3.🧜Lorelie the Mermaid
Menjadi Duyung sebenarnya cukup menyenangkan jika dibandingkan dengan memiliki sepasang kaki milik para elf, bisa bebas berenang dan menjelajah lautan sesuka hati, sepanjang hari, dan rasanya sama seperti terbang melanglang buana di langit lepas. Kalau pun badai datang, maka para duyung cukup berenang sedikit lebih dalam agar tak terusik. Badai mengerikan dan gelombang besar hanya terjadi di permukaan laut, tak pernah mengganggu makhluk-makhluk di kedalamannya.
Para duyung sangat senang berenang bergerombol, menjelajahi karang dan anemon laut aneka warna yang indah. Terkadang mereka juga akan berenang menjelajahi bangkai kapal tua yang berada di dasar laut sekadar untuk mencari benda-benda unik, benda-benda yang tak mereka temukan di lautan. Jika beruntung mereka bahkan akan mendapat sekantung serbuk peri yang bisa digunakan untuk mempercantik ekor, sirip, dan surai panjang mereka.
Jika bosan berada di dalam lautan, para duyung bisa berenang ke permukaan, mencari pesisir pantai yang kosong atau bebatuan karang yang mencuat ke tengah lautan, kemudian berjemur di sana. Kalau beruntung mereka akan bertemu kapal kerajaan atau kapal bajak laut yang kebetulan lewat dengan kapten dan awak kapal tampan yang akan menyegarkan pandangan. Lebih jauh lagi, para duyung mungkin saja bertemu jodoh sesosok elf atau bahkan manusia yang tersesat di Fairyverse. Namun, mereka harus sangat berhati-hati jika tak ingin binasa karena sebagian besar bajak laut adalah para pemburu duyung dan siren.
Wajah Lorelie sedikit memerah kala memikirkan kata 'jodoh' yang terlintas di dalam kepalanya sendiri. Tidak, dia bukannya sedang menanti jodoh atau semacamnya, walaupun tentu saja Lorelie sangat tertarik dengan paras rupawan. Tak ada duyung maupun Siren yang tak tertarik dengan wajah rupawan. Duyung bersurai merah bergelombang itu memang tengah menantikan kehadiran sesosok peri elf. Sesosok pangeran yang selalu muncul dalam mimpinya nyaris setiap malam. Sesosok pangeran yang membuatnya terpaku di pesisir Fearsome Enclave hampir setiap hari. Sesosok pangeran yang membawa sebuah pengharapan yang akan membebaskannya dari kutukan.
Lorelie memang sedikit berbeda dari duyung lainnya, walaupun secara fisik terlihat sama saja. Duyung bersurai merah dengan ekor berwarna kuning pucat itu selalu sendirian dan tak pernah berenang terlalu jauh dari Fearsome Enclave, sebuah pulau tak berpenghuni di salah satu sudut Faeseafic. Bukan tanpa alasan ia berlaku demikian. Ia dikutuk.
Mulanya ia bukanlah seekor duyung, melainkan sesosok peri elf dengan segala kesempurnaannya. Sesuatu yang buruk menimpanya dan seluruh keluarganya. Sebuah kutukan jahat dari sang penyihir lautan memerangkapnya dalam sosok separuh ikan. Cahaya rembulan akan mengubah ekornya menjadi sepasang tungkai untuk sementara waktu. Sebenarnya sangat menguntungkan karena ia dapat merasakan dua hal sekaligus. Namun, hal ini membuatnya tak dapat berenang terlalu jauh jika tak ingin mati tenggelam saat ekornya mendadak berganti sepasang tungkai.
Lorelie keluar dari rongsokan kapal tua yang berselimut lumut tebal. Separuh badan kapal itu tampaknya telah terbenam di dasar laut untuk waktu yang cukup lama. Tak ada hal menarik apa pun yang ia temukan di sana. Kapal itu kumuh dan menjijikan. Beberapa makhluk laut bahkan telah bersarang di sana.
Dengan hidung mengernyit, Lorelie berenang pelan menuju permukaan. Perkiraannya, malam akan segera tiba dan purnama bisa bersinar kapan saja. Ia harus segera naik ke pesisir Fearsome Enclave sebelum kehilangan ekornya untuk beberapa saat.
Arus air terasa lebih kuat dari biasanya pertanda badai tengah berkecamuk di permukaan. Jika ada kapal naas yang kebetulan berlayar, maka sudah dapat dipastikan kapal itu akan ditelan badai. Pada satu titik sepasang netra sebiru lautannya menyorot pada sebuah bayangan hitam yang bergerak cepat dari permukaan laut. Duyung itu terkesiap saat menyadari jika yang semula ia duga sebagai bayangan hitam ternyata adalah sepasang peri elf yang tenggelam dalam posisi saling berangkulan.
Lorelie membelalak saat sosok peri elf perempuan bersurai kelam mendadak membuka kelopak mata dan membalas tatapannya. Cahaya ungu berpendar pelan dari sepasang netra kelamnya. Peri itu memalingkan wajah pada peri elf di sampingnya yang terlihat tak sadarkan diri. Garis-garis cahaya kemudian memancar dari matanya dan menyelubung tubuh peri laki-laki itu. Namun, dalam sekali kedipan mata, sosok sang peri perempuan seolah terseret oleh arus tak kasat mata hingga rangkulannya terlepas secara dramatis.
Hal terakhir yang Lorelie lihat adalah sorot mata peri perempuan itu padanya. Nanar, seolah meminta pertolongan, sebelum tubuh itu terseret menjauh dan hilang sepenuhnya dari pandangan.
Lorelie berkedip. Rasa takjubnya segera menguap berubah menjadi panik saat tubuh peri laki-laki yang tertinggal sendirian tenggelam ke dasar laut lebih cepat. Gelembung udara mulai keluar dari mulutnya. Lorelie berenang cepat menghampiri tubuh sekarat itu lalu membawanya ke permukaan. Ia berlomba dengan waktu untuk dapat menyelamatkan sang peri.
🧜🧜🧜
Lorelie muncul dari permukaan air seraya merangkul tubuh peri laki-laki bersurai cokelat terang itu dalam dekapan, membawa serta begitu banyak riak air dari tubuh mereka. Susah payah sang duyung mendorong tubuh peri elf yang tak sadarkan diri itu ke atas bebatuan. Langit malam sehabis badai terlihat gelap kala itu, tetapi ia tahu pasti jika purnama sedang bersembunyi di suatu tempat dan dapat memunculkan dirinya kapan saja. Dengan cepat Lorelie mendorong bokongnya untuk naik dan duduk di atas bebatuan.
Dalam jarak beberapa lengan peri elf dewasa terdengar tawa cekikikan samar. Lorelie menoleh ke arah suara itu dan mendapati dua sosok duyung lain sedang memperhatikannya. Ia mendengkus, lalu mengumpat dalam hati karena tak menyadari keberadaan duyung lain di sana.
"Apa?!" Lorelie mendelik saat mendengarkan kedua makhluk itu berbisik dalam bahasa yang tak sepenuhnya ia pahami. Tentu saja, mereka menggunakan Bahasa Vinmish yang merupakan bahasa asli para duyung dan siren untuk memperolok dirinya.
"Lihat siapa yang merasa tersinggung di sini, si duyung terkutuk!" cibir sesosok duyung bersisik biru metalik dengan surai cokelat terang. Sekarang dengan sengaja duyung itu menggunakan Bahasa Maesash, bahasa universal di Faeseafic untuk berkomunikasi dengannya.
Cibiran duyung betina itu membuat Lorelie seketika naik pitam. "Lebih baik kalian pergi sekarang atau aku akan membuat perhitungan!" gertaknya.
Suara tawa melengking khas para duyung kembali terdengar. Jadi, para duyung ini menantangnya. "Kulihat kau menemukan apa yang selama ini kau cari, duyung aneh!" Duyung bersisik merah metalik dengan aksen emas di sepanjang sisi ekornya berucap dengan nada seduktif. Netra biru yang senada dengan warna surainya melirik peri laki-laki yang terkulai lemah di atas bebatuan dengan penuh minat.
Lorelie merentangkan kedua lengannya, mencoba menghalangi pandangan kedua duyung penggoda itu. "Jaga pandanganmu, Beverlee. Dia milikku!" desisnya marah.
"Aku melihatnya lebih dulu, Lorelie. Dia jatuh dari kapal karam di sebelah sana!" Beverlee tak serta-merta mengalah.
"Aku yang menyelamatkannya terlebih dahulu!"
