12. 🐙Kraken
Entah apa yang Elijah pikirkan. Dengan lancang dan tanpa keragu-raguan, ia menahan lengan sang kapten dan mengajukan penawaran yang tidak pernah terlintas dalam benaknya. Sedetik kemudian, ia menyesali apa yang telah dilakukannya. Akan tetapi, rasanya agak sedikit terlambat, terlebih kini Tribal telah mendelik tak suka padanya.
Kapten bajak laut itu menyentak tangannya dengan keras sehingga terlepas dari cengkeraman Elijah. Membiarkan pangeran peri itu menggenggam udara kosong di depan wajahnya. "Aku kira kita sudah saling memahami, Pangeran Muda. Kapal ini adalah rumahku dan kau harus mengikuti aturan yang berlaku di sini!" bentaknya sarkas.
Elijah terkesiap. Mulutnya membuka dan menutup berkali-kali, tetapi tak sepatah kata pun yang terucap. Tatapan Tribal begitu menusuk hingga membuatnya kehilangan kata-kata.
"Bawa senjata-senjata itu kemari, Rage!" Tanpa mengalihkan pandangan, sang kapten menitahkan tangan kanannya untuk mengambil 'senjata-senjata' yang mereka miliki. Elijah berasumsi jika senjata yang dimaksud adalah alat penyiksaan.
Tanpa bantahan Rage meninggalkan mereka untuk kembali ke dalam lambung kapal. Tribal masih di sana, mengawasinya dalam diam.
Detik itu juga, Elijah menoleh pada Lorelie dan mendapati wajah si gadis duyung yang menjadi jauh lebih pucat dari biasanya. Gadis duyung itu masih terikat di pagar kapal dalam posisi menggantung, tak menjejak geladak. Sirip tipis berwarna transparan yang biasanya cantik seperti pita itu kini terlihat mengerut dan kering, terkulai lemas. Matahari yang mulai beranjak naik membakar tubuhnya. Makhluk malang itu benar-benar memerlukan air laut.
Kondisi Lorelie membuat Elijah seketika resah. Otaknya terus berpikir keras mencari celah untuk menghentikan kegilaan apapun yang mungkin direncanakan dan akan dilakukan Tribal.
"Kapten ... " Elijah akhirnya membuka suara begitu mendapati Tribal mulai berjalan mendekati Lorelie. Jika Rage kembali, maka hal buruk sudah dapat dipastikan terjadi pada si gadis duyung. Ia harus mengalihkan pikiran sang kapten dari rencana penyiksaannya.
Tribal menghentikan langkah, menoleh padanya dengan kerutan samar di antara kedua alis.
"Bukankah dia duyung? Sudah pasti dia hidup berdampingan dengan siren di laut lepas." Elijah menelan ludah beberapa kali sebelum kembali melanjutkan ucapannya. "Ini adalah saat yang tepat untuk mewujudkan rencana yang baru saja kita bahas di bilikku," tuturnya hati-hati. Netranya membola. Memasang tampang seolah-olah telah menemukan sebuah ide brilian.
Kerutan di antara sepasang netra sang kapten tercetak semakin dalam. Kedua lengannya terlipat di depan dada, sementara sepatu boot cokelatnya mengetuk geladak dengan tidak sabar.
Elijah berdeham, mengenyahkan kegugupannya. "Menurutku, dia adalah informan yang sangat cocok untuk misi kita," lanjutnya sedikit berbisik. Ia memelankan dan merendahkan suaranya sembari mengerling sekilas pada Lorelie, seolah takut jika makhluk itu dapat mendengar rencananya. Sementara dari kejauhan, Lorelie membalas kerlingannya penuh tanya.
"Apa?" Pupil mata Tribal melebar. Ia turut mengerling sekilas ke arah Lorelie, tampak menimbang sesuatu. Keraguan masih membayang pada paras tegasnya.
"Barangkali kau bisa mengetesnya terlebih dahulu sebelum memutuskan." Elijah mengedikkan bahu. Padahal perkataan itu terdengar ragu di telinganya sendiri.
Tribal memicing. Menilai kesungguