19. 🤴 Andromeda Aerendyl
Lorelie tidak pernah menyangka jika Elijah dan para bajak laut akan datang untuk menyelamatkannya. Terlebih, setelah mengingat kejadian di atas kapal hingga akhirnya ia berakhir tertawan oleh sang kapten bajak laut. Kedatangan kru kapal Bourbonnaisse sedikit banyak telah menghangatkan salah satu sudut hatinya dan keinginannya untuk kabur bersama Bagherra menguap detik itu juga. Saat Elijah menangkap tubuhnya yang mendadak berubah kembali menjadi duyung, Lorelie tahu jika pilihannya sudah tepat.
Pangeran peri itu sekuat tenaga membopongnya menjauhi kejaran beberapa sentinel yang kebetulan berjaga di sekitar taman, sementara Bagherra yang setia mengekori mereka, melawan dengan sigap para sentinel yang coba menghadang. Bagherra telah sepenuhnya sadar jika dia dan Elijah berada di pihak yang sama.
"Berhenti kalian!" Salah satu sentinel berteriak parau dari balik topeng besi yang menutupi wajahnya. Elijah dan Bagherra kini telah menyelinap menyusuri taman rimbun yang minim cahaya. Bayangan-bayangan gelap ranting-ranting dan pepohonan menyamarkan sosok-sosok peri dalam pelarian itu. Mereka terus berlari mengabaikan peringatan yang bersahut-sahutan di belakang.
Bagherra akhirnya menuntun jalan dengan lincah, setelah menghalau dan menjatuhkan beberapa sentinel yang nyaris mencapai mereka. Beberapa sentinel yang tersisa masih berjarak cukup jauh, bahkan nyaris tak terlihat sehingga mereka memutuskan untuk terus berlari tanpa menoleh.
Sementara Lorelie yang berada dalam gendongan Elijah menyandarkan kepalanya pada dada bidang Elijah sembari mendengarkan irama detak jantung sang pangeran peri yang berpacu cepat serta napasnya yang memburu. Sesekali gadis duyung itu mencuri pandang pada Elijah yang susah payah membopongnya dan mau tidak mau salah satu sudut bibir gadis duyung itu sedikit tertarik. Bagaimanapun hal seperti ini tidak akan mungkin terulang untuk kedua kalinya dalam keadaan normal, mengingat betapa ketus dan pemarahnya Elijah. Ia harus mengingat dan menikmati momen ini.
"Kita harus mencari air!" seru Elijah pada Bagherra. Suaranya tersendat dan napasnya tak beraturan.
Peri elf pirang itu menoleh pada Elijah sekilas, tanpa sedikit pun memelankan langkah. "Untuk itu kita harus menuju lautan secepatnya," jawabnya.
Lorelie dapat mendengar Elijah mendengkus keras demi mendengar jawaban Bagherra, sementara gadis duyung itu hanya tersenyum kecut seraya mengeratkan rangkulannya pada sang pangeran peri.
"Aku bisa kehabisan napas akibat membopong duyung berat ini," keluh Elijah.
Bagherra tergelak. "Taman ini begitu luas, jadi bersabarlah sedikit, Tuan."
Di saat bersamaan, Lorelie menghantamkan kepalan tangannya pada punggung Elijah dengan kesal sehingga peri laki-laki itu sontak mengerang. Gadis duyung itu tak terima atas perkataan Elijah barusan.
Elijah yang sama sekali tak menyangka akan mendapat perlakuan seperti itu refleks berteriak marah. "Dasar duyung kasar! Jika kau melakukannya lagi, aku akan meninggalkanmu di semak-semak!" semburnya. Larinya melambat karena kekesalan yang bertumpuk di dalam dadanya.
"Kau menyebut aku berat, Pangeran Pemarah? Kau sungguh tidak sopan!"
"Tentu saja berat, aku nyaris kehabisan napas karena menggendongmu!"
"Apa?!"