"Aku yang mengekornya lebih dulu!"
"Aku yang membawanya ke daratan!"
Beverlee berang. Dengan kuat ia menepuk permukaan air laut menggunakan ekor merahnya hingga percikan air yang cukup besar mengenai mereka semua. Sontak ketiga duyung itu menjerit.
"Dengar! Cahaya rembulan sebentar lagi akan muncul dan aku tak akan segan-segan menyeret suraimu ke tengah rimba di sana!" Lorelie berucap penuh ancaman. Ujung dagunya yang lancip menunjuk pada siluet hitam besar di belakang mereka. Rimba Fearsome Enclave yang tak tersentuh rasanya cukup memberikan ancaman menakutkan bagi para duyung ini.
Benar saja. Kedua duyung betina itu saling pandang dalam keraguan. Di saat bersamaan awan hitam tersibak dan menampakkan cahaya bulan kekuningan samar di langit Fairyverse. Saat cahaya itu jatuh menyorot ekor kuning pucat milik Lorelie, seberkas cahaya terang muncul meliputiya. Dalam sekali kedipan mata, ekor dan sirip itu berganti menjadi sepasang tungkai lengkap dengan gaun putih yang menutupi tubuh sepanjang betis.
Lorelie tersenyum penuh kemenangan seraya berdiri. Ia mendekati kedua duyung dengan ekspresi terkejut itu, tentu saja untuk menarik surai mereka. Namun, belum sempat langkahnya menapak pada bongkahan batu terakhir, dua duyung itu lantas menceburkan diri kembali ke lautan.
Lorelie terbahak. Samar-samar ia dapat mendengar umpatan Beverlee sebelum menyelam ke dalam Faeseafic. "Tunggu pembalasanku, Lorelie!"
"Silakan saja. Aku tidak takut!" sahut Lorelie di sela tawanya. Ia lantas berbalik dan menyeret tubuh peri lelaki yang ditolongnya menuju pesisir pantai. Setelah itu, menekan dadanya berkali-kali hingga terlihat lelehan air keluar dari sela-sela bibir sang peri. Namun, peri laki-laki itu masih bergeming.
Lorelie tak kehabisan akal. Ia bergerak cepat mengumpulkan ranting-ranting atau pelepah kelapa kering yang terserak di sekitar pesisir pantai, kemudian menumpuknya di dekat peri laki-laki itu. Duyung bersurai merah itu lalu menghidupkan api untuk menghangatkan tubuh sang peri.
Lidah api meliuk-liuk liar diterpa embusan angin laut. Lorelie duduk membelakangi lautan untuk menghalau tiupan angin yang lebih kencang. Netra birunya menyorot lembut wajah peri laki-laki yang diselamatkannya dalam temaram cahaya.
Peri elf itu begitu rupawan dengan sepasang alis tebal membingkai wajahnya dan rahang yang tegas. Hidungnya mancung dengan bibir tipis yang berwarna merah muda pucat. Kulit wajahnya yang terang terlihat kontras dengan surai cokelat terangnya yang panjang dan sedikit bergelombang pada bagian ujung. Surai itu basah dan lepek dengan beberapa bagian yang mencuat. Apa pun itu, tak mampu menutupi keindahan paras sang peri.
Lorelie merasa pipinya tiba-tiba memanas. Semburat merah samar-samar muncul saat ia menekuri wajah peri laki-laki itu lebih lama. Duyung itu mengalihkan pandangannya, mengenyahkan rasa jengah yang perlahan menyusup di dada. Namun, sisik-sisik ikan janggal yang berkilat diterpa cahaya bulan pada beberapa bagian tubuh sang peri membuat keningnya mengernyit. Ia mengulurkan tangannya menyentuh sisik aneh pada bagian pelipis. Suara erangan pelan seketika terdengar dari mulut peri laki-laki itu.
Lorelie terlonjak dan refleks menarik tangannya.
Suara erangan samar itu kini berubah menjadi batuk hebat disertai air yang menyembur dari sela-sela bibir sang peri. Sosok itu bergerak gusar hingga meringkuk sembari memegangi dadanya dengan satu tangan, sementara kelopak matanya masih tertutup rapat.
