23. ❤️ Requiem of Love
Pertemuan di geladak langsung dihentikan begitu mendapat kabar dari Thumblelily. Para bajak laut membubarkan diri secepat kengerian yang semakin mendekat dan ketakutan yang merambati benak mereka. Namun, satu hal yang telah disepakati, bahwa setiap awak kapal akan menyumpal telinga mereka dengan potongan kayu kecil yang telah dibubuhi serbuk peri, kemudian menutup mata mereka dengan kain hitam. Sebagian bajak laut akan bertahan di atas kapal dengan posisi terikat, sementara sebagian lainnya akan berlayar menggunakan sekoci untuk mencapai Phantom Enclave.
Semula rencana itu tampak sempurna di mata Elijah, tetapi saat Thumblelily menerobos celah pintu dengan kabar mengejutkan itu, kengerian segera saja melemahkan keteguhan hatinya. Bagaimanapun, Elijah tak pernah bertemu dengan para siren secara langsung sebelumnya, kecuali pada malam nahas yang memporak-porandakan The Infinite Haven beserta kerajaan Raja Fleur. Namun, catatan-catatan para pendahulu mengenai para siren cukup membuatnya bergidik. Tak ada yang pernah selamat dari nyanyian cinta mereka.
Akan tetapi, satu hal yang menjadi buah pikiran sang pangeran peri, jika memang para siren sebegitu berbahaya, lantas bagaimana mungkin harta karun leluhur Kerajaan Avery bisa tersimpan di sana? Siapakah yang menguasai pulau itu sebenarnya? Apakah ada kesepakatan tertentu antara para siren dengan pihak Kerajaan Avery? Elijah akan segera mengetahuinya jika mereka berhasil mencapai puncak Phantom Enclave. Untuk sementara, ia berubah sekuat tenaga untuk mengenyahkan pikiran-pikiran yang memenuhi benaknya itu.
Elijah baru saja selesai mengikat salah satu awak kapal pada tiang layar saat tiba-tiba keriuhan terdengar dari arah buritan. Beberapa awak kapal terlihat berlarian ke arah suara tersebut sehingga membuat peri laki-laki itu penasaran dan mengikuti arah keramaian. Pemandangan Rage, Bagherra dan beberapa awak kapal yang terlihat menunduk melewati pagar kapal, langsung menyanbutnya. Dengan bergegas, Elijah berlari menghampiri keramaian itu.q
"Ada apa?" tanya sang pangeran peri.
Bagherra yang pertama kali menoleh padanya. "Lorelie," sahutnya sembari menggerakkan kepala menunjuk ke suatu tempat di luar pagar kapal.
Elijah lantas memanjat pagar bagian dalam kapal, kemudian melongok ke bawah. Pada bagian luar badan kapal, terlihat Lorelie yang sedang bergelantungan menggunakan sulur rumput laut dengan ujung yang ditarik oleh beberapa awak kapal.
Senyum kelegaan seketika mengembang pada wajah sang pangeran peri begitu pandangannya bertemu dengan si gadis duyung. Sementara, Lorelie memberengut, merasa diperolok-olok oleh senyuman itu.
"Kau menertawaiku, ya?!" bentak si gadis duyung. Bahkan, dalam posisi segenting itu, Lorelie tetap bisa menghardiknya."Tunggu sampai aku berhasil naik dan menghajarmu!"
"Oh, aku sangat tidak sabar menantimu di sini. Kau bisa menghajarku sepuasnya," kelakar Elijah dengan nada suara menggantung. "... asal kau bisa berdiri dan mengejarku, gadis duyung!" Elijah terbahak lagi meremehkan dengan suara terlampau keras sehingga Rage, Bagherra, dan tiga awak kapal lainnya sontak menatapnya.
Elijah menaikkan salah satu alisnya. "Apa?" tanyanya menantang pada sosok-sosok hang menatapnya aneh. Namun, sedetik kemudian dia segera tersadar jika yang dilakukannya terlampau berlebihan. Entah mengapa kemunculan Lorelie membuat hatinya lega dan terlampau senang hingga melupakan keanehan tingkahnya. Harusnya dia tidak tertawa di saat-saat genting seperti itu.
"Ada apa ini?" Tribal yang kebetulan melintasi buritan, menghampiri mereka dengan raut wajah ingin tahu.
Elijah mundur, memberi sang kapten celah untuk mengintip melewati pagar kapal. "Demi Leluhur Para Peri, kau kembali di saat yang tepat gadis duyung!" seru Tribal keras. Salah satu sudut bibirnya tertarik menampakkan sedikit gigi emasnya yang berkilauan.
Lorelie melambai dengan wajah gusar, sementara sebelah tangannya menggenggam erat sulur rumput laut yang melilit pinggangnya. "Halo, Kapten. Maaf, aku sedang sangat sibuk di sini," sarkasnya.
Tribal tergelak. Namun, sang kapten kemudian memerintahkan beberapa orang awak kapal yang bertubuh bongsor seperti Rage untuk membantu menarik Lorelie. Dalam sekejab, tubuh si gadis duyung akhirnya berhasil naik ke geladak.
"Para siren telan melihat kedatangan kalian," ucap Lorelie begitu tubuhnya telah terangkat melewati pagar kapal dan kemudian diletakkan dalam bak air yang disediakan salah seorang awak kapal.
Tribal yang semula hendak bergabung dengan para bajak laut yang sedang menyiapkan kapal sontak berbalik. Netra karamelnya membelalak. "Bagaimana kau---
"Aku baru saja berenang dari Phantom Enclave."
"Jadi, apa saranmu untuk kami?" tanya sang kapten cepat. Tubuhnya berjongkok tepat di depan bak air Lorelie. Menatap sekaligus mendengarkan gadis duyung itu penuh perhatian.
"Tidak ada yang dapat menghindarkan kalian dari para siren. Akan tetapi, aku mungkin akan membantu mengalihkan perhatian mereka jika kalian hendak menuju Phantom Enclave."
Elijah menggeleng. Napasnya diembuskan berat dan panjang. "Bagaimana kalau Sang Penyihir Lautan datang dan menangkapmu?" tanyanya gusar.
"Tidak akan. Dia tidak pernah berada di sana sejak lama. Dia berdiam di istanaku," sahut Lorelie penuh keyakinan.
"Akan tetapi, bagaimana jika---
Tribal menepuk bahu Elijah agak keras membuat kata-kata sang pangeran peri terpotong. "Aku tahu kau mengkhawatirkan kekasihmu, Anak Muda. Namun, kita dalam konsisi genting saat ini. Pundi-pundi emasku menyusut dan Kita terancam miskin. Kita memerlukan pengorbanan besar di sini."
Elijah mendelik demi mendengar kata-kata Tribal yang menjengkelkan. "Kau berlebihan, Kapten!" tudingnya.
"Aku mengungkapkan hal yang sebenarnya, Pangeran. Kru bajak laut kita berkurang, hartaku hilang dan---
"Aku sudah memutuskan," sela Lorelie. "Aku akan membantu kalian. Aku harap kalian tidak bertengkar lagi. Setelah ini, kembalikan aku ke laut."
Elijah masih menggeleng keras. Tak puas akan keputusan Lorelie. Sementara, di sisi lain, Tribal menyunggingkan senyum lebar penuh kemenangan. Gigi-gigi emas sang kapten yang berkilauan seolah mengejek Elijah. Pangeran peri itu lantas menendang pagar kapal dengan marah.
Tribal mengabaikan sikapnya dan tetap menjalankan kesepakatan mereka. Setelahnya, sekoci kayu perlahan mulai diturunkan dan di saat bersamaan kapal mengurangi kecepatannya. Dua sekoci yang berisi empat belas penumpang terlebih dahulu menepi dan membiarkan Bourbounaisse terlebih dahulu menembus kabut. Sementara, Lorelie mengiringi kapal besar itu membelah Faeseafic.
Dari atas salah satu sekoci, Elijah menatap sirip si gadis duyung yang mulai menjauh dari penglihatannya. Ia tak pernah begitu khawatir hingga tak begitu semangat menjalankan misi yang awalnya direncanakan untuk mendapatkan tanpa pengenal Avery-nya kembali. Namun, layar telah terkembang dan kapal telah terlanjur melaju. Hal terbaik yang dapat mereka lakukan adalah mengarunginya dengan sepenuh hati.
🧜🧜🧜
Lorelie berenang cepat mendahului Borbounaisse. Kabut tipis menjadi lapisan pertama, penghalang terluar Phantom Enclave. Tidak ada apa-apa di lapisan itu, tetapi kabut bertambah tebal hingga beberapa depa di hadapan. Kabut yang mampu menyesatkan kapal-kapal kecil atau makhluk-makhluk malang yang kebetulan tersesat di dalamnya.
