28. 🔥Fire in the Middle of Cold Sea
Bunyi gemeretak ranting yang dilahap api membuat Elijah tersadar dari pengamatannya terhadap sepasang makhluk di dalam kegelapan yang memaku atensinya sedari tadi. Kehangatan merambat ke sekujur tubuh Elijah hingga tunik yang ia kenakan telah mengering sepenuhnya. Sementara, awak kapal lainnya terlihat saling bertukar cerita kengerian mereka di tengah lautan beberapa waktu yang lalu. Sebagian terlihat masih menyimpan ketakutan dan sebagian lainnya menganggap kengerian mereka sebagai sebuah kejadian heroik yang tak akan terlupakan. Di telinga Elijah, suara-suara para awak kapal itu terdengar bagai dengungan samar yang semakin membuat pikirannya resah.
Jujur saja, Elijah tak menyukai siluet Bagherra yang mencoba menyentuh Lorelie di balik bayang-bayang pepohonan. Keduanya seolah sedang membicarakan sesuatu yang teramat rahasia dengan cara yang intim. Entah mengapa hal tersebut membuat sesuatu di dalam dada Elijah mendidih. Rasanya telah lama Elijah tak merasakan hal semacam itu.
"Peri perempuan mana pun akan menjauh jika kau terlalu terobsesi seperti itu," bisik Tribal di telinganya penuh nada ejekan.
Elijah sontak menoleh tak senang seraya mendengkus kasar. "Tidak ada yang meminta pendapatmu, Kapten!" semburnya ketus.
Tribal terkekeh. Namun, beberapa detik kemudian tawanya mereda tanpa sisa. Suaranya menjadi tajam dan dingin seumpama udara di luar lingkaran api mereka. "Ingat, Elijah. Jangan sampai kehilangan fokus. Kita masih dalam sebuah misi, dan tanda pengenal kerajaanmu ada di tanganku. Aku hanya akan memberikannya setelah kita berada di ambang gua tempat harta karun keluargamu!"
"Aku tahu," desis Elijah. "Pastikan saja kau menepati janjimu, Kapten!"
Sang kapten bajak laut kembali terkekeh. "Aku selalu menepati janjiku asalkan mendapatkan sesuatu yang sepadan," tuturnya sambil menyeringai. Gigi emasnya berkilat menyilaukan diterpa kobaran api di tengah lingkaran mereka. Sang kapten lalu beranjak dari sisinya dan menenangkan Raja Fluer yang terus-terusan menggerutu dan nyaris seperti orang gila. Satu hal yang akan membuatnya langsung waras jika dapat menemukan putri semata wayangnya. Benar-benar drama yang membosankan!
Elijah lantas membuang pandangan kembali pada bayang-bayang hitam beberapa langkah di hadapan mereka, kembali mengawasi Lorelie. Namun, dalam sekejap, peri laki-laki itu mengembuskan napas lega saat akhirnya Lorelie melangkah keluar dari bayang-bayang gelap tersebut. Di belakang si gadis duyung, Bagherra berjalan dengan tampang kusut. Pemandangan itu justru membuat salah satu sudut bibir Elijah tertarik. Perasaan senang yang aneh mendadak melingkupi hatinya.
Selagi Elijah sibuk mengamati ekspresi Bagherra, Tribal mulai membuka suara dan meminta seluruh bajak laut memberikan atensi padanya. Sekilas sang kapten memaparkan tentang pendakian yang akan mereka lakukan di gunung dan hutan yang sama sekali belum pernah terjamah, kemudian mengiming-imingi anak buahnya dengan emas legenda Kerajaa Avery yang konon katanya melimpah. Setelahnya, Tribal kemudian menitahkan salah satu awak kapal yang sering terjun ke alam liar untuk membekali sepuluh awak kapal yang tersisa dengan hal-hal dasar untuk bertahan hidup. Akan tetapi, ronisnya, tak satu pun di antara mereka yang dapat memperkirakan berapa lama perjalanan itu akan mereka tempuh. Pun tidak dengan Elijah yang merupakan keturunan asli Avery.