Lorelie tak dapat lagi menahan pertanyaan yang telah mendesak di ujung lidahnya. "Kau baik-baik saja?" Ia perlahan mendekat dan mengulurkan tangannya hendak menyentuh peri laki-laki itu lagi. Namun, urung saat sang peri tanpa sadar menepis tangannya kasar karena kesakitan.
Lorelie mengerutkan alis. Sepertinya tidak masuk akal jika peri laki-laki itu terlihat begitu kesakitan hanya karena tenggelam. Netra duyung perempuan itu fokus menyorot sisik-sisik yang berpendar dan meninggalkan bekas kemerahan yang meradang pada beberapa bagian permukaan kulitnya. Sisik-sisik yang mirip dengan sisiknya.
Lorelie menyusuri sisik-sisik aneh itu dengan jarinya perlahan. Pupil matanya melebar. Ia membekap mulut dengan satu tangan, terkesiap. Jika dugaannya benar, maka kemungkinan besar, peri elf ini tidak hanya tenggelam, tapi juga terkena kutukan seperti dirinya. Mungkinkah ini ada hubungannya dengan sang penyihir lautan?
Lorelie mengambil sejumput rumput laut yang melilit di bagian dada gaunnya, lalu membubuhkan sedikit serbuk peri berkilauan yang selalu ia bawa di dalam kalung kerangnya. Duyung itu menempelkan ramuan yang dibuatnya pada sisik kemerahan di beberapa bagian tubuh sang peri. Perlahan-lahan gerakan liar peri laki-laki itu mereda. Dengkuran napasnya mulai normal dan tenang.
🧜🧜🧜
Lorelie tak menyadari jika ia jatuh tertidur di samping tubuh peri elf yang ditolongnya sepanjang malam. Ia terbangun saat mendengar bunyi debur ombak. Matahari baru saja terbit dari peraduan. Duyung itu menggeliat sesaat dan menyadari jika ekornya telah kembali. Separuh tubuhnya kini terendam ombak yang menghantam bibir pantai. Air laut rupanya naik pagi ini.
Lorelie bangkit bertumpu dengan kedua lengannya. Ia mengamati sosok peri elf yang mulai menggeliat pelan dan menggerakkan kepalanya dengan gelisah. Beruntung tubuh peri laki-laki itu tak tercapai ombak. Sisik-sisik berkilat perpaduan antara warna biru dan hijau pada tubuh sang peri tak lagi terlihat kemerahan seperti semalam.
"Ammara ... Ammara ...."
Peri laki-laki itu meracau tak jelas dalam tidurnya. Tetes-tetes keringat membanjiri pelipis pucatnya.
Lorelie menunduk, mendekatkan telinganya pada bibir sang peri karena penasaran akan racauannya. Namun, tiba-tiba sosok peri itu akhirnya membuka mata dan bangkit dengan panik. Tanpa sadar ia mendorong bahu Lorelie kuat-kuat.
Netra sebiru lautan itu menyorot tak terima padanya. Indah, Lorelie sempat terbius sesaat, sebelum bibir merah muda itu menyemprotnya dengan kemarahan. "Siapa kau?! Apa yang kau lakukan padaku, hah?! Dasar makhluk kurang ajar! Berani-beraninya kau mendekatkan wajah padaku!"
Lorelie terkesiap. "Aku ...." Entah mengapa ia kehilangan kata-katanya. Wajah rupawan dengan ekspresi marah itu benar-benar terasa familie r dalam ingatan. Mendadak sekelebat mimpi membayang dalam pandangan. Menampilkan seraut wajah rupawan yang benar-benar mirip dengan peri laki-laki ini. Apakah ia sudah benar-benar tenggelam dalam sepasang iris sebiru lautan milik sang peri? Atau ia memang pernah bertemu sebelumnya?
Lamunan Lorelie seketika buyar saat sebilah batang kayu hitam yang ujungnya hangus terbakar teracung ke lehernya. Sang duyung berjengit.
"JAWAB AKU!" Peri laki-laki itu kembali menghardiknya.
"A-aku ...."
"Atau aku akan menghabisimu!"
Maaf kalau gaje awokwokwok 😅 Aku akan berusaha update seminggu 2x supaya cepat selesai. Btw, aku pen mengucapkan mohon maaf lahir dan batin yaaa semuaa 😚🙏🙏🙏 jangan lupa vote dan komentarnya, terima kasih❤️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top