Menjadi duyung terkutuk dalam hal ini cukup menguntungkan bagi Lorelie. Ia termasuk salah satu makhluk yang kebal terhadap kabut mengerikan itu. Barangkali, hal tersebut disebabkan oleh separuh dirinya sebagai duyung yang merupakan kerabat dekat para siren. Sementara, kabut itu adalah salah satu sihir para siren untuk melindungi wilayah teritori mereka. Keuntungan kedua bagi Lorelie adalah kekebalan terhadap nyanyian mematikan para siren. Gadis duyung itu sengaja tak mengungkapkannya pada Elijah untuk mendapat sedikit perhatian dari sang pangeran peri. Kekhawatiran Elijah sejujurnya memberikan kesenangan tersendiri baginya.
Saat kabut yang dilewati Lorelie perlahan mulai menipis, samar-samar suara nyanyian itu mulai terdengar. Meski, gadis duyung itu memiliki kekebalan terhadap nyanyian para siren, ia tak dapat memungkiri jika suara para siren sontak membuat bulu kuduknya meremang.
Seharusnya Lorelie tidak perlu khawatir mengenai keselamatan para bajak laut di atas Borbounaisse. Para lelaki itu terikat erat pada tiang-tiang kapal. Mata mereka tertutup kain hitam dan telinga mereka tersumbat. Namun, entah mengapa Lorelie tak dapat mengenyahkan perasaan was-was itu. Bagaimanapun, nyanyian para siren adalah sesuatu yang magis dan kuat. Sebagaimana lautan, sihir dan kemagisan adalah dua hal yang tak dapat diprediksi.
My heart is pierced by Cupid,
I disdain all glittering gold,
There is nothing can console me,
But my jolly sailor bold.
Suara para siren sayup-sayup terdengar bersama embusan angin. Dengan was-was Lorelie menoleh ke arah kabut yang telah ia tinggalkan. Borbounaisse belum tampak dan kecil kemungkinan para bajak laut itu mendengarkan nyanyian para siren. Lorelie kembali melanjutkan renangnya menatap tirai kabut tipis yang masih berada di depan matanya. Itu adalah tirai kabut terakhir yang harus dilewatinya sebelum mencapai Phantom Enclave. Meski, di balik kabut, Lorelie telah dapat melihat siluet samar Phantom Enclave, tetapi anehnya sosok para Siren sama sekali belum terlihat. Hal itu membuatnya semakin waspada.
Selama berwujud peri perempuan utuh, Lorelie memang tidak pernah bertemu dengan siren. Membayangkan makhluk itu pun, ia tak pernah. Perkamen-perkamen yang tersimpan di dalam ruang baca sudah memberitakan kengerian yang cukup kentara mengenai sosok cantik yang berbahaya itu.
Come all you pretty fair maids,
Whoever you may be,
Who love a jolly sailor bold,
That ploughs the raging sea.
Jika siren telah mulai membuka mulut, suara telah terlantun, maka mereka akan mulai menatap sosok yang mereka pilih dengan penuh cinta. Pada detik itu juga sihir dari nyanyian akan mulai berlaku. Siapapun yang terpilih akan mulai membalas tatapan para siren dengan penuh cinta, menginginkannya bagai sesosok kekasih yang lama tak bersua. Tanpa memedulikan tempat dan keadaan, sosok yang telah dipilih siren akan mendatangi kekasihnya dengan hasrat dan kecintaan yang menggelora. Mereka yang berdiam di atas kapal tak akan peduli jika harus melompat ke lautan dan tenggelam, sementara mereka yang berada di lautan tak akan menyadari sepasang tungkai yang mendadak melemah.
Setelah seluruh kewarasan dan cinta mereka terenggut, beberapa saat menjelang ajal, siren akan menarik sihirnya. Membiarkan sosok buruannya menyadari kebodohannya saat tenggelam. Menghilangkan rasa cinta yang menjadi alasan mereka untuk mati. Sungguh sebuah kematian yang menyakitkan sekaligus menyedihkan. Saat tubuh ringkih yang telah kalah itu melayang menuju dasar laut, maka para siren dengan ketangkasan dan kekejamannya akan merenggut jantung dengan brutal dari rongga dada sang korban.
