31. 🏔️The Climb

Untuk alasan yang tak dapat dijelaskan, Elijah menoleh untuk terakhir kalinya pada garis pantai yang perlahan pupus dari pandangan. Sosok Lorelie telah lama menghilang terhalang batang pepohonan yang berkelindan rapat. Harus ia akui, saat ini ia benar-benar dilanda resah. Meski Elijah tahu jika Lorelie hanya kembali ke lautan, kembali ke habitat si gadis duyung. Namun, bahkan, ketika ia telah bergabung dengan bajak laut lainnya, hati Elijah tak kunjung tenang.

"Di mana Lorelie?" Dari arah berlawanan, Bagherra mendatanginya dengan wajah keruh.

Elijah mendengkus. Pertanyaan Bagherra semakin memperkeruh suasana hatinya. "Dia kembali ke laut."

"Apa?!"

Suara Bagherra mendadak meninggi. Tanpa alasan yang dapat Elijah mengerti, peri laki-laki itu lantas menarik kerah tuniknya dengan sentakan kasar.

"Kau membiarkannya pergi begitu saja?"

"Kau pikir aku harus berbuat apa?" Emosi Elijah mulai tersulut. Ia balas memelototi Bagherra dengan ekspresi tidak senang. Ia memang bersalah, tetapi ia tetap tak terima jika harus disalahkan.

Bagherra sempat bungkam, kehilangan kata-kata untuk menanggapi pertanyaan Elijah. Segera saja pemuda itu melepaskan cengkeramannya pada kerah tunik sang pangeran peri, kemudian memijat pelipisnya dengan tampang frustrasi.

Ekskresi itu justru membuat Elijah mencetuskan tanya. "Ada apa sebenarnya?"

"Laut justru adalah tempat yang berbahaya baginya. Terlebih, setelah Penyihir Lautan menemukan jejaknya tempo hari dan para siren juga pasti telah melaporkan apa yang terjadi di sini. Dia sudah lama mencari Lorelie. Oleh karena itu, dia pasti akan mengincar Lorelie ...."

"Tunggu dulu. Apa maksudmu dengan mengincar Lorelie?"

Wajah Bagherra berubah semakin gusar. "Tidakkah kau mengingat peristiwa di Praritrish Kingdom? Penyihir Lautan mencarinya sejak lama. Untuk itulah Raja Fleur berniat menculiknya tempo hari." Peri laki-laki itu lantas menoleh sekilas ke arah gerombolan bajak laut yang telah berjalan mendahului mereka. Bahkan, hanya dengan sekilas lirikan itu, Elijah dapat melihat kemarahan pada sepasang netranya.

Setelah mendengar penuturan Bagherra barusan, ingatan Elijah langsung berkelana kembali pada malam di The Infinite Haven. Perkataan Bagherra yang nyaris luput dari pendengarannya kembali terngiang samar-samar. Seketika Elijah menyadari asal muasal perasaan tak enaknya sedari tadi. Ketakutan itu nyata dan Lorelie memang dalam bahaya.

Elijah mendekati Bagherra, kemudian berkata dalam suara rendah. "Jadi apa rencanamu sekarang?" Sesekali ia mencuri pandang pada rombongan bajak laut seolah ucapannya akan dapat terdengar meski dalam jarak seperti itu.

"Tentu saja aku akan menyusulnya."

"Apa?"

"Jika kalian tak mengizinkanku membawanya dalam ekspedisi ini, aku tetap akan membawanya. Namun, jika hal itu tak memungkinkan, aku lebih memilih tinggal bersamanya," tutur Bagherra mantap.

"Perlu kuingatkan jika di puncak The Mighty Mountain akan jauh lebih berbahaya!" bantah Elijah. "Kau tidak tahu apa yang akan kau hadapi di atas sana. Tak ada seorang pun yang tahu. Bagaimana jika kita tidak akan pernah kembali dan turun dengan selamat dari puncak itu? Aku tidak mau membahayakannya."

Bagherra masih bersikeras dengan pendapatnya. "Dan membiarkan Lorelie sendirian di lautan, sementara Penyihir Lautan telah menemukan jejaknya?"

