40. 🧝A Mother's Grief

"Kau?!"

Elijah merasakan tubuhnya mendadak kaku dan dunia di sekitarnya berhenti berputar saat sosok tinggi besar yang muncul dari kegelapan itu menyibak jubahnya perlahan. Wajah itu, wajah kelam yang tidak akan pernah ia lupakan seumur hidup, sosok yang akan ditemuinya untuk menghaluskan kutukan, ternyata telah menemukan keberadaannya lebih dulu.

Suara tawa yang dalam dan mengintimidasi terdengar sebagai jawaban atas keterkejutan Elijah. Sosok dari balik kegelapan itu maju selangkah dari balik bayang-bayang yang tercipta akibat cahaya samar dari celah pintu gua. "Kau pasti tidak menyangka, jika aku yang menemukanmu lebih dulu." Saat jubah gelap itu sepenuhnya tersibak, tentakel-tentakelnya terekspos dan bergerak liar di sekitarnya. Andromeda Aerendyl berdiri di sana sembari menyeringai.

"Bagaimana ... Mengapa kau bisa berada di sini?" Elijah yang sepenuhnya belum pulih dari keterkejutan kembali bertanya. Sementara, sebelah lengannya bergerak aktif menggapai ke sekitar mencari trisula sang penyihir lautan yang sempat terlepas dari genggamannya.

Tawa Andromeda kembali meledak, membahana, memantul-mantul pada dinding-dinding gua yang lembab. Elijah merasakan bebatuan yang menyusun gua itu bergetar samar. "Pertanyaan yang bagus!" Makhluk itu menjeda ucapannya sedetik untuk mengamati Elijah, sebelum melanjutkan. "Aku rasa, kau pasti bisa menebak dari mana aku mendapatkan kunci untuk masuk ke tempat ini dan menghabisi sesosok peri cahaya yang menjaga seluruh kekayaan kalian ..." Andromeda kembali berhenti. Kini pandangannya mengitari seisi gua, lalu menoleh sekilas pada kegelapan yang tertinggal di belakangnya. "Bisakah kau menebak siapa yang memberikan kunci ini padaku, Pangeran Elijah?"

Andromeda menekan ucapannya pada kata 'pangeran', hingga membuat tubuh Elijah gemetar hebat. Ia tidak pernah memberitahu siapa pun mengenai jati dirinya, kecuali kepada Tribal dan beberapa awak kapalnya. Pengetahuan Andromeda membuatnya berpikir tentang kemungkinan-kemungkinan bagaimana penyihir lautan itu memperolehnya. Lagi pula, tidak ada satu peri pun yang memiliki kunci untuk masuk ke tempat ini, selain kerabat dan keturunan Avery yang memiliki garis hubungan dekat dengan raja. Selain dirinya, sang ibu adalah sosok lain yang juga memiliki kunci The Mighty Mountain.

Elijah melotot. Apakah Andromeda mencuri dari ibunya? Apakah ketiadaan Minerva saat ini berhubungan dengan Andromeda?

"Apa kau mencurinya dari ibuku? Katakan! Di mana ibuku?" tudung Elijah dengan suara tajam.

"Oh, aku tidak mencurinya, Pangeran. Ibumu memberinya secara sukarela padaku. Barangkali dia menaruh dendam kepada Kerajaan Avery dan menginginkanku untuk membalas mereka," ucap Andromeda enteng.

Pangeran peri itu melotot. Fakta yang diungkapkan Andromeda barusan membuat kecurigaannya semakin bertambah-tambah. Entah mengapa, Elijah refleks mengingat sang ibu yang hingga detik ini bahkan masih belum ditemukan keberadannya. Akan tetapi, rasanya mustahil jika Minerva, sesosok ratu kegelapan dengan kedigdayaan luar biasa menyerahkan kunci The Mighty Mountain kepada Andromeda. Ibunya boleh saja menyimpan dendam kepada Kerajaan Avery, tetapi memberikan kunci kekayaan bangsa peri sungguh bukan gaya sang ibu.