Tiba-tiba suara sesuatu menghantam permukaan laut terdengar dari arah belakang hingga sontak membuat Lorelie menoleh. Lamunannya mengenai para siren seketika buyar, terlebih begitu menyaksikan jika lamunan mengerikan itu ternyata telah menjadi nyata. Sesosok tubuh awak kapal Bourbonaisse terjatuh dari ketinggian kapal. Tali tambang yang melilit sosok itu terlepas, sementara penutup matanya terbuka. Kengerian itu membuat Lorelie berbalik menerobos kabut kembali untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi di Borbounaisse.
Namun, kengerian itu serta-merta menjadi teror saat Lorelie menemukan jawaban atas ketiadaan para siren di pesisir Phantom Enclave. Rupanya mereka telah mendekati Borbounaisse terlebih dahulu dan berenang pada salah satu sisi kapal.
Saat, sepasang mata berbeda warna milik salah satu siren berserobok dengan netra biru laut Lorelie, gadis itu tahu jika ia harus langsung menerjang makhluk kejam itu. Dengan kekuatan penuh, Lorelie berenang ke arah Borbounaisse. Gelombang dan buih di sekitar kapal besar itu menerpanya dengan sangat kencang, memberikan dorongan kuat yang berlawanan arah.
"Hentikan!" Lorelie menjerit dengan tenggorokan yang terasa kering, begitu jaraknya telah sangat dekat dengan para pemangsa cantik itu.
Dua sosok siren yang berenang di permukaan menatapnya dengan binar meremehkan yang kentara. "Kau pikir kau bicara pada siapa?" ejek salah satu yang berambut sewarna api. Lorelie mengedarkan pandangan ke sekitar mencari satu sosok lainnya yang tak terlihat di permukaan. Kemudian, ia menyadari jika sosok siren yang tak tampak di permukaan itu kemungkinan besar sedang memburu jantung awak kapal malang yang terjatuh dari kapal.
"Hentikan aksi brutal kalian!" Lorelie memekik di antara suara gelombang Faeseafic yang menderu. Tubuhnya gemetaran, tetapi tekadnya ia rengkuh sekuat tenaga.
Para siren tertawa. Suara tawa mereka lebih mirip lolongan serigala di telinga Lorelie. "Makhluk lemah sepertimu ingin menghentikan kami? Apa kau ingin mati?" suara salah seorang siren meninggi. Bersamaan dengan itu sebuah pusaran air mendadak muncul dari kedua sisi siren berambut ungu menyala. Laut di sekitarnya mulai berkecamuk.
Dalam sepersekian detik, bahkan sebelum Lorelie sempat mengedip, sepasang pusaran air itu menuju ke arahnya dengan kecepatan tinggi. Salah satu pusaran air berhasil menghantam Lorelie hingga tubuh ringkih si gadis duyung terdorong beberapa depa ke belakang, menghantam salah satu sisi kapal. Air memecah menjadi buih saat menghantam permukaan keras itu, sementara Lorelie terbatuk hebat saat nyeri menghantam perutnya.
Lorelie merosot pada sisi kapal sebelum tubuhnya kembali ke dalam lautan. Kekuatannya kembali pulih saat buih Faeseafic melingkupinya. Namun, di saat bersamaan, guncangan pada geladak yang ditimbulkan oleh hantaman tubuhnya pada salah sisi kapal menyebabkan ikatan salah satu awak kapal terlepas.
Siren berambut sewarna api kembali membuka mulutnya. Lagu melantun dengan nada lirih dan penuh harap, sementara sepasang netra beda warnanya menatap buruan. Untuk sesaat, lelaki di atas geladak itu hanya berjalan berputar-putar mencari pegangan. Akan tetapi, kebodohan berikutnya yang terjadi membuat Lorelie bergidik ngeri.
Bajak laut bertubuh kurus itu melepaskan ikatan kain hitam pada matanya begitu saja saat ia kesulitan mencapai pegangan. Pandangannya langsung tertuju pada sosok siren cantik yang sedang menggerak-gerakan mulutnya. Senyum dingin yang abadi terpatri bada bibir merah menyalanya, membuat si awak kapal malang mendekatkan tubuhnya pada pagar kapal. Detik itu juga, Lorelie memahami, jika tidak hanya lagu yang mengandung sihir, tetapi juga tatapan yang seolah penuh cinta itu.