Suara cempreng sang awak kapal bagaikan dengungan laron yang mengitari cahaya di telinga Elijah. Ia tak dapat mendengar setiap kata yang diucapkan awak kapal tersebut, meski suaranya terdengar sangat mengganggu pendengaran. Sepanjang sisa penjelasan itu, Elijah memusatkan atensinya pada Lorelie, satu-satunya sumber keindahan yang baru saja bergabung bersama mereka.
Sengatan listrik seolah merambat di udara saat sepasang netra mereka pada akhirnya saling bertatapan. Namun, hal itu tak berlangsung lama. Lorelie segera membuang pandangannya pada lidah api yang menyala di tengah-tengah mereka. Gaun basah yang membalut tubuh ramping si gadis duyung membuat Elijah sontak mengembuskan napas panjang. Andai saja mereka tidak sedang bertengkar, ia pasti akan menyerahkan tuniknya pada gadis itu dan rela bertelanjang dada di tepi laut dengan dingin menggigit hanya agar Lorelie dapat merasakan kehangatan. Akan tetapi, mereka sedang bertengkar dan Lorelie baru saja berbicara dengan Bagherra. Hal itu terasa sangat menyebalkan baginya.
Malam semakin larut dan bulan semakin tinggi di puncak langit. Setelah berbagai pertimbangan, Tribal dan para awak kapalnya memutuskan untuk mengakhiri rapat dadakan mereka dan memutuskan untuk memulai perjalanan pagi-pagi sekali dan menghabiskan sisa malam itu dengan beristirahat. Berjalan di bawah kegelapan di tempat asing bukanlah keputusan bijak yang dapat mereka lakukan saat itu.
Setelah rapat sekaligus makan malam yang tertunda sampai kenyang dengan ikan yang 'disediakan' Gloom dalam genangan air laut di pesisir pantai, Tribal lantas membubarkan para awak kapal dan menyuruh mereka tidur. Tribal dan awak kapalnya mengambil posisi tidur bergelimpangan di sekitar nyala api yang semakin besar, sementara Elijah mendapat giliran berjaga selama beberapa jam pertama.
Untuk mencegah kantuk menyerang, Elijah lantas duduk terlampau dekat dengan nyala api. Sebelah tangannya memegang sebilah ranting panjang yang ia sulutkan ke dalam lidah api. Elijah hanya terdiam memandangi bunga api yang sesekali memercik ke udara.
"Boleh aku duduk di sini?"
Sebuah suara lembut menyentak lamunannya. Elijah sontak mengangkat wajah sekilas dan mendapati Lorelie yang baru saja duduk di sampingnya sembari menyunggingkan senyum manis. Entah kedekatan mereka atau senyuman manis Lorelie yang membuat jantung Elijah mendadak berdegup tak karuan, ia tak dapat menerkanya. Peri laki-laki itu lantas membuang pandangan ke arah lidah api. Meski hanya sekilas, Elijah dapat melihat jika gaun putih selutut yang dikenakan Lorelie terlihat telah mengering, kusut, dan menampilkan bercak-bercak kecokelatan di beberapa sisi. Elijah sedang menerka-nerka bagaimana ia bisa mendapatkan noda itu.
"Aku ingin minta maaf," tutur peri perempuan itu tanpa basa-basi.
"Kau tidak melakukan kesalahan apa pun." Tanpa sadar Elijah menyahut ketus.
Namun, Lorelie seolah tak memedulikan sikap enggan Elijah. Gadis duyung itu mengembuskan napas pelan dan melanjutkan kata-katanya. "Maaf, karena aku tidak mengungkapkan jati diriku dari awal... Kita belum bicara soal ini, bukan? Aku minta maaf ..."
