44. ⚔️ Final Battle

Lorelie melihat semuanya, bahkan saat Elijah lebih memilih menghampiri sang ibu ketimbang mendapatkan trisula berharga itu lebih dulu. Namun, ketika pada akhirnya Elijah melangkah menjauhi ibunya, entah mengapa, Lorelie dapat turut merasakan kekecewaan yang agaknya memberatkan langkah sang pangeran peri. Meski tak dapat melihat kedalaman mata atau raut wajahnya kala itu, tetapi beban dan kesedihan terlihat jelas dari cara Elijah berjalan. Peri laki-laki itu bahkan tidak mempercepat langkah saat mengetahui Andromeda telah hampir mendapatkan trisulanya kembali.

Dan, bagi Lorelie, hal itu tidak bisa dibiarkan. Trisula itu adalah satu-satunya kesempatan untuk menyelamatkan jantungnya dan juga jantung Elijah. Ia bahkan berkesempatan membalas dendam atas kutukan terhadap kerajaan Agrodimor serta kedua orang tuanya.

Nyala di dalam dada Lorelie seketika memanas. Dendam bertahun-tahun silam kembali berkobar. Gadis duyung itu secepatnya berlari menyongsong trisula yang berpendar samar beberapa depa di hadapannya, mengabaikan bahaya tentakel Andromeda yang berkelindan di sekitar senjata paling berbahaya di seantero Faeseafic itu. Tujuannya hanya satu, yaitu mendapatkan trisula meski nyawa taruhannya.

"Elijah!" Setelah memastikan teriakan peringatannya tak mendapatkan respon dari Elijah, Lorelie semakin mempercepat larinya. Ia berpacu dengan pergerakan tentakel-tentakel Andromeda yang mulai menyadari keberadaan dan mengendus niatnya. Jangan sampai salah satu tentakel tersebut mencapai trisula lebih dulu atau kesempatan Lorelie untuk membalik keadaan hilang.

Alih-alih menghambat, tirai angin yang berpusar di sekitar keberadaan Andromeda itu justru memberikan dorongan yang lebih kuat bagi Lorelie untuk mendekat. Surai dan gaunnya yang tersibak tak ia hiraukan.

Tinggal beberapa langkah lagi mencapai trisula yang dikelilingi tentakel-tentakel, Andromeda mendadak menoleh, menangkap basah Lorelie. Sepasang netra berbeda warna itu berkilat penuh amarah. Tak ada lagi senyum kepongahan yang terbit pada bibirnya yang menghitam. Luka-luka kecil dan lelehan darah yang mengering menambah kengerian paras itu. Andromeda lebih mirip seekor monster ketimbang makhluk laut keturunan siren. Salah satu lengan Andromeda telah terulur ke arah timbunan pasir dengan posesif, sementara tubuhnya perlahan membungkuk turun. Pendar yang lebih terang memancar dari trisula yang sebagian tertimbun pasir, seolah menyambut kedatangan sang pemilik.

Pada detik-detik kritis itu, Lorelie merasakan tubuhnya tiba-tiba menggigil. Bukan rasa takut yang membuatnya demikian, melainkan adrenalin yang terpacu sekaligus ledakan antusiasmenya sendiri. Kegagalan telah terpampang di depan matanya, trisula itu telah nyaris diraih Andromeda. Sembari mengambil ancang-ancang dengan salah satu tungkai menapak keras di atas pasir, akhirnya Lorelie memutuskan untuk melakukan lompatan. Jika ia tak mampu mendapatkan trisula itu tepat waktu, maka Andromeda pun tidak boleh mendapatkannya.

Sementara, Andromeda yang tak menyangka akan tindakan nekad Lorelie membelalak seraya menghentikan gerakan, menunggu apa yang akan terjadi. Ia menegakkan tubuh, menarik kembali jari-jarinya yang nyaris menggenggam trisula. Kemarahan semakin berkobar di matanya. Dua tentakelnya lantas terangkat ke udara bersiap menyambut tubuh ringkih Lorelie sekaligus bahkan membinasakannya dalam satu lilitan ketat. Makhluk mengerikan itu meraung garang.