Rahang Elijah mengetat. "Apa kau punya pilihan yang lebih baik? Lagi pula, belum tentu penyihir itu menemukannya." Tanpa sadar suaranya meninggi sehingga beberapa awak kapal di kejauhan menoleh kepada mereka.

Detik itu juga, Elijah menyadari kesalahannya. Harusnya ia tak perlu menimbulkan keributan, jika ingin menyelinap kembali ke tepi pantai dan mengecek keberadaan Lorelie. Akan tetapi, agaknya ia terlambat. Dari kejauhan Tribal bergerak memisahkan diri dari rombongan menyongsong mereka.

Bagherra yang tak menyadari kedatangan kapten bajak laut itu tetap melanjutkan ucapannya. "Aku akan kembali ke pesisir pantai untuk memeriksanya. Aku sudah memutuskan untuk menemaninya daripada mengikuti ekspedisi bodoh ini."

"Akan tetapi, kau sudah memiliki kesepakatan dengan Tribal, ingat itu. Tribal tak akan melepaskanmu begitu saja." Elijah menegurnya setengah berbisik, terlebih karena kedatangan sang kapten yang semakin mengikis jarak di antara mereka.

"Jika kau memang menyukainya, harusnya kau tak meninggalkannya sendirian di pantai!" sindir Bagherra dengan nada sedikit kesal.

"Kau ... tidak berhak menilaiku seperti itu!"

Bagherra menyunggingkan senyum miring. "Itulah kenyataannya."

"Kenyataan apa ini, Tuan-tuan?" sela Tribal yang baru saja muncul tepat di belakang Bagherra.

Kemunculan sang kapten sontak memutus percakapan mereka. Ketegangan yang semula merambat di udara perlahan-lahan menguap, seolah tak pernah terjadi apa pun di antara mereka.

Elijah sontak membuang pandangan saat Tribal menatapnya, meminta penjelasan. Sementara, di hadapannya, Bagherra menoleh gelagapan karena tak menyangka jika sang kapten akan menghampiri mereka.

Namun, dalam waktu singkat, Bagherra segera dapat mengendalikan keterkejutannya.  "Aku ingin ke pesisir pantai," ucapnya pada Tribal dengan nada setenang mungkin.

Atensi Tribal sontak teralih pada mantan sentinel Raja Fleur itu. Matanya memicing seolah sedang menilai serta menimbang kebenaran. "Maaf, kita sudah akan memulai perjalanan, Bagherra," katanya memperingatkan.

"Lorelie dalam bahaya."

Kata-kata Bagherra barusan kembali membuat Elijah gusar. Betapa ingin ia kembali ke pesisir untuk sekadar memastikan keberadaan si gadis duyung, tetapi saat Tribal meliriknya dengan tatapan membola, Elijah tahu hal itu sama sekali tak memungkinkan. Tribal tak akan membiarkannya pergi, terlebih mereka telah berada sangat dekat dengan sumber harta terpendam Avery yang sangat diidamkan sang kapten.

"Tidakkah kita sudah sepakat?" Tribal menatap Elijah dan Bagherra bergantian.

"Aku tidak bisa membiarkannya, Kapten. Kami berasal dari kerajaan yang sama. Aku harus menjaganya ..." Bagherra melirik Elijah sekilas. "Harusnya Elijah tak membiarkannya pergi."

Tribal terbahak sesaat, menganggap omongan Bagherra semata-mata sebagai lelucon, tetapi kemudian ia terdiam. Mendadak wajahnya berubah menjadi sedikit keruh. Elijah mulai menangkap ketidaksukaan dalam raut itu. "Dengar, kau adalah bagian dari Borbounaisse sekarang, jadi kau harus mematuhiku. Bukankah kita sudah sepakat?"

"Dia hanya akan mengecek sebentar," tutur Elijah menengahi.

"Dan, kau! Kita harus memulai perjalanan ini sekarang. Jangan membuang-buang waktuku lagi." Tribal terdengar tak mau dibantah. Sorot mata simpatiknya telah menguap entah ke mana. Tanpa mengatakan apa pun lagi, sang kapten bajak laut segera berbalik dan kembali bergabung dengan rombongan.