"Di mana ibuku?!" hardik Elijah yang emosinya kian tersulut. Tepat di saat bersamaan, sebelah lengan Elijah yang berada di balik punggung akhirnya berhasil mencapai gagang trisula. Digenggamnya benda itu erat-erat, bersiap untuk mengayunkannya pada Andromeda.

Namun, lagi-lagi sang penyihir lautan seolah menyadari apa pun yang dilakukan oleh Elijah, meski sembunyi-sembunyi. Satu tentakelnya terulur lebih cepat, meraih ujung dagu pangeran peri itu dan membuatnya mendongak dengan kasar. "Kau ingin tahu di mana ibumu? Serahkan milikku lebih dulu!" titahnya dalam suara tajam.

Elijah tidak menjawab. Akan tetapi, sekujur tubuhnya sontak menegang waspada. Sebelah lengannya yang tersembunyi di balik punggung menggenggam gagang trisula dengan kencang seolah benda itu dapat terlepas dengan sendirinya. Ia tidak akan menyerahkannya. Tidak, sebelum Andromeda memberikan informasi tentang Minerva. "Ambil kalau kau bisa, Bedebah!" tantang Elijah. Pangeran peri itu bergegas bangkit dari posisinya kemudian memasang kuda-kuda.

Andromeda menggeram marah seraya menarik tentakelnya dengan kasar dari dagu Elijah. Sang penyihir lautan tampak sekuat tenaga sedang menahan diri. "Tidakkah kau lihat apa yang bisa kulakukan terhadap elf cahaya penunggu tempat ini?" tanyanya dengan nada mengancam. Andromeda menggeser tubuhnya hingga lorong gelap yang tersembunyi di baliknya terkuak.

Elijah dapat melihat sesosok berjubah putih dengan aksen keemasan tergeletak beberapa langkah dari Andromeda. Meski tidak dapat melihat noda darah dengan jelas dari tempatnya berdiri, tetapi pangeran peri itu yakin jika elf cahaya penunggu gua itu benar-benar telah binasa.

Rahang sang pangeran peri mengetat. Ketakutan menyusup perlahan dalam benaknya, tetapi ia tak boleh kalah oleh gertakan Andromeda. Sekali lagi, digenggamnya trisula itu erat-erat. "Katakan dulu di mana ibuku?!"balasnya.

Andromeda Aerendyl menyeringai.

Sementara Elijah masih bergeming di tempat, Andromeda melangkah perlahan dalam senyap yang intimidatif. Tentakel-tentakelnya mengembang dan bergerak liar di sisi kanan dan kiri tubuhnya. "Serahkan milikku ...." desisnya parau tak mengacuhkan permintaan Elijah. Wajahnya seketika mengelam.

"Apa ini ... yang kau maksud dengan milikkmu?" Elijah pura-pura bertanya seraya melangkah mundur. Ia menatap trisula Andromeda di dalam genggamannya yang mulai memendarkan cahaya, lalu mengalihkan pandangan pada Andromeda yang melotot penuh minat ke arah senjatanya. "Aku pikir ini hanya trisula biasa ..." Peri laki-laki itu mulai mengayunkan puncak trisula ke udara.

"Jangan bermain-main dengan senjataku, Pangeran Kecil!" Andromeda berteriak berang. Dalam gerakan yang sangat cepat, dua tentakelnya terulur, lalu mencekik leher Elijah.

Tubuh pangeran peri laki-laki itu terangkat ke udara tanpa perlawanan. Di sela-sela napasnya yang tersengal, Elijah mengangkat trisula itu tinggi-tinggi sembari menggerakkannya dengan liar guna menghindari tentakel-tentakel Andromeda yang mengincar di sekitar. Puncak trisula itu berpendar kian terang hingga puncak-puncaknya menciptakan sebuah bola cahaya. Dalam sekali kedipan mata, bola cahaya itu melesat, menyasar salah satu tentakel sang penyihir lautan.