Namun, sesuatu tiba-tiba terjadi. Andromeda dengan dua tentakel terangkat tinggi dan Lorelie yang melompat tanpa rasa takut ke arah makhluk itu mendadak berhenti, seolah membeku di udara. Begitu pula dengan suara-suara dan aktivitas di sekitar mereka yang mendadak hilang, semuanya bergeming. Lorelie merasa keadaan ini begitu familier.  Sekilas gadis duyung itu melirik dalam keremangan suasana saat sebuah cahaya terang membelah kegelapan, memancar dari telapak tangan Elijah.

🏔️🏔️🏔️

Meski telah melakukannya berkali-kali, Elijah tetap takjub melihat bagaimana energi dari telapak tangannya yang berhasil membekukan segala sesuatu di sekitarnya. Elijah masih belum menyadari hingga kini kekuatan seperti apa yang dimilikinya. Katakanlah jika ia dapat mengendalikan waktu, menghentikan segala sesuatu yang tengah bergerak selama beberapa saat, meski ia tidak tahu pasti seberapa besar kemampuan itu dapat menjadi kekuatan baginya. Namun, setidaknya, Elijah dapat memanfaatkan kemampuannya untuk mencegah Andromeda yang akan melukai Lorelie saat itu.

Di hadapan Elijah, Andromeda yang bergeming bahkan terlihat jauh lebih mengerikan dari sebelumnya. Dua tentakelnya mengembang  di sisi tubuh dan terangkat ke atas, siap menyerang Lorelie yang sedang melayang ke arahnya dengan ceroboh. Sementara, tentakel-tentakel lainnya berkumpul membentuk lingkaran yang mengitari trisula, melindungi senjata itu dengan posesif.

Pandangan Elijah berganti-ganti, dari Lorelie yang tengah mengambang di udara dan pada trisula berpendar yang terbenam di dalam pasir. Ia sedang menimbang mana yang harus diselamatkan terlebih dahulu. Kebekuan itu tidak akan berlangsung lama dan tidak akan ada cukup waktu untuk menyelamatkan keduanya.

"Ambil trisulanya!" Dari kejauhan Minerva mendesis dengan penuh penekanan. Meski berada di kejauhan, suara peri perempuan itu seolah diucapkan dalam jarak yang sangat dekat. Andai saja hati Elijah tidak hancur berkeping-keping, ia pasti sudah melakukan titah superior itu. Namun, keadaan kini berbeda.

Elijah mengepal kedua telapak tangannya kuat-kuat, memejamkan kelopak matanya sekilas, berusaha mengusir ucapan yang datang bersama tiupan angin. Ia sama sekali tak memandang ke arah sang ibu. Pun ia berharap dapat berpura-pura tak mendengarkan ucapan itu. Setelah membulatkan tekadnya, sang pangeran peri lantas menentukan pilihan.

Bertumpu dengan satu kaki, Elijah melompat ke udara, lalu meraih tubuh Lorelie ke dalam pelukannya. Di belakangnya, suara umpatan Minerva terdengar begitu kasar dan menusuk. Akan tetapi, Elijah tak peduli. Seulas senyum samar tersungging di bibirnya karena merasa telah memenangkan sesuatu dari sang ibu. Begitu Elijah berhasil membawa Lorelie menjejak pasir, detik itu juga segala sesuatu di sekitar mereka kembali bergerak.

Andromeda melolong penuh kemarahan saat dua tentakelnya hanya menghantam pasir. Sementara, tentakel lain refleks bergerak dengan brutal mencari Lorelie yang luput dari serangan. Butiran pasir dan kerikil memercik ke udara setiap kali ujung tentakel hanya menghantam permukaan tanah.

"Terima kasih karena telah menyelamatkanku." Lorelie akhirnya buka suara, setengah berbisik. Kelegaan jelas terpancar dari paras pucatnya.

Elijah hanya mengangguk sekilas sebagai jawaban karena pada detik berikutnya, sebuah tentakel nyaris menghantam mereka. Elijah dan Lorelie jatuh berguling ke atas pasir untuk menghindar. Namun, tentakel lainnya kembali menyerang secara bertubi-tubi hingga membuat mereka nyaris kewalahan. Belum sempat keduanya bangkit berdiri dengan sempurna, tentakel lain kembali menyerang. Kedua peri itu kembali jatuh terguling.

"Kita harus berpencar!" seru Lorelie di antara napasnya yang terengah. Ia bangkit seraya menepis pasir dari gaunnya. "Dia mengincarku, jadi biar aku yang hadapi."