Kini tinggallah Elijah dan Bagherra yang terdiam saling tatap. Namun, hal itu pun tak berlangsung lama. Bagherra menggeleng pelan, sebelum meninggalkan Elijah tanpa kata. Meski tak mengucapkan apa pun, Bagherra telah meninggalkan perasaan bersalah yang teramat besar bagi Elijah.

🏔️🏔️🏔️

Udara semakin dingin seiring semakin tingginya rombongan Elijah dan awak kapal Borbounaisse menaiki gunung. Beruntung lerengnya cukup landai, bahkan bagi mereka yang tak memiliki sedikit pun pengalaman mendaki, pendakian ini sama sekali tak menyulitkan mereka. Hanya Rage yang terlihat sedikit kesulitan dalam mengokohkan langkah karena bobot tubuhnya memang lebih besar daripada yang lain.

Meski garis pantai sama sekali tak terlihat lagi dari ketinggian itu, tetapi Elijah tak dapat mengenyahkan pikirannya dari Lorelie dan Bagherra yang menyusulnya. Setiap kali ia menoleh ke belakang, ke arah jurang hijau menganga serta laut lepas di kejauhan, sebanyak itu pula keinginannya untuk kembali ke pesisir atau memutar waktu guna menahan si gadis duyung di sisinya.

Elijah menggeleng keras, berusaha menepis segenap pemikiran yang nyaris membuatnya goyah. Ia mencoba mengalihkan pikiran dengan menikmati pemandangan yang tersuguh di sekitarnya. Namun, sejauh perjalanan yang mereka tempuh, tempat itu terlampau lengang dan 'bersahabat'. Dengan keadaan demikian, Elijah justru merasa jika mereka harus meningkatkan kewaspadaan.

Lereng The Mighty Mountain sepenuhnya berwarna hijau lebat di kakinya. Aneka pepohonan hijau nan rimbun berusia ratusan tahun tumbuh menyebar di kaki gunung. Namun, tidak seperti di Fairyverse, pepohonan di tempat itu tak satu pun dihuni oleh para nimfa. Hal itu menjadi salah satu pertanda betapa tidak amannya The Mighty Mountain bagi para peri. Satu hal yang cukup melegakan bagi Elijah bahwa sejauh mata memandang, ia tak menemukan tanaman aneh seperti yang menghuni Fearsome Enclave.

Akan tetapi, seiring bertambah tingginya pendakian mereka, pepohonan mulai jarang terlihat, kecuali pohon-pohon tanpa daun dan berbatang gelap yang memang dapat hidup dalam suhu tinggi. Sementara, ilalang dan semak belukar yang semula memenuhi tanah, perlahan berganti menjadi bunga-bunga kecil musim dingin tanpa daun.

"Aku menyesal tidak mempersiapkan baju yang lebih tebal," gerutu Tribal saat dingin mulai menusuk tulang. Tanah lereng perlahan ditutupi es yang bergradasi dari tipis hingga semakin tebal.

Tak hanya Tribal yang mengeluhkan itu, beberapa awak kapalnya juga mengatakan hal yang sama. Bahkan, Raja Fleur tak henti-hentinya mengomel dan menyesali keputusannya mengikuti ekspedisi. Sementara, awak kapal lain yang memilih diam, termasuk Elijah, menikmati dingin dengan tubuh gemetaran. Angin laut memang dingin, tetapi salju di ketinggian ini adalah hal yang benar-benar berbeda.

Rage yang sedari tadi terdiam dengan langkah tertatih, akhirnya membuka suara. Dengan gemetaran, ia melantunkan lagu yang sering mereka nyanyikan di Borbounaisse saat menyambut petang. Meski dengan pelafalan yang terpatah-patah dan nada sumbang, Rage tetap bernyanyi. Petualangan dan laut yang coba dihadirkannya melalui nyanyian akhirnya diikuti oleh satu per satu awak kapal. Dengan suara gigil yang kentara mereka bernyanyi, sementara kedua lengan menyilang di depan dada guna menghalau dingin.