Satu sentakan lembut seolah menerpa jantung Elijah. Ia tak menyangka jika akhirnya Lorelie membahas perihal yang selama ini nyaris menjadi pertanyaan abadi di kepalanya. Pangeran peri itu mengangkat wajah, menatap Lorelie yang tertunduk dalam di sampingnya. Sedetik kemudian, tatapannya kembali teralih pada api yang melahap ranting dalam genggamannya.
"Kau tidak perlu menceritakannya jika kau memang... tidak mempercayaiku. Kau pun tidak mengetahui siapa aku sebelum ini, bukan? Jadi, anggap saja kita satu sama."
"Bu-bukan begitu," potong Lorelie gelagapan. Kata-kata Elijah serta-merta membuat si gadis duyung mengangkat wajahnya. Kini tatapan mereka saling beradu di antara pendar api yang menyala kian besar. Suasana di sekitar tempat itu sunyi, hanya dengung binatang malam yang sesekali terdengar membuat Elijah mendadak khawatir jikalau Lorelie dapat mendengar suara detak jantungnya.
"Jadi kau mempercayaiku?" Elijah menatapnya lama dan dalam, seolah dengan tatapan itu banyak hal yang bisa tersampaikan melebihi sekadar kata-kata.
Namun, alih-alih langsung menjawab, Lorelie malah kembali tertunduk. Bahkan, di bawah temaram cahaya, Elijah dapat melihat rona merah terbit samar-samar di kedua pipi peri perempuan itu.
Lorelie berdeham. "Bukan begitu. Aku hanya menunggu waktu yang tepat untuk menyampaikannya, barangkali ... waktu yang tepat itu adalah setelah tujuan kita tercapai. Dan, aku tidak pernah mengira akan bertemu Bagherra lebih cepat...."
"Bagherra sepertinya menyukaimu!" potong Elijah tidak sabar. Ia tak tahan lagi untuk mengungkap asumsi yang berseliweran di kepalanya sedari tadi.
"Kita tidak membahas tentang itu," kilah Lorelie sengit. "Intinya, aku minta maaf karena tidak mengungkapkan jati diriku dari awal. Aku harap kita bisa tetap seperti ini. Dan, jika kau mau kita bisa mulai berkenalan lagi dari awal ...."
"Apa maksudmu dengan seperti ini?" Elijah menaikkan sebelah alisnya.
Lorelie membuka mulut hendak menjawab, tetapi sepertinya peri perempuan itu mendadak kehilangan kata-kata. Kernyitan samar muncul di antara sepasang alisnya yang saling bertaut. "Seperti ...."
"Apa yang Bagherra katakan?" Elijah memotong dan kembali menatapnya intimidatif.
"Tidak ada. Lagi pula, mengapa kau sangat ingin mengetahuinya?"
Elijah mendengkus. "Aku tahu, dia menyukaimu."
Lorelie membelalak demi mendengar nada suara Elijah yang meninggi. Untuk beberapa saat, ia hanya mampu mengerjap dengan sorot tak percaya. "Kau tidak tahu apa-apa, Elijah."
"Aku tahu, Lorelie. Aku juga tahu jika selama ini kau hanya memanfaatkanku untuk menyelamatkan orang tua dan kerajaanmu...."
"Tidak. Itu tidak benar," bantah Lorelie panik. Kedua lengannya bergerak hendak menyentuh Elijah. Namun, peri laki-laki itu refleks menjauhkan tubuhnya. "Aku ingin menolongmu karena kita memiliki tujuan yang sama. Aku melihat perempuan yang bersamamu diserang sang penyihir lautan sebelum menghilang."
Elijah menggeleng sembari memegang sebelah pelipisnya dengan wajah gusar. Peri laki-laki itu mendadak merasakan nyeri pada pelipisnya saat mencari memori yang diungkapkan Lorelie di dalam kepalanya. Ia tak dapat mengingatnya sedikit pun.
"Aku akan membantumu mengingatnya," ucap Lorelie lembut seraya menyentuh pundak Elijah.