Elijah berdecak sembari menggelang. "Jangan bodoh, Lorelie! Kau bisa saja mati terbunuh libasan tentakelnya."

"Kau terlalu meremehkanku, Pangeran! Aku bisa mengatasinya. Rebutlah trisula itu. Hanya itu kesempatan kita untuk mengalahkannya."

Raut wajah Elijah berubah. "Kau juga menyuruhku mendapatkan trisula itu, ya?"

Lorelie kini menyadari kesalahan ucapannya. Akan tetapi, belum sempat ia membalas ucapan sang pangeran peri, salah satu tentakel Andromeda kembali menyerang mereka. Kali ini serangan tersebut membuat Elijah dan Lorelie terpisah. Gadis duyung itu berguling ke arah tumpukan batu kerikil, sementara Elijah berguling ke arah pasir yang lebih landai. Sebagaimana yang diperkirakan Lorelie, Andromeda kembali fokus menyerangnya.

Melihat serangan brutal Andromeda yang bertubi-tubi, Elijah tentu saja tidak dapat menuruti saran Lorelie begitu saja. Meski saat itu memang merupakan satu-satunya kesempatan bagi mereka untuk membalik keadaan, tetapi Elijah tidak dapat membiarkan Lorelie tersiksa seorang diri, mempertaruhkan nyawanya. Netranya berganti-ganti menatap Lorelie dan trisula yang terletak berseberangan.

Sang pangeran peri lantas mencabut salah satu belati cadangan yang terikat pada sepatu bootnya dan mulai menyerang salah satu tentakel Andromeda. Setelah beberapa kali menorehkan sabetan pada tentakel-tentakel Andromeda yang tentu saja tidak memberikan dampak rasa sakit yang kentara dan berjuang menghindari serangan, Elijah akhirnya berhasil menancapkan belati pada satu tentakel Andromeda yang nyaris menyerang Lorelie.

Makhluk itu melolong jeri saat darah segar mengucur dari luka tusukan yang menganga. Setelah membenamkan belatinya sedalam mungkin untuk beberapa saat, barulah Elijah mencabut benda itu sembari menghindari serangan tentakel lain. Ia berlari menghindar dan beberapa kali tersandung bongkahan tanah saat tentakel-tentakel menjulur ganas ke arahnya.

"Terkutuk kau Elijah!" jerit Andromeda dengan suara paraunya yang memenuhi Phantom Enclave.

Tindakan Elijah rupanya menyebabkan kemarahan sang penyihir lautan tak terbendung lagi. Makhluk itu melolong semakin kencang hingga angin turut menggila. Dedaunan dan ranting pohon terlepas dari dahan masing-masing dan berhamburan ke udara, sementara pohon-pohon yang berakar rapuh tercerabut dari tempatnya tumbuh. Di tengah lautan, suara ombak yang menggelegak terbawa angin hingga menebar teror ke segenap penjuru Phantom Enclave. Seluruh Faeseafic seolah memberi respon terhadap kemarahan sang penyihir lautan. Setelah gagal menyerang Elijah maupun Lorelie, Andromeda mulai mengabaikan merela lalu menoleh pada gundukan pasir yang memendarkan cahaya. Di sanalah trisulanya terbenam dan ke tempat itulah tujuan sang penyihir. Ia menarik tentakel-tentakelnya mundur, kemudian menjulurkannya ke arah trisula.

Dalam sekali sentakkan, tentakel Andromeda berhasil mencabut trisulanya dari timbunan pasir. Pendar batu permata pada tiga puncak trisula itu menyala, menerangi kegelapan The Mighty Mountain yang porak poranda. Suara lolongan yang semula memenuhi tempat itu berganti dengan tawa yang pecah nan menggelegar. Akan tetapi, tawa Andromeda seketika terbungkam ketika Minerva yang entah sejak kapan telah berada di belakangnya, kemudian mendadak menancapkan sebilah belati pada punggungnya.

Elijah membelalak, terlampau syok untuk mengalihkan pandangan dari pemandangan mengerikan itu, terlebih dengan keberadaan Minerva di sana.

Andromeda kembali melolong dengan suara melengking tinggi. Jelas sekali jika makhluk itu kesakitan. Trisula yang telah berada dalam genggamannya terlepas, berguling menuju bagian pesisir berpasir landai. Dengan gerakan refleks, seluruh tentakel Andromeda melilit Minerva guna memberangus rasa sakit, sementara satu lengannya mencabut belati yang berlumuran darah dari punggung.