"Bagherra, bisakah kita bertukar posisi, aku---
Lorelie kembali melayangkan tinjuannya. Kali ini jauh lebih keras. Bunyi berdebum pada punggung Elijah sontak menarik atensi Bagherra sesaat.
"Aww! Kau mau merontokkan tulang punggungku, hah?"
"Pukulanku tidak sekeras itu, Pangeran Cengeng!"
"Kau menghinaku---
Bagherra mendesis, meletakkan jari telunjuknya di bibir. "Hei, kalian berdua tenanglah. Coba dengar, kita sudah hampir sampai pada pintu rahasia dan sepertinya para sentinel juga tidak mengekori kita lagi."
Ucapan Bagherra barusan sontak membungkam pertengkaran Elijah dan Lorelie. Sang pangeran peri lantas mempercepat kembali langkahnya, sementara si gadis duyung membungkam keinginannya untuk mengumpat pada Elijah.
Kehening kembali menyelimuti taman gelap yang mereka lalui. Dalam kesunyian itu, samar-samar terdengar suara deburan ombak di kejauhan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bagherra, pesisir pantai sudah sangat dekat di balik tembok tinggi yang memagari taman.
"Laut!" Elijah berseru antusias. Lorelie dapat merasakan tubuh pangeran peri itu menegak.
"Benar, di balik tembok ini adalah pesisir pantai." Bagherra menyahut sembari menyunggingkan senyuman miring. Langkah peri pirang itu lantas terhenti tepat di depan tembok batu dengan sisi yang sedikit menonjol. Ia menyentuhnya sekilas di beberapa bagian tonjolan itu seolah sedang mencari celah.
Elijah memacu tungkainya lebih cepat dan berhenti tepat di samping Bagherra beberapa saat kemudian. Napasnya tersengal.
Dari dalam gendongan sang peri, Lorelie bahkan dapat melihat titik-titik keringat membanjiri pelipis sang pangeran peri. Sedikit rasa iba terbetik dalam benak si gadis duyung, tetapi kala mengingat perdebatan mereka barusan, sikap Elijah yang tidak menyenangkan itu masih membuatnya dongkol sehingga ia hanya membuang pandangan ke sembarang arah.
"Lakukan dengan cepat, Bagherra ..." ucap Elijah di sela-sela tarikan napasnya. Kedua lengannya gemetaran menahan bobot berat Lorelie.
Bagherra mengangguk sekilas pada sang pangeran peri, sebelum mulai mengetuk-ngetuk sebuah celah yang sedari tadi ia cari. Perlahan, sisi dinding yang menonjol itu bergeser hingga menimbulkan suara gaduh di tengah keheningan taman. Kepulan asap tipis yang mengandung debu membuat Bagherra dan Elijah serentak mundur beberapa langkah menjauhi tembok yang membuka secara otomatis.
Suara gulungan ombak dan desau angin laut sontak menyeruak kentara. Bau asin garam bahkan dapat terendus di udara. Namun, alih-alih mendapati pekatnya lautan dan hamparan pasir, selusin sentinel telah menanti waspada di balik tembok dengan tombak-tombak dan pedang-pedang yang terhunus.
Bagherra mendorong tubuh Elijah mundur, sementara dia sendiri kembali menghunus dan mengayunkan pedang. Peri laki-laki itu bersiaga dalam kuda-kuda terbaiknya, siap melawan para sentinel yang menghalangi jalan mereka.
Empat sosok sentinel maju sekaligus. Dua bertombak dan dua lainnya dengan pedang menyerang Bagherra. Peri pirang itu dengan sigap menangkis setiap serangan yang tertuju padanya. Namun, kala dua sosok bertombak lain datang turut menyerangnya, Bagherra agaknya mulai kewalahan. Sebuah sabetan pedang akhirnya mengenai salah satu lengan atasnya.
Lorelie mulai panik dan menggeliat di dalam gendongan Elijah. "Letakkan aku di semak-semak," cetusnya.
