46. ⛵ Welcome Aboard!
Elijah berjalan mondar-mandir dengan gusar di dermaga menanti Lorelie, sementara para awak kapal tengah sibuk memasukkan dan menurunkan muatan ke dalam Borbounaisse. Kapal itu seperti halnya Phantom Enclave, tak luput dari badai semalam, terlihat dari sisa-sisa patahan kayu serta sobekan layar, gulungan tali tambang yang putus dan berserakan di geladak. Namun, berdasarkan cerita Thumbelily sebelum tangisnya pecah meratapi kepergian Kapten Tribal, seekor gurita besar membimbing kapal mereka melewati badai hingga berhasil menepi di pesisir The Phantom Enclave dengan selamat. Elijah menduga jika gurita besar itu adalah sahabat Lorelie.
"Dia akan segera kemari, jangan khawatir."
Suara sapaan sontak membuat Elijah berusaha keras menutupi kegusarannya. Punggung Elijah yang masih terasa sakit menegak, berpura-pura tenang, sementara pandangannya seolah mengamati keriuhan di atas Borbounaisse. Setelahnya, ia berbalik dan mendapati Bagherra tengah berjalan sendirian ke arahnya. Mulanya Elijah berniat mengacuhkan Bagherra, tetapi mengingat pertolongan peri laki-laki itu saat ia sekarat tadi malam, Elijah merasa harus berterima kasih.
Sang pangeran peri berdeham, memasang tampang ramah yang dibuat-buat. "Kau tidak ikut bergabung bersama mereka?" tanyanya canggung merujuk pada Borbounaisse.
Bagherra menghentikan langkah, menatapnya beberapa saat sembari menarik salah satu sudut bibir. "Tidak perlu berbasa-basi, Elijah, apa sebenarnya yang ingin kau tanyakan?"
Elijah berusaha menahan diri, meski kedua telapak tangan yang tersembunyi di sisi tubuhnya mengepal erat. Ia tidak boleh terpancing dengan sikap ketus Bagherra. Ia hanya perlu mengingat-ingat bagaimana peri laki-laki itu telah menyelamatkan nyawanya di saat kritis. Namun, jika Bagherra meminta untuk tidak berbasa-basi, ia akan menurutinya. "Sebenarnya, aku.... ingin berterima kasih," ucapnya susah payah. Egonya memberontak saat mengucapkan kata-kata sederhana itu, tetapi anehnya ia merasakan kelegaan hingga tanpa sadar senyum di bibirnya mengembang dengan tulus nyaris tanpa usaha.
Bagherra membelalak, lalu mengerjap. Untuk sesaat lamanya peri laki-laki itu terdiam. Barangkali tengah menilai keseriusan Elijah atau sedang mempertanyakan pendengarannya sendiri. Namun, kemudian peri laki-laki itu berhasil mengendalikan ekspresinya. "Untuk apa?"
Elijah tahu jika Bagherra hanya berpura-pura lupa atau memang belum mengingat kejadian saat mereka berhadapan dengan Andromeda. Setelah meneguk ludah sekali, Elijah lantas buka suara. "Kau menyelamatkan nyawaku saat aku terlempar dari The Mighty Mountain. Aku tahu jika kau yang memberikan serbuk peri padaku sehingga luka-lukaku tidak begitu parah. Sekali lagi, terima kasih karena telah menolongku," tuturnya pelan dan hati-hati. Sementara, di dalam kepalanya ia tengah berseteru dengan ego sendiri. Sekali lagi, Elijah merasakan jika mengucapkan terima kasih itu melegakan. Mengakui kebaikan orang lain atas dirinya sama sekali tidak membuat harga dirinya jatuh, justru sebaliknya.
Hening sesaat, sebelum akhirnya Bagherra menyunggingkan seulas senyum lebar. "Aku tidak menyangka jika kau bisa mengucapkan terima kasih padaku, Pangeran." Bagherra menjeda ucapannya. "Aku tidak melakukan apa pun, semangat hidupmulah yang telah menyelamatkanmu."