Tubuh Minerva terangkat tinggi, tercekik dari leher hingga ke mata kaki. Namun, alih-alih kesakitan, peri perempuan itu malah tertawa puas, meski suara tawa itu pada akhirnya terbungkam saat nyawa meregang.

"Ibu!"

Elijah berlari secepat mungkin, lalu menerjang Andromeda tanpa berpikir panjang. Ia memang kecewa terhadap sang ibu, tetapi bagaimana pun peri laki-laki itu tidak akan pernah bisa membencinya. Serangan Andromeda kepada Minerva membangkitkan sesuatu yang tertidur lama di dalam dirinya. Elijah meradang dan ingin membalas dendam.

"Elijah! Tidak!"

Jeritan Lorelie yang memperingatkan Elijah terdengar jauh. Cahaya trisula yang berpendar lebih terang bahkan tak berhasil menyinari pandangan sang pangeran peri yang gelap. Elijah menyerang Andromeda dengan tangan kosong; memukul, menendang, mencakar dengan brutal, membuat sang penyihir lautan akhirnya mengendurkan lilitan pada tubuh Minerva. Tubuh kaku itu terlepas dari ketinggian menghantam pasir. Sebagian besar tentakel itu kini beralih menyerang sang pangeran peri.

Elijah merasakan tubuhnya mulai dililit semakin lama semakin kencang. Tubuhnya terangkat ke udara seolah siap untuk dihempaskan kapan saja dari ketinggian. Elijah menggeliat, memberontak sebisanya agar dapat lolos dari lilitan, meski sia-sia. Sementara, di sisi lain, dua tentakel kembali melilit tubuh Minerva yang terkulai tak bergerak, meremukkannya sekali lagi. Sesuatu di dalam dada Elijah mendidih. Peri laki-laki itu berusaha keras meloloskan diri dari lilitan tentakel dengan berbagai cara, tetapi alih-alih terlepas, lilitan itu justru semakin mengetat setiap kali ia berusaha memberontak. Elijah terjebak dalam keadaan itu untuk beberapa saat lamanya.

Tiba-tiba beberapa anak panah dan tombak melesat ke arah Andromeda dari posisi yang bahkan sulit tertangkap penglihatan Elijah. Namun, embusan angin kencang lantas membawa suara-suara familier itu ke telinga sang pangeran peri. Ia mengenali mereka dan pada titik itu, ia merasa tidak lagi sendirian. Bagherra, Rage serta beberapa awak kapal Borboubaisse yang tersisa rupanya datang di saat yang tepat.

Anak panah dan tombak yang menyerang Andromeda tadi berhasil memecah atensi makhluk itu. Beberapa tentakelnya yang melilit Elijah terlepas, sebagian karena terluka, sementara sebagian lainnya berusaha menyerang para pengacau.

"Lari dan menghindarlah!" teriak Bagherra pada rekan-rekannya yang lain begitu melihat beberapa tentakel mulai menjulur ke arah mereka.

Dari ketinggian, Elijah dapat melihat sebarisan peri elf berlari kocar-kacir saat tentakel besar menghantam pasir bak pohon tumbang. Tentakel-tentakel lain lantas menyusul dengan serangan bertubi-tubi. Rage dan seorang bajak laut lain terlihat jatuh tersungkur di atas pasir, sementara salah satu tentakel Andromeda bersiap menghantam mereka. Dan, ada lebih banyak teriakan, ketakutan, dan kesakitan lebih dari yang pernah Elijah bayangkan. Ia telah melibatkan para bajak laut dalam pertarungannya dan itu membuatnya menyesal.

Elijah lantas memalingkan wajah, menolak melihat lebih banyak. Pemandangan barusan telah cukup memberinya kekuatan dan kebulatan tekad. Kini tinggal satu tentakel yang melilit tubuhnya dan juga tubuh Minerva yang terbujur kaku. Kesempatan ini tak boleh ia sia-siakan, terlebih saat ini fokus Andromeda terpecah karena sibuk memburu Lorelie dan para bajak laut. Dengan usaha lebih keras, Elijah menggerakkan tubuhnya hingga satu lengannya berhasil lolos dari lilitan.