"Apa? Mereka akan menangkapmu dan membawamu ke ruangan ritual."
"Aku tahu, aku akan menjaga diri. Bagherra perlu bantuanmu."
Elijah mendengkus. Belum sempat ia mempertimbangkan permintaan Lorelie barusan, dua sosok sentinel mulai mendekati mereka, berusaha menjatuhkan pangeran peri itu. Dengan susah payah, Elijah mengelak dan berkelit. Sementara, Lorelie di dalam gendongannya, mengayunkan sebilah belati, berusaha mengenai sentinel yang menyerang mereka.
Saat keadaan mulai mendesak Elijah dan Bagherra dengan jumlah sentinel yang terus bertambah dan mengepung mereka dari berbagai arah, tiba-tiba suara derap langkah kaki unicorn datang dari arah tembok yang telah terbuka. Para sentinel yang sedang mengepung mereka sontak menghentikan serangan.
Raja Fleur, Tribal dan rombongannya tiba di balik pintu rahasia dalam sekali kedipan mata. Sang raja melompat turun dari punggung unicornnya dengan wajah berang, diiringi oleh Tribal dan para sentinel lainnya.
"Bagherra!" pekiknya dengan wajah pucat kemerahan menahan amarah. "Dasar pengkhianat, kembalikan gadis duyung itu padaku!"
Para sentinel yang mengepung Elijah dan Bagherra sontak membuka jalan bagi sang raja yang memasuki ambang pintu rahasia. Raja Fleur berjalan dengan langkah-langkah besar yang tergesa. Jubah keemasannya menyapu semak bercampur pasir yang ia lewati. Mata sempitnya yang memicing menyorot Bagherra tajam.
Bagherra menurunkan bilah pedangnya, tetapi agaknya sama sekali tak berniat memasukkan senjatanya ke dalam sarung. Kakinya tetap menapak bumi dengan kuda-kuda yang siap untuk melakukan serangan kapan saja. Rahangnya mengeras dan cuping hidungnya kembang kempis membalas tatapan sang raja.
"Maafkan aku, Yang Mulia. Aku tak bisa menyerahkan Lorelie," ucapnya tegas.
Raja Fleur menggeram marah. Saat jarak di antara dirinya dan Bagherra telah terkikis, salah satu lengannya menarik kerah baju yang mencuat dari jubah peri laki-laki itu dengan kasar.
"Kau menentangku, Bagherra?"
Bagherra diam, mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Sementara tatapan nyalangnya menghunus pada sang raja. Tubuhnya bergeming, sama sekali tak bergerak menerima perlakuan itu.
"Lorelie adalah bagian dari Bourbonaisse dan kita sudah sepakat jika kau akan mengembalikannya pada kami, bukan?" Elijah akhirnya membuka suara. Alih-alih mengeluh kelelahan, sang pangeran peri malah semakin mengeratkan rengkuhannya pada tubuh Lorelie.
Tatapan Raja Fleur memicing dan kini teralih pada Elijah. Kelancangan sang pangeran peri semakin membuat kemarahan sang raja berkobar. "Tutup mulutmu, jangan ikut campur!" hardiknya.
Setelahnya, sang raja tertawa sinis. Suara tawanya membelah taman yang hening. Dia menoleh cepat pada Tribal yang berada beberapa langkah di belakangnya. "Aku tidak pernah menyepakati apa pun Tribal, kau tahu itu kan. Aku berencana meminta pertolongan padamu dan duyung itu adalah pertolongan yang kuharapkan."
Wajah Tribal mendadak keruh. Kapten bajak laut itu melempar pandangan sekilas pada Elijah untuk menilik perubahan air muka sang pangeran peri.
Elijah menyambut kerlingan itu dengan raut marah. Rahang sang pangeran peri menegang, sementara gigi-geliginya bergemeretak menahan emosi yang perlahan mulai merambatinya. Jika saja ia tidak sedang membopong tubuh Lorelie saat itu, maka sudah dapat dipastikan ia akan menerjang Raja Fleur.