Andromeda berteriak dalam lengkingan tinggi saat bola cahaya itu meledak dan berhasil melukai satu tentakelnya. Cengkeraman dua tentakel lainnya di leher Elijah refleks terlepas. Asap putih tipis mengepul dari tentakelnya yang gosong kehitaman, menguarkan aroma daging bakar yang memuakkan. Tubuh sang penyihir ambruk sesaat. Senjata rupanya telah memakan sang tuan.

Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Elijah. Ia bergegas berlari menjauhi musuhnya, menuju lorong gelap yang dilewatinya saat masuk ke dalam gua. Namun, baru beberapa langkah, tubuhnya kembali tertarik dan terangkat ke udara. Lilitan tentakel Andromeda kembali mengekangnya. Kali ini tidak hanya ditarik, tubuh Elijah dibanting ke arah dinding gua dengan keras. Elijah menjerit jeri saat punggungnya merasakan nyeri ketika menghantam permukaan dinding gua yang tidak rata. Tentakel itu lantas melepaskan lilitan dan membiarkannya merosot jatuh begitu saja.

Elijah masih tergeletak menahan nyeri saat sosok Andromeda Aerendyl mendekat, keluar dari bayang-bayang gelap tempat ia jatuh terduduk akibat serangan trisulanya sendiri. Raut wajah sang penyihir lautan terlihat jauh lebih bengis dari sebelumnya, tidak ada seringai mengejek yang terbit di sana. "Jangan bermain-main denganku, Elijah. Aku tidak segan-segan untuk menghabisimu. Dan, itu adalah tujuanku. Jantungmu terlihat sangat menjanjikan!" desisnya.

"Jan-jantungku?" Elijah tergagap. Bulu kuduknya sontak meremang. Pangeran peri itu kembali mengingat salah satu sesi membacanya dengan Pangeran Claude di suatu senja mengenai kebiasaan siren memakan jantung untuk mengabadikan kekuatan dan kemudaan paras mereka. Jika kematian karena pertarungan memberi setiap diri kehormatan, maka kematian akibat jantung yang dimangsa siren akan meninggalkan rasa sakit yang panjang, lama, serta sesal yang tak berujung. Jiwanya akan mati direnggut jiwa iblis sang siren. Mereka akan merenggut inti sari kehidupanmu hingga kering, setelah memberimu sedikit perasaan diinginkan yang menyakitkan. Kematianmu akan dimanipulasi, bahkan sebelum engkau menyadari jika hidup akan segera berakhir.

Andromeda Aerendyl menyeringai. Sepasang tungkainya yang berbalut kulit bersisik serupa ikan yang tidak pernah Elijah sadari sebelumnya berjalan mendekat. Bunyi hentakan samarnya membangun ritme ketegangan dengan sempurna. "Seumur hidup aku hanya merasakan jantung para bangsawan dari Faeseafic. Sensasi jantung bangsawan Avery pasti sedikit berbeda, bukan?" gumamnya pada diri sendiri. Netra ungu sang penyihir lautan menggelap oleh hasrat.

Elijah memaksa tubuhnya untuk bangkit, meski beberapa ruas tulang rusuknya terasa amat nyeri seperti terdapat bagian yang patah. Peri laki-laki itu berhasil duduk, meski posturnya tidak begitu tegak sempurna. Sebelah lengannya yang menggenggam trisula seolah memberinya kekuatan untuk bangkit. Ia tidak mengetahui seberapa kuat senjata milik Andromeda, tetapi setidaknya benda itu akan memberinya sedikit pertahanan.

Andromeda merangsek maju. Delapan tentakelnya mengembang di sisi tubuh membuat sosoknya terlihat mengerikan. Sebelum Elijah sempat memasang kuda-kuda, sang penyihir lautan telah lebih dulu mengulurkan dua tentakelnya.

Elijah refleks berteriak seraya mengayunkan trisulanya tinggi-tinggi. Dengan sisa-sisa tenaganya, pangeran peri itu lantas menghunjamkan trisula itu ke arah Andromeda. Puncak trisula tajam yang terbuat dari perak itu rupanya berhasil merobek bagian perut sang penyihir lautan.

Andromeda Aerendyl sontak melolong, lalu dalam gerakan refleks menarik paksa trisula yang tertancap di perutnya. Sang penyihir lautan mendorong trisula dan Elijah ke samping, sementara tentakel-tentakelnya menyerang peri laki-laki itu dengan brutal. Namun, tidak berapa lama kemudian, Andromeda ambruk sehingga memberi kesempatan bagi Elijah untuk bergerak menjauhinya.

Akan tetapi, Elijah tidak pernah menyangka jika tindakannya itu justru membuat amukan Andromeda semakin menjadi-jadi, alih-alih melemahkannya. Pangeran peri itu sempat mengira jika tusukannya akan melumpuhkan sang penyihir lautan, tetapi lagi-lagi dugaannya salah. Elijah melupakan pelajaran penting yang harusnya ia dengarkan saat belajar bersama Claude. Bangsa siren tidak akan semudah itu menemui ajal, terlebih jika berdekatan dengan lautan. Makhluk berdarah dingin itu berasal dari lautan dan akan pulih dengan mudahnya oleh lautan.

Di luar dugaan Elijah, Andromeda telah membawa sejumlah air laut bersamanya ke The Mighty Mountain. Meski meraung dengan suara menggelegar, kemudian bangkit susah payah, Andromeda yang terluka berhasil menyembuhkan dirinya. Seuntai kalung dengan mata bola kristal berwarna biru yang senantiasa melingkar di lehernya ternyata berisi air laut. Dengan cekatan, Andromeda Aerendyl memecah mata kalung kristalnya dengan sekali remukkan. Air laut serta-merta membasahi luka pada perutnya, beserta percikan pecahan kristal yang barangkali tidak berarti apa-apa bagi makhluk itu. Dan, keajaiban itu terjadi. kerlip samar berpendar pada luka yang basah, kemudian dalam sekejap mata membuatnya tertutup tanpa meninggalkan bekas.

Elijah membelalak. Pada akhirnya, terlalu terlambat untuk menyadari keadaan. Andromeda yang kesetanan lantas melompat ke arahnya, tidak menunjukkan sama sekali sisa-sisa luka atau pun rasa sakit. Kedua lengannya langsung mencekik leher sang pangeran peri, sementara tentakel-tentakelnya dengan brutal melilit sekujur tubuh.

Andromeda Aerendyl mulai membuka mulutnya, melantunkan nyanyian dalam suara bariton yang indah. Suara yang mampu membuat makhluk mana pun hilang kesadaran, termasuk Elijah.

Untuk beberapa saat lamanya, Elijah merasakan ruang dan waktu di sekitarnya mendadak menghilang. Bahkan, rasa sakit di leher dan sesak di dadanya karena napas yang tinggal satu-satu menjadi samar. Suara nyanyian Andromeda benar-benar membuainya. Meski demikian, ada sesuatu dalam nyanyian itu yang menggugah hatinya, menerbitkan segenap rasa sakit yang dipendamnya dalam-dalam selama beberapa waktu.

Bayangan Avery yang telah terlupakan kini muncul di pelupuk mata Elijah sejelas fajar. Sebilah pedang terhunus, nyaris merobek lehernya oleh sesosok peri laki-laki yang mendadak muncul di hadapannya dari kabut tipis. Wajah peri laki-laki itu kian lama kian jelas. Netra hijau dengan surai pirangnya yang familier mewujud dari ingatan terdalam milik Elijah.

"Archibald ....?"

Alih-alih menjawab, sosok raja Avery itu menyeringai, lalu mengangkat pedang estoc-nya tinggi-tinggi hendak menusuknya. Namun, Elijah tidak melawan. Peri laki-laki itu hanya menggeleng, lalu mengedip lemah, sementara bilah pedang yang mengilap itu lantas meluncur turun ke arahnya dalam gerakan cepat.

Elijah menutup kelopak matanya, berharap bayangan Archibald segera memudar. Bagaimana pun besarnya kebenciannya terhadap Archibald, ia tidak akan bisa melukai saudaranya. Sebuah suara peri perempuan yang berat nan dalam mendadak terdengar, menyeret segenap kesadaran Elijah.