Kedua telapak tangan Elijah mengepal semakin erat. Dalam hati, berulangkali ia melafalkan peringatan pada dirinya sendiri agar tetap tenang, jangan terpancing dengan perkataan Bagherra. Setelah menarik napas berkali-kali sambil meneguk ludah, ia berusaha menimpali. "Aku tidak tahu jika kau adalah peri penyembuh."
Bagherra tergelak. "Tidak juga, aku sedikit mempelajarinya dulu di Agrodimor dari ibu Melarue," sahutnya bangga sembari memberi penekanan pada nama asli Lorelie. "Aku baru tahu jika kau adalah salah satu pangeran peri dari kerajaan besar di Fairyverse. Seharusnya aku menjaga sopan santunku padamu, andai saja aku tahu dari awal."
Giliran Elijah yang menyemburkan tawa. "Aku bukan lagi siapa-siapa di sana."
"Aku tahu. Aku telah mendengar semuanya tentangmu, termasuk pengkhianatan itu." Bagherra menusuknya dengan tatapan penghakiman.
Senyum di wajah Elijah sontak lenyap.
Belum sempat peri laki-laki itu mengucapkan apapun, Bagherra buru-buru menambahkan. "Tapi aku senang kau sudah berubah. Sepertinya Faeseafic telah mengajarimu banyak hal," sambungnya diiringi tatapan yang melembut. Peri laki-laki itu tersenyum dan kali ini Elijah benar-benar dapat merasakan ketulusannya.
Bagherra melanjutkan langkah, nyaris melewati Elijah. "Sekali lagi, terima kasih." Hanya itu yang dapat ia ucapkan ketika Bagherra akhirnya berlalu. Andai Elijah mengenal Bagherra cukup lama dan tidak ada Lorelie di antara mereka, barangkali kedua peri laki-laki itu bisa menjadi teman baik.
🌊🌊🌊
Matahari telah nyaris mencapai puncaknya saat langkah ringan setengah berlari menghampiri Elijah yang bergeming di dekat Borbounaisse bersandar. Langkah-langkah yang menapak pasir itu hampir tanpa suara. Rage telah beberapa kali memanggilnya untuk segera menaiki kapal, tetapi Elijah masih bergeming dan berdalih menanti kedatangan si gadis duyung. Pandangannya berganti-ganti menatap ke arah dua sisi pesisir yang langsung dijamah gulungan ombak sembari menerka dari sisi mana Lorelie akan muncul. Akan tetapi, Lorelie tak kunjung menampakkan diri.
"Elijah!"
Suara riang melengking itu akhirnya menyapa dari arah yang tak terduga. Elijah berbalik dan mendapati Lorelie berlari ke arahnya dengan sepasang tungkai.
Tidak, Elijah tidak salah lihat, meski telah mengucek matanya beberapa kali. Lorelie berada dalam sosok peri elf di siang hari. Tanpa sadar Elijah membuka mulut, terkejut. Namun, tak sepatah kata pun meluncur dari bibirnya.
Lorelie berhenti tepat di hadapannya dengan terengah-engah. Angin laut menerbangkan surai merahnya yang terlihat berkilauan diterpa matahari, sementara Lorelie sibuk menyeka rambutnya ke arah telinga agar tak menutupi wajah. Entah mengapa, wajah Lorelie terlihat jauh lebih cantik dari biasanya di mata Elijah saat itu, berseri dengan pipi bersemu merah. Peri perempuan itu lantas tertawa lepas dengan suara tawa yang membuat jantung Elijah berdetak lebih kencang.
"Kau tidak menyadarinya, Elijah?" tanya Lorelie riang. Peri perempuan itu memutar tubuh seolah sedang menari di dalam embusan angin laut. Butiran pasir memercik di sekitarnya bagaikan kembang api. Di mata Elijah, peri perempuan itu sangat indah.
Elijah diam sesaat, menimbang apa yang harus dikatakan. Tentu saja ia menyadari perubahan kentara pada diri Lorelie. Siripnya telah berganti dengan sepasang tungkai dan sisik-sisik pada kulitnya telah menghilang. Lorelie telah kembali ke dalam wujud aslinya sebagai Putri Melarue. Itu artinya kutukannya telah pupus. Seketika ia mengingat percakapan singkatnya dengan Bagherra. Elijah tentu saja merasa senang, tetapi sekaligus merasa khawatir. Apakah ini berarti Lorelie akan kembali ke Agrodimor bersama Bagherra?