Sang pangeran peri memfokuskan pikiran seperti yang sebelumnya ia lakukan. Ia merasakan energi panas yang perlahan memenuhi sekujur tubuhnya hingga bermuara ke permukaan telapak tangan. Dalam sekali kedipan mata, energi besar itu keluar dan menghentikan pergerakan di sekitarnya. Kali ini, Elijah tidak berhenti untuk sekadar mengagumi kekuatannya, ia harus bergerak cepat karena ada banyak nyawa yang akan jadi taruhan.

Dengan mudah Elijah dapat meloloskan diri dari lilitan tentakel yang tengah membeku itu, lalu melompat turun. Tanpa membuang waktu lagi, Elijah bergegas menuruni permukaan pasir yang lebih landai, melewati Andromeda yang hanya berjarak dua lengan peri dewasa darinya, kemudian meraih trisula sang penyihir lautan ke dalam genggaman. Benda itu terasa sedingin es begitu bersentuhan dengan permukaan kulit Elijah. Pendar cahaya pada ketiga puncaknya menjadi lebih terang. Elijah tersenyum sembari menatap senjata di dalam genggamannya, lalu mengacungkannya tinggi-tinggi, beginilah rasanya memegang kuasa.

Tepat saat Elijah menoleh ke balik punggungnya, segala sesuatu kembali bergerak dan bersuara sebagaimana mestinya.

"Tidak! Kembalikan trisulaku! Milikku!" Andromeda meraung begitu menyadari jika Elijah telah berhasil mendapatkan sumber kekuatannya. Kemarahannya menjadi semakin tak terkendali. Tentakelnya bergerak liar, menerjang apa saja yang ada di sekitar. Ia melangkah maju mendekati Elijah dengan langkah berat.

Elijah membalasnya dengan seulas senyum penuh kemenangan. "Rebutlah dari tanganku jika kau bisa!" tantangnya. Peri laki-laki itu perlahan-lahan memundurkan langkah, memberi jarak yang tepat di antara dirinya dan Andromeda. Kemudian, pada waktu yang telah diperhitungkan, Elijah mengayunkan trisula ke udara sebelum mengarahkannya pada Andromeda.

"Katakan apa permintaan terakhirmu?" tanyanya dengan gaya dan intonasi yang teatrikal.

"Tidak! Tidak! Kembalikan milikku!"

Tiga batu permata yang bertakhta di puncak trisula memancarkan cahaya terang, membentuk garis-garis lurus yang memanjang, merambati langit seumpama kilat ketika hujan akan turun. Langit mendadak menjadi lebih terang, sementara pusaran angin mereda. Di kejauhan, lautan masih bergolak, membawa gulungan ombak yang besar-besar menyapu pesisir.

Andromeda terpaku bagai pesakitan, begitu pula makhluk-makhluk lainnya di sekitar tempat itu. Semuanya menanti kekuatan yang akan dioertunjukkan oleh trisula sang penyihir lautan. Garis-garis cahaya yang semula merambah langit secepat kilat meluncur turun ke arah Andromeda. Kemudian, percikan listrik dan api serta-merta membakar makhluk itu diiringi lolongan jeri. Dalam sekali kedipan mata, tubuh besar dengan tentakel-tentakel mengerikan itu mendadak hancur memecah jadi  air laut. Pada satu titik air laut itu mengalir keluar menuju pantai, menuju tempatnya bermula yaitu Faeseafic.

Andromeda Aerendyl, sang penyihir lautan yang gemar memakan jantung para keturunan raja itu akhirnya binasa.

Bersamaan dengan cahaya pada trisula yang meredup, langit gelap dini hari di the Phantom Enclave lantas memuntahkan hujan. Sementara, Elijah yang kelelahan jatuh berlutut di atas kedua kakinya. Tangannya gemetar menggenggam trisula yang kini terasa hangat. Pandangan Elijah lantas menyisir pemandangan porak-poranda di hadapannya; reruntuhan the Mighty Mountain, pasir dan bebatuan yang basah, dan Minerva yang terkulai tak bernyawa. Sesak kembali menghantam dada sang pangeran peri hingga pada akhirnya meluruh jadi air mata. Di dalam hujan dini hari itu, Elijah meluapkan tangisnya.









Pontianak, 16 September 2021. Pukul 23.27 WIB. Note: revisi 24 September. Posting: 24 September 2021 pukul 14:22 WIB

Hai aku update lagi. Sisa 2 chapter terakhir akan aku posting sekaligus ya. Terima kasih sudah mampir ❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top