"Elijah ...."

"Elijah! Tidak! Jangan lukai putraku!"

Bunyi ledakan terdengar menyusul, hingga menghancurkan keseluruhan Balairung Avery yang dibangun oleh pikiran Elijah. Peri laki-laki itu kembali tersadar, dan mendapati segenap kegelapan gua serta paras Andromeda yang tengah mencekiknya dengan raut marah.

Nyanyian itu tidak terdengar lagi, berganti rasa sakit yang mencengkeram leher dan sekujur tubuh Elijah. Peri laki-laki itu menggigil. Akan tetapi, perlahan-lahan, cekikan, dan belitan pada tubuh sang pangeran peri itu mengendur karena fokus Andromeda kini teralih pada sesuatu yang berdiri di belakang Elijah.

"Lepaskan putraku, Andromeda Aerendyl!"

"Kau .... berani berteriak kepadaku?"

Elijah jatuh terkulai di atas lantai gua yang dingin dan tajam. Ia meringkuk saat batuk hebat menyerangnya, lalu refleks menoleh setelah pernapasannya lebih stabil.

Pintu gua The Mighty Mountain rupanya telah dihancurkan, sehingga sepotong langit gelap yang mengandung badai terlihat melatari sosok berjubah hitam yang Elijah duga sebagai penyebab suara ledakan tadi. Surai kelam sosok itu berkibar, sementara sebagian besar wajah pucatnya tersembunyi di balik tudung. Meski demikian, Elijah masih begitu mengenalnya, hingga rasa sakit samar mendadak membelenggu dadanya.

"Ibu?"

"Aku tidak mengizinkanmu menyentuh putraku, Andromeda?!" bentak peri perempuan itu dengan suara bergetar.

Andromeda terkekeh. "Lantas kau ingin aku mencabut seluruh kekuatanmu?"

"Apa maksudnya ... Ibu?" Elijah bergumam di sela-sela kesakitan yang ditanggungnya. Suaranya serupa bisikkan, tetapi Elijah tahu jika Minerva dapat mendengarnya, meski tentu saja, baik sang ibu maupun Andromeda sama-sama mengabaikannya.

Pperi perempuan itu mengangkat wajah. Netra ungunya menatap langsung pada Elijah sekilas, sebelum bertatapan dengan Andromeda.

Hening. Alih-alih menjawab, Minerva malah bungkam. Sikap peri perempuan itu, entah mengapa membuat hati Elijah terasa sakit.

"Apakah jantung putramu lebih berharga daripada kekuatan yang kau miliki?" Suara Andromeda kembali menggelegar.

"Aku akan membantumu mendapatkan jantung Putri terkutuk Agrodimor itu. Bukankah itu yang kau inginkan sejak lama?" Akhirnya Minerva buka suara.

Lorelie?

Andromeda mendengkus tidak senang. "Kau tidak berada dalam posisi berhak menawar, Minerva! Lagi pula, kau belum berhasil mematahkan kutukannya hingga detik ini! Peri perempuan itu adalah milikku, begitu pula dengan jantung putramu!"

Minerva meradang. "Jangan berani-berani menyentuh putraku, Andromeda!"

"Apakah kau sudah melupakan perjanjian kita, Minerva? Kekuatanmu untuk sesuatu yang paling berharga dalam hidupmu, kau ingat? Aku harap kau tidak melupakannya. Karena aku ingin menuntutnya sekarang!"

Seberkas cahaya ungu tiba-tiba melesat, menerangi gua, menyasar tubuh sang penyihir lautan. Sementara, Minerva melolong dengan kemarahan yang nyata. Tudung yang semula menyembunyikan wajahnya terkuak. Jubahnya tersibak. Sebelah lengannya menengadah ke langit dan dari telapak tangannya yang terbuka, cahaya ungu berpendar membola pada permukaannya.

"Jangan pernah sentuh putraku, Andromeda Aerendyl!"













Pontianak, 24 Juni 2021 pukul 09.18 WIB🧝🧜


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top