"Kutukanmu ...."
Belum sempat Elijah menyelesaikan kata-katanya, Lorelie telah menghambur ke arahnya, memeluknya erat. Detik itu juga, Elijah merasa tubuhnya bagai tersengat belut listrik, sebuah energi menderanya hingga membuat tubuhnya seolah kaku. Pun jantungnya kembali bertalu kencang.
Lorelie melepas pelukannya, masih dengan gestur yang terlampau antusias. Setelah melihat keterkejutan yang kentara di wajah Elijah, Lorelie segera menyadari kesalahannya. "Maafkan aku. Aku terlalu senang," ucapnya dengan wajah memerah.
Elijah lantas menatap Lorelie cukup lama, setelah berhasil mengendalikan perasaannya.
"Kau marah?" Keceriaan Lorelie perlahan-lahan menguap berganti mendung was-was.
Tepat saat senyuman di wajah Lorelie hilang sepenuhnya, Elijah terbahak. "Wah, karena begitu senang, kau jadi mencuri sebuah pelukan dariku, ya, Tuan Putri?" ledeknya.
Lorelie sontak memberengut. "Kau mempermainkanku?!"
Elijah masih tertawa. "Selamat karena telah terlepas dari kutukan. Tujuan kita akhirnya sama-sama tercapai," tutur Elijah setelah tawanya reda. Kini ia menatap lurus-lurus pada netra biru Lorelie hingga membuat peri perempuan itu salah tingkah dan menundukkan pandangan. "Apakah Bagherra yang telah memberimu penawar itu?"
Pada awalnya Lorelie terlihat enggan menjawab, barangkali terlampau kesal akibat ledekan Elijah barusan. Akan tetapi, pada akhirnya peri perempuan itu mengangguk. Keceriaan telah kembali pada raut wajahnya, seolah Elijah tak pernah mengatakan apapun.
"Bagus sekali, aku tidak menyangka jika kemampuan penyembuhannya begitu hebat, bahkan mengalahkan trisula Andromeda." Peri laki-laki itu menepuk kantung kulit yang tersembunyi dibalik rompi kulitnya, merasakan siluet trisula itu di sana. Elijah lantas mengembuskan napas panjang penuh kelegaan. Namun, wajahnya mendadak diliputi mendung. "Ini berarti petualangan kita telah selesai. Aku merasa lega sekali. Aku senang kau telah kembali menjadi sosok aslimu."
Namun, tidak dengan Lorelie. Senyum peri perempuan itu perlahan memudar. "Petualangan kita telah selesai?" ulangnya getir. "Dan, apa maksudmu dengan sosok asli. Aku tetaplah diriku meski memiliki sirip."
"Bukan. Bukan begitu maksudku." Elijah mulai menyadari kesalahannya. "Apakah kau akan kembali ke Agrodimor bersama Bagherra?"
"Oh, kau ingin menanyakan itu, ya." Lorelie membuang pandangan lurus ke depan, menatap ombak yang menghantam badan kapal Borbounaisse, seolah sedang mencari jawaban di sana. Sejurus kemudian, ia menatap Elijah dengan wajah serius. "Tidak. Aku tidak akan kembali ke Agrodimor. Tidak ada apa-apa lagi di sana selain puing-puing kenangan yang hanya akan menimbulkan luka. Aku telah memiliki seluruh kenangan masa laluku di sini, ayah, ibu, serta Agrodimor," jelasnya seraya meletakkan telapak tangan di dada.
"Syukurlah." Elijah mengembuskan napas lega. Namun, nyatanya ia belum juga merasakan kelegaan. "Jadi, bagaimana dengan Bagherra?" tanyanya dengan suara tergagap.
Lorelie mengernyit. "Apa maksudmu dengan Bagherra?"
Elijah salah tingkah. "Maksudku begini, apakah dia akan mengikutimu atau kau yang akan mengikutinya?"