"Yang Mulia, Hamba mohon pertimbangkan lagi. Hamba tidak akan menyerahkan awak kapal Bourbonaisse begitu saja karena mereka bagian dari kekuarga kami. Namun, jika Anda mengharapakan pertolongan, kita bisa membuat kesepakatan baru. Dan yang pasti, kesepakatan itu tidak akan merugikan kedua belah pihak," tutur Tribal hati-hati. Suaranya bergetar samar, tetapi raut wajahnya terlihat diupayakan tampil setenang mungkin.
"Tidak ada yang dapat menyelamatkan putriku dari Penyihir Lautan selain dengan menyerahkan gadis duyung itu. Andromeda menginginkannya!" bantah sang raja. Dia bersikeras dengan pendiriannya.
Demi mendengar ucapan itu, Bagherra yang telah menahan diri sekuat tenaga akhirnya kehilangan kesabaran. Dengan lancang, ia mengayunkan pedangnya kepada sang raja, sementara dengan sigap beberapa sosok sentinel menangkis serangannya, sementara sang raja bergerak gesit menghindar. Beberapa sentinel lain dengan cepat meringkusnya, menahan kedua lengannya di belakang tubuh.
Salah satu sentinel bahkan memukul tungkainya dengan tombak hingga peri laki-laki itu jatuh berlutut di atas kedua tungkainya. Perlawanannya dipatahkan begitu saja.
Di saat bersamaan, Elijah bergerak menjauhi keramaian sudut taman guna mencari celah agar dapat menerobos pintu menuju pantai. Jika situasi bertambah buruk, ia akan membantu Bagherra, setelah memastikan Lorelie kembali ke lautan.
Namun, tentu saja rencananya tak semudah yang ia bayangkan. Sesosok sentinel diam-diam memukul tubuhnya dari belakang dengan sebilah tombak, membuat keseimbangannya terganggu. Pangeran peri itu akhirnya limbung sebelum berguling di atas semak berpasir membawa serta tubuh Lorelie. Dua sosok sentinel lainnya dengan sigap menarik lengan si gadis duyung yang sontak meronta-ronta panik.
"Lepaskan dia!" teriak Elijah berang. Secepatnya, ia bangkit dan menyerang para sentinel yang kini telah mengambil alih Lorelie sepenuhnya. Bagherra yang tertawan pun tak tinggal diam dan ikut berontak dari kungkungan.
Sementara Kapten Tribal terlihat kalut. "Tenangkan dirimu, Elijah!" teriaknya seraya menghambur ke arah sang pangeran peri.
Kegaduhan tak dapat dielakkan lagi. Para sentinel refleks menjadikan Elijah dan Bagherra sebagai sasaran, musuh bersama. Sementara, Raja Fleur dengan liciknya menjadikan pertikaian itu sebagai celah untuk memerintahkan beberapa sentinel membawa pergi Lorelie dari tempat itu. Akan tetapi langkahnya dihadang oleh Tribal yang merasa telah tertipu oleh perilaku saudara kandungnya.
Di tengah-tengah suasana yang tak terkendali, mendadak sebuah guncangan hebat serupa gempa membuat tanah yang mereka pijak bergoyang hebat. Bersamaan dengan itu, bunyi gemuruh yang berasal dari perut bumi turut mengguncang kesadaran para peri yang terlibat dalam adu kekuatan sehingga pertikaian mereka sontak berhenti. Sebagian besar sentinel berlarian menyelamatkan diri, sementara sebagian lainnya menundukkan diri di atas permukaan tanah sembari membaca situasi.
"Bunyi apa itu?" teriak Raja Fleur panik.