Dalam keadaan biasa, Elijah barangkali akan mengabaikan nyanyian itu. Namun, dalam perjuangan mendaki sembari melawan dingin, nyanyian Rage memberikan sedikit kehangatan dalam hatinya. Dengan suara lirih dan nyaris tak terdengar, Elijah pun turut bernyanyi mengikuti awak kapal yang lain.

Untuk beberapa saat lamanya, keheningan belantara pulau itu pecah oleh nyanyian para bajak laut. Meski lautan semakin tak terlihat di kejauhan, tetapi Borbounaisse seolah hadir di antara mereka saat itu hingga membuat mereka sedikit lupa akan dingin yang menusuk tulang.

"Elijah ... Elijah!"

Sebuah panggilan sontak menghentikan seluruh nyanyian yang menggema, begitu pun langkah mereka. Elijah menoleh ke belakang pada rerimbunan hijau yang telah mereka lalui. Beberapa awak kapal bersiap menghunus pedang, sementara sebagian lainnya menjadikan jeda itu sebagai waktu untuk beristirahat.

Dari balik rerimbunan, sosok Bagherra berwajah gusar akhirnya muncul. Pelipisnya banjir keringat, meski suhu di sekitar cukup dingin. Peri laki-laki itu telah kembali dari pesisir pantai. Namun, ada sesuatu yang mengganggu Elijah saat bertemu pandang dengan peri laki-laki itu.

"Bagaimana Lorelie?" Tanpa basa-basi Elijah segera mencetuskan tanya yang telah lama terpendam di kepalanya.

Bagherra mengatur napas, kemudian menggeleng cepat. "Dia tidak ada di sana," sahutnya.

Elijah mengerutkan alis. "Barangkali dia sudah kembali ke tengah lautan."

"Tidak. Penyihir Lautan benar-benar datang menjemputnya. Aku ... terlambat. Kita harus menyelamatkannya!"

"Apa?! Jangan bicara sembarangan." Kegundahan dan kekhawatiran Elijah mendadak menjadi nyata. Namun, ia masih berharap jika yang disampaikan pemuda itu adalah kesalahpahaman semata.

"Kita harus menolongnya----"

Namun, belum sempat Bagherra melanjutkan kata-katanya, bogem mentah dari arah yang tak terduga menghantam salah satu pipinya dengan sangat keras. Peri laki-laki itu jatuh terjengkang menghantam tanah.

"Apa yang kau lakukan kepadanya?" Elijah nyaris berteriak sehingga para awak kapal lain refleks mengumpulkan atensi padanya. Ia menghampiri Bagherra, lalu berlutut di samping peri laki-laki itu.

Sementara, beberapa langkah di hadapannya Tribal bergeming dengan rahang mengeras dan rona wajah yang memerah padam. "Ucapannya belum tentu bisa dipercaya. Aku yakin, dia hanya ingin menggagalkan ekspedisi ini."

"Tidak bisakah kau peduli terhadap keselamatan awak kapalmu sedikit saja. Bukankah Lorelie juga bagian dari Borbounaisse? Dia juga telah membantumu melewati para siren!" Semburan kata-kata itu akhirnya keluar dari mulut Elijah. Ia membantu Bagherra berdiri, lalu berbalik hendak menuju ke pesisir pantai. Bagaimana pun caranya, ia harus dapat memastikan keberadaan Lorelie. Persetan dengan ekspedisi ini!

Akan tetapi, belum langkahnya terlampau jauh menuruni lereng, sebelah lengannya lantas disentak kasar oleh Tribal. "Kau pikir kau mau ke mana?! Misi kita harus diselesaikan! Untuk mendatangi pulau ini, aku telah mengorbankan banyak hal, termasuk awak kapalku. Aku tidak ingin merugi lebih banyak lagi."

"Kau sungguh egois, Kapten!"

"Tidak, Elijah," kilahnya dengan suara setenang mungkin. Tribal berdiri menghadang di hadapan Elijah. Kedua lengannya terlipat di depan dada. "Pernahkah kau mendengar pepatah lama kaum peri mengenai pengorbanan? Lebih baik mengorbankan satu peri untuk menyelamatkan lebih banyak kehidupan. Itu yang sedang kita lakukan sekarang. Lagi pula, jika kau menghadapi sang Penyihir Lautan sekarang, kau tidak akan bisa menyelamatkan Lorelie. Semuanya akan sia-sia. Akan tetapi, jika kau menyelesaikan ekspedisi ini, barangkali kita juga akan menemukan senjata yang bagus untuk menghancurkan sang penyihir. Setelahnya, kau bisa menyelamatkan Lorelie, bahkan ibumu."