Ketnyitan di antara alis Lorelie semakin dalam. "Apa yang coba kau katakan? Mengapa begitu berbelit-belit?!" Sedetik kemudian sebuah seringai jahil terbit di bibir Lorelie. Matanya menyipit. "Kau cemburu pada Bagherra, ya, Pangeran?" ledeknya sambil tergelak.
Wajah Elijah memanas. Ia kehabisan kata-kata. Akan tetapi, ia tak dapat menyangkal apa yang dikatakan Lorelie. Tuduhan itu benar dan seketika membuatnya gelisah. Jantung Elijah tiba-tiba berdetak tak karuan. Ada sesuatu yang harus disampaikannya pada Lorelie atau ia akan menyesal selamanya. Elijah memang pernah jatuh cinta pada seseorang pada pandangan pertama, Chiara Wyatt, gadis manusia secantik musim semi. Akan tetapi, hal yang kini dirasakannya pada Lorelie sungguh berbeda, jauh lebih mendalam dan hadirnya secara perlahan. Ia tidak ingin kehilangan lagi. Tidak, terlebih karena ia telah menemukan apa yang selama ini dicari.
Setelah tawanya mereda, Lorelie menikmati sensasi pasir kering di bawah telapak kakinya, sementara Elijah tengah sibuk menyusun kata-kata terbaik di kepalanya agar tidak mendapat penolakan. Meski rasanya sangat mustahil jika Lorelie menolaknya, mengingat bagaimana peri perempuan itu selalu menggodanya.
Elijah berdeham beberapa kali, membuat atensi Lorelie tertuju padanya. "Aku ... Aku, sebenarnya aku ingin melewati lebih banyak petualangan lagi denganmu. Menjelajah Faeseafic hingga sama-sama kita temukan garis horizonnya. Dan, meski kau telah kembali menjadi sosok Putri Melarue, bagiku kau tetaplah Lorelie-ku, gadis duyungku," tutur Elijah dengan suara bergetar. Ia lantas berlutut seraya mengulurkan sebelah tangannya ke arah Lorelie. Tatapannya mengunci netra biru peri perempuan yang tengah kaget atas tindakannya itu. "Lorelie, bersediakah kau mengarungi Faeseafic bersamaku dan menjalani tahun-tahun penuh petualangan tanpa akhir?"
Lorelie terkesiap, melangkah mundur sembari menutupkan telapak tangannya ke mulut. Meski demikian, rona merah menyebar pada kedua pipinya. Peri perempuan itu menggeleng, tetapi tidak menolak. Tawa renyahnya terdengar malu-malu. "Apa yang kau lakukan---"
"Jawablah." Elijah menatapnya lekat-lekat.
Tawa Lorelie perlahan mereda ketika membalas tatapan sang pangeran peri. Ia lantas mengangguk pelan, sementara satu tangan terulur menyambut tangan Elijah dan menuntunnya berdiri. Mereka berdua saling bertukar senyum. Waktu seolah-olah berhenti berputar, meski Elijah tidak menggunakan kekuatannya, hanya suara ombak dan matahari tengah hari menjadi latar momen itu.
Namun, tiba-tiba suara dehaman Rage membuyarkan semuanya. Elijah dan Lorelie sontak melepaskan gandengan tangan mereka dengan gelagapan, lantas membuang pandangan ke sembarangan arah guna menyembunyikan wajah masing-masing yang memerah.
"Maaf jika aku mengganggu kalian," sela Rage dengan nada datar, lalu berdeham penuh wibawa.
"Tidak, kau tidak mengganggu, Rage." Elijah dan Lorelie mengucapkannya nyaris bersamaan.
"Aku hanya ingin menyampaikan jika Borbounaisse sebentar lagi akan berlayar. Kami menanti kalian di atas, karena begitu kapal bergerak, hal pertama yang akan kami lakukan adalah menabur abu Kapten Tribal ke lautan."
"Tentu saja," sahut Elijah seolah baru saja mengingat sesuatu yang penting. "Oh, iya. Dapatkah aku meminta sebuah bantuan setelahnya?"