Saat pusingnya mereda, Elijah lantas menatap peri perempuan yang saat itu sedang menyorotnya khawatir. "Mengapa kau begitu peduli padaku?" tanyanya dengan suara tersekat.
"Aku ...."
"Jangan terus-terusan menggodaku, Lorelie?"
"Aku tidak menggodamu. Jangan salah paham ..." Lorelie menjauhkan telapak tangannya dari pundak sang pangeran peri seolah merasa jika perlakuaannya adalah sebuah kesalahan.
"Kau selalu berada di depan mataku dan selalu peduli padaku ..." Elijah mendekatkan wajahnya pada Lorelie hingga sontak membuat peri perempuan itu sedikit menjauhkan tubuh dengan canggung. Ekspresi takut pada wajah cantiknya membuat Elijah merasa geli dan terus ingin menggodanya.
"A-aku ...."
"Tahukah kau, bahwa yang kau lakukan itu telah menyentuh hatiku?" Elijah menggeser wajahnya lebih dekat hingga telapak tangan Lorelie refleks menahan tubuhnya.
"A-apa? Apa maksudmu?"
Elijah bahkan dapat merasakan tubuh peri perempuan itu sedikit gemetaran. Namun, hal itu tak sedikit pun mengurungkan niatnya untuk menghentikan perilakunya. Lorelie yang ketakutan mendadak terlihat sangat menarik di matanya. Elijah kembali mendekatkan wajahnya pada wajah Lorelie hingga peri perempuan itu memejamkan kelopak matanya dan terlihat nyaris menahan napas.
"Aku menyukaimu, Lorelie," bisiknya
Lorelie membelalak. Bibir mungilnya membentuk lingkaran yang tak meloloskan sepatah kata pun. "Apa katamu?" pekiknya tak percaya.
"Apa aku perlu berteriak dan mengulangi ucapanku sekali lagi hingga seluruh awak kapal terbangun?"
Lorelie menggeleng panik. Di bawah cahaya rembulan, paras peri perempuan itu terlihat jauh lebih pucat dari biasanya. Apakah Elijah telah menakutinya?
"Bagus. Jadi kau telah memahaminya, bukan?"
Tepat saat Elijah mengakhiri pertanyaannya, suara koakan dan kepakan sayap mendadak terdengar mendekat dari kejauhan. Kedatangan makhluk-makhluk asing itu sontak membuyarkan kedekatan di antara Elijah dan Lorelie. Dengan gesit, peri laki-laki itu lantas melompat ke hadapan Lorelie, melindunginya, sembari menghunuskan sebilah pedang sihir. Elijah mendongak dan mendapati lima ekor burung hitam berparuh tajam terbang membelah langit dari arah gunung berselimut awan yang menjulang di Phantom Enclave.
Dari kejauhan, makhluk-makhluk serupa burung berwarna hitam pekat berkilat dengan mata kuning emas yang menyala bahkan terlihat sangat mengerikan. Paruhnya berkilat dan terlihat sekeras baja di bawah terpaan sinar rembulan. Elijah sedikit gentar karena sama sekali tak mengenali makhluk-makhluk itu. Makhluk-makhluk asing serupa itu rasanya tak pernah sedikit pun ia baca di dalam perkamen Kerajaan Avery. Ia jadi bertanya-tanya apakah makhluk-makhluk itu termasuk salah satu penjaga The Mighty Mountain?
Elijah semakin mengeratkan genggaman sebelah tangannya pada gagang pedang. Sementara, lengan yang lain meraih pergelangan tangan Lorelie yang bersembunyi di belakang punggungnya. "Sialan, rupanya kita kedatangan para penyambut!"
Pontianak, 18 Desember 2020 pukul 15.28 WIB
Holaaa Elijah dan Lorelie balik lagi, maaf telat banget tadi malam aku ketiduran 😭 maaf banget yaa kenjirozacky yang udah setia nagih cerita ini. Terima kasih banyak buat yang baca 😍🤗
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top