaris kehilangan kata-kata. "A-aku salah satu pangeran di Avery dan aku bisa menemukannya," ucapnya dengan nada suara menggantung di udara.
Pupil mata sang kapten melebar. Sekilas Elijah bahkan dapat melihat pendar serupa kilau emas pada netra karamel itu. "Kau akhirnya memiliki penawaran yang bagus." Kini ia menyeringai dan kilau emas itu benar-benar menyergap penglihatan Elijah.
Elijah mengernyit sembari mengangguk cepat.
Kapten Tribal tampak senang. "Baiklah. Rage, lepaskan ikatan pada tubuh tamu kehormatan kita. Pastikan Thomas memasak sesuatu yang istimewa dan menyajikan anggur paling mahal malam ini!" titahnya pada Rage semringah. Benar-benar perubahan mood yang sangat di luar dugaan. Sementara peri laki-laki bertubuh bongsor itu hanya mengangguk, masih tanpa ekspresi. Rage segera berlutut dan mulai melepaskan ikatan pada pergelangan kaki Elijah.
Tatapan sang kapten kembali teralih pada Elijah. Ia merogoh sesuatu pada kantung kecil yang terdapat di rompinya yang tak berkancing. Logam emas itu berkilauan diterpa sinar matahari tengah hari. "Aku akan menyerahkan ini ketika kita telah sampai di depan pintu The Mighty Mountain! Dan, saat aku mendapatkan emasnya, kau bukan lagi tawananku. Kita sepakat bukan, pangeran ... Err siapa namamu?"
Rage telah selesai melepaskan ikatan pada tungkai dan tangannya. Kini ia bisa berdiri dan menyejajarkan pandangan dengan Kapten Tribal. "Panggil aku Elijah," sahutnya. Sedikit kekesalan terselip dihatinya karena tak serta-merta mendapatkan logamnya kembali. Satu-satunya logam mulia yang menandakan kebangsawanannya. Namun, apa boleh buat, ia berada di tengah lautan, di atas kapal sesosok peri gila emas yang dapat mengumpankannya pada hiu kapan saja, maka ia akan mengikuti permainan sang kapten dan bertahan hidup selama mungkin.
"Bagus!"
Kapten Tribal menyeringai untuk yang terakhir kalinya, sebelum beranjak dari buritan. Begitu pula dengan Rage, peri bersurai keriting itu berlalu setelah mengangguk sekilas padanya. Sementara ia sendiri masih bergeming di sana beberapa saat lamanya hingga sekali lagi Rage muncul dan mengajaknya bergabung bersama kru bajak laut yang lain.
Jadi, di sinilah ia sekarang, di atas kapal Bourbounaisse yang legendaris itu. Kapal yang menjadi momok bagi seisi lautan dan para pemilik harta, menantang angin yang menyergap punggungnya. Riak air laut membuncah di belakang kapal besar itu meninggalkan jejak buih dan gelombang di belakangnya. Namun, entah mengapa ia tiba-tiba berpikir tentang Lorelie. Di mana duyung itu sekarang?
Tbc 🧜
Kuakui cerita ini semakin absurd dan sedikit keluar dari kerangka wkwkwk, semoga masih bisa dinikmati 🤣
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top