Belum sempat memperoleh jawaban, tiba-tiba guncangan dan gemuruh hebat terjadi lagi. Kali ini lebih kencang sehingga tanpa ampun membuat tubuh ringkih peri yang masih berdiri di atas kedua tungkai mereka jatuh berdebum ke atas tanah. Dari arah pesisir pantai, suara ombak terdengar mengganas, ditingkahi embusan angin yang menderu kencang.
Kepanikan kembali melanda kala sepasang mata merah nan besar mendadak muncul dari dasar lautan. Embusan angin yang semakin kencang membawa serta gulungan-gulungan ombak besar dan tinggi yang menggerus pesisir, hingga air memenuhi taman tempat sosok-sosok para peri sedang bertikai.
Jeritan-jeritan ketakutan para peri menyambut air laut yang terus membanjiri daratan. Dalam sekali kedipan mata, sesosok makhluk tinggi besar bermata merah itu akhirnya menampakkan diri, bangkit bersama gulungan ombak yang jauh lebih besar. Air laut yang dibawanya kembali menenggelamkan pesisir. Tentakel-tentakel yang besar, basah, berkedut dan bergerak-gerak liar berjuntai panjang di bawah tubuhnya. Salah satu tentakel itu terulur ke daratan, ke arah sosok-sosok yang dilanda kepanikan.
Sang penyihir lautan akhirnya datang.
🌊🤴🌊
Elijah tak pernah menyangka jika ada makhluk yang jauh lebih mengerikan ketimbang para kraken di Hutan Larangan atau Hydra yang menyerang Istana Avery pun rasanya bukan apa-apa jika dibandingkan dengan makhluk mengerikan yang kini berdiri mengambang di tengah air laut yang menggenangi pesisir pantai The Infinite Haven. Sepasang mata merah sang penyihir lautan menyorot dari kegelapan. Tatapannya seolah mengintai mangsa.
Namun, saat salah satu tentakel besarnya yang berlendir dan dipenuhi tonjolan berkedut itu terulur ke ambang pintu taman, Elijah tersadar jika makhluk itu mengincar salah satu di antara mereka.
Dalam genangan air laut setinggi dada, Lorelie bersembunyi di balik tubuh sang pangeran peri. Jari-jarinya mencengkeram kuat dan tubuhnya menggigil ketakutan. Bagherra yang semula berjarak sedikit jauh pun akhirnya datang mendekat, mengarungi air asin hingga mencapai sisi Elijah. Peri laki-laki bersurai pirang itu menghunus pedangnya dengan sikap protektif. Satu tanya yang sempat terlintas dalam benak Elijah kala itu adalah siapa Bagherra dan mengapa ia begitu melindungi Lorelie?
"A-andromeda!" Teriakan ketakutan Raja Fleur barusan menyadarkan Elijah dari lamunannya. Sang raja kini berada tepat di sisi kirinya, berenang mengambang di dalam genangan air asin.
Tentakel sang penyihir lautan bergerak liar di udara di sekitar para peri yang terendam di dalam air. "Aku datang untuk mengambil putrimu!" Suara serak nan berat itu berucap disertai kedipan sepasang mata merah di kejauhan. Ujung tentakel yang menggeliat kemudian menuding wajah sang raja.
Raja Fleur berjengit. "Tidak! Jangan lakukan itu. Aku sudah mendapatkan apa yang lebih kau inginkan, Sang Penyihir."
"Katakan dengan cepat, Fleur!"
Raja Fleur mengerling sekilas pada Lorelie yang bersembunyi di belakang Elijah. Binar keculasan terpancar dari netranya yang memicing. "Aku menemukan si duyung terkutuk yang selama ini kau cari, Penyihir," ucapnya seraya menarik salah satu sudut bibirnya.
Sang Penyihir Lautan menggeram. Suara gulungan ombak kembali terdengar mengganas.
Elijah refleks merentangkan kedua lengannya. "Tak akan kubiarkan kau melakukannya!" desisnya marah.
Pontianak, 01 Oktober 2029 pukul 00.45 WIB
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top