Rage dan Lorelie tampak saling bertukar pandang dengan waspada sekaligus ingin tahu. "Katakan, Pangeran. Apa yang dapat kami bantu?"
Elijah merogoh sesuatu yang menggantung di pinggangnya di balik rompi kulit. Benda tersebut terbungkus selembar kain lusuh.
"Trisula Andromeda?" Lorelie langsung dapat mengenali benda tersebut. Sementara, Rage menatapnya dengan penuh tanya.
"Benar. Trisula ini adalah senjata terkuat yang sangat berbahaya. Aku tidak ingin diburu siapa pun karena memilikinya." Elijah menjeda kata-katanya lalu menatap Rage dan Lorelie bergantian, menilik reaksi keduanya. "Aku ingin mengembalikannya ke tempat kapten Tribal menyembunyikannya. Tolong, bawa aku ke sana, Rage," ucapnya bersungguh-sungguh.
Rage terpana. "Tetapi ini adalah Trisula Andromeda, tidakkah Anda tahu jika memilikinya berarti menjadi yang terkuat dan paling berkuasa di Faeseafic, Pangeran?"
"Aku tahu, Rage," sahut Elijah. Ia menghembuskan napas panjang. "Aku hanya sedang tidak ingin menjadi yang terkuat atau yang paling berkuasa. Aku tidak bisa ingin menguasai apa pun. Aku hanya ingin menjadi diriku sendiri dan berpetualang sebanyak mungkin."
Ada sorot bangga yang mendadak terpancar dari netra Rage. Peri laki-laki bertubuh bongsor itu lantas mengangguk takzim sembari menyunggingkan seulas senyum. "Tentu saja, Pangeran, jika Anda berkenan,"katanya. Rage lantas mengalihkan pandangan pada Lorelie, mengamati peri perempuan itu dari helai rambut hingga ujung kaki, lalu mengangguk. "Sepertinya kita tidak lagi memerlukan bak air di geladak, karena kulihat nona duyung telah memperoleh sepasang kakinya kembali. Eh, selamat, ya."
Lorelie tersenyum, lalu mengangguk. Ia bahkan pura-pura melebarkan gaun ke sisi kanan dan kiri sembari menekuk sebelah kaki, melakukan penghormatan ala Putri kerajaan. "Terima kasih, Rage," ucapnya riang.
Rage tersenyum kian lebar. "Baiklah, agaknya permasalahan di sini sudah beres. Mari naik ke kapal."
Rage berjalan dengan langkah gegas mendahului mereka menuju tangga kapal. Di belakangnya, Lorelie menyusul, setelah menatap Elijah sekilas. Sang pangeran peri mengangguk, mengikutinya dengan langkah pelan. Sebelum menaiki anak tangga, untuk terakhir kalinya, Elijah menoleh pada pulau kosong yang telah porak-poranda di belakangnya.
Saat meninggalkan Avery dulu, hati dan jiwanya terlampau kosong hingga ia merasa makhluk paling menyedihkan yang tidak memiliki apapun. Namun, sekarang, ketika ia meninggalkan Phantom Enclave, Elijah merasa telah menemukan banyak hal, meski nyatanya telah kehilangan dan harus merelakan. Hatinya terasa penuh, terlebih dengan Lorelie di sisinya, dan kru kapal bajak laut yang akan membersamai petualangan mereka. Elijah lantas mempercepat langkah, menyejajari Lorelie, lalu menggenggam tangan peri perempuan itu.
Lorelie menatapnya tak mengerti, tetapi kemudian tersenyum dan membalas genggamannya. Mereka berjalan beriringan menuju Borbounaisse.
TAMAT
Pontianak, 29 September 2021 pukul 10:38 WIB.
Huaaaa akhirnya Faeseafic tamat. Terima kasih banyak sudah membaca kisah Elijah dan Lorelie sampai selesai. Bagaimana pendapat kalian tentang kisah ini? Tolong, tinggalkan komentarnya di sini, ya.
Selanjutnya, aku akan melanjutkan Fairycrown sekaligus menulis cerita baru bertajuk supranatural-vampir-distopia berjudul ANOMALI. Silakan mampir jika berkenan. ❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top