Elijah tercenung ketika mendengar perkataan seduktif sang kapten. Ia tak memungkiri jika terdapat kebenaran dalam kata-kata itu. Bukankah tujuan awalnya adalah mencari senjata rahasia di The Mighty Mountain untuk menghancurkan sang Penyihir Lautan? Namun, bagaimana jika Lorelie tak bisa menunggu? Nyawanya dan kemarahan sang Penyihir Lautan barangkali tak dapat lagi menunggu.

Selagi Elijah memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan dipilihnya, Bagherra telah bergerak cepat membalas Tribal dengan tinjuannya. Elijah terkesiap, begitu pun para awak kapal Borbounaisse lainnya yang sontak mendekati mereka.

Untuk beberapa saat lamanya, Bagherra dan Tribal saling serang. Mereka bahkan bergumul di atas salju tipis yang melapisi permukaan lereng. Tak satu pun yang berani melerai, meski beberapa awak kapal telah bersiap dengan pedang terhunus di tangan masing-masing.

Tepat saat Bagherra mengeluarkan pedang estoc-nya dari sarung kulit yang tersampir di pinggang, tiga awak kapal merangsek maju menahannya agar tak menyerang Tribal. Kedua lengannya berhasil dikekang, sementara pedangnya jatuh menggelinding ke dalam jurang.

Bagherra meraung tak terima. "Nyawa Lorelie tak akan menunggu ekspedisi kalian berakhir! Dan, kau Elijah, aku kira kau menyukainya! Tetapi sepertinya aku salah. Kau dan Tribal sama saja, sama-sama memanfaatkannya!"

Kata-kata itu membuat hati Elijah memanas seketika. Bagherra benar-benar memancing amarahnya.

"Tutup mulutmu! Kau tidak tahu siapa yang kau hadapi. Kau sama sekali tak mengenal Andromeda. Aku mengatakan ini demi kebaikanmu, Bagherra. Namun, jika kau tidak mau mendengarkanku, tak ada gunanya aku membiarkanmu berada dalam keluargaku!"

Ucapan terakhir Tribal itu menohok hati dan kesadaran Elijah sebegitu dalam. Meski ancaman itu bukan tertuju padanya, tetap saja ia merasa tersindir. Ia tertunduk, merasakan dilema yang teramat berat. Belum lagi ia memutuskan pilihannya, sebuah guncangan hebat tiba-tiba menggoyang lereng tempat mereka berpijak.

Suara teriakan panik awak kapal  kemudian memenuhi tempat itu, selain gemuruh keras yang berasal dari perut bumi. Beberapa bagian tanah lereng The Mighty Mountain pecah dan jatuh ke dalam jurang, membuat para awak kapal kocar-kacir mencari pegangan dan pertahanan.

"Ada apa ini?"

Perseteruan antara Tribal dan Bagherra serta merta berakhir berganti ketegangan. Setelah guncangan itu perlahan mereda, teror yang mengganggu mereka tak begitu saja berakhir. Dari arah puncak The Mighty Mountain, sebuah retakan di atas permukaan salju muncul dan menjalar hingga ke kaki gunung. Retakan itu semakin lama semakin besar hingga bermuara menjadi lubang menganga yang membuka perut bumi. Bersamaan dengan itu, suara raungan parau terdengar dari dalam lubang. Setelahnya, tempat itu kembali berguncang hebat.

Beberapa detik kemudian, sesosok hitam besar muncul dari dalam lubang yang menganga, membawa serta bongkahan tanah dan es dari dalam perut bumi. Elijah dan para bajak laut sontak berlarian menghindar, mencari tempat untuk mempertahankan diri dari guncangan yang semakin kentara.

"Demi Leluhur Para Peri, makhluk apa lagi itu?!"





Pontianak, 31 Januari 2020 pukul 00:25 WIB. Maaf telat update yaa 😭

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top