Dengan kecepatan penuh, Lorelie berenang ke arah siren berambut sewarna api, kemudian menerjang tubuh sang monster. Nyanyian sihir itu sontak terhenti karena pada detik selanjutnya Lorelie berhasil memukul mundur sosok itu ke dalam lautan. Namun, kemenangan semu itu tak berlangsung lama, dengan brutal, sang siren mencakar lengannya, membuat cengkeramannya terlepas.
Lorelie terlalu terlambat menyadari jika apa yang dilakukannya sia-sia saat suara nyanyian dari permukaan laut kembali terdengar. Kali ini bukan dari si rambut api, melainkan si rambut ungu menyala yang berada di permukaan laut.
"Ti-tidak!" Lorelie menggeleng, kemudian hendak berenang menuju permukaan. Akan tetapi, siren berambut sewarna api itu tak membiarkannya lolos begitu saja. Makhluk itu menyeringai penuh kemenangan sebelum memunculkan kembali sepasang pusaran air di dalam laut.
Sepasang pusaran mengerikan yang melesat cepat, mengejar Lorelie yang berenang menjauh menuju kedalaman Faeseafic. Sebagai bentuk pertahanan, Lorelie membuat sebuah kibasan dengan siripnya, hingga air laut di sekitarnya membentuk gelombang besar. Satu pusaran air pecah berderai menjadi buih begitu dihantam oleh gelombang Lorelie. Sementara pusaran air yang lain hanya berhasil menyenggol bahunya sebelum menghilang di kedalaman laut.
Lorelie balas menyeringai. Namun, seringaian di bibirnya sontak memudar saat siren berambut sewarna api kembali menyerangnya dengan cakaran brutal. Susah payah gadis duyung itu mengelak, sebelum tiga cakaran menggores kulit bersisiknya. Namun, tentu saja tidak ada darah yang menguar, melainkan hanya buih-buih tipis yang keluar dari goresan menganga itu.
Lorelie meraung marah, kemudian balas menyerang dengan cakarnya. Namun, serangan itu dengan mudah dapat dipatahkan oleh sang siren. Dalam gerakan cepat dan tak terduga, siren itu bahkan berhasil membalik keadaan. Ia mengunci kedua lengan Lorelie di belakang tubuh kemudian berbisik dengan suara parau.
"Berhentilah menyelamatkan para penghuni daratan yang lemah. Mereka hanya memanfaatkanmu!" Cicitnya tepat di depan telinga Lorelie. Namun, rupanya hal itu dilakukan bukan tanpa alasan, dari kejauhan sesosok tubuh jatuh menghantam permukaan laut, kemudian melayang turun dengan mata membelalak dan nyawa yang sedang dipertaruhkan. Begitu tubuh bajak laut malang itu tenggelam semakin dalam, sihir siren sepenuhnya telah hilang, menyisakan kesekaratan yang menyakitkan, dan siren berambut sewarna api ingin Lorelie menyaksikan kematian itu.
Siren berambut ungu berenang cepat dari permukaan laut menuju mangsanya yang sekarat. Tanpa ampun, ia mencengkeram dada si bajak laut, menembusnya dengan kuku-kuku tajam. Kemudian, dengan cepat, lengannya menarik keluar sebongkah jantung berdarah dalam genggaman tangan. Pandangan itu lantas tersamar oleh merah pekat darah yang mewarnai lautan, sebelum akhirnya tubuh malang itu menghilang ke dalam lautan.
Lorelie menggeleng frustrasi. Tubuhnya gemetaran dalam cengkeraman sang siren berambut sewarna api. Pelupuk mata gadis duyung itu terasa perih dan memanas. Akan tetapi, di dalam lautan, air matanya tak akan menitik. Kengerian dan kebrutalan yang terpampang di depan matanya, membuat keraguan perlahan menyusup dalam benaknya, berusaha menggoyahkan tekadnya.
Sekarang, bagaimana caranya agar aku dapat menyelamatkan mereka?
Pontianak, 05 November 2020 pukul 04.16 WIB
Yuhuu Elijah dan Lorelie telah kembali... maaf part ini kepanjangan, ada 2380 kata. Kalau kalian pengen denger lagu yang dinyanyikan para siren, putar aja multi media di atas. Terima kasih sudah mampir dan sehat selalu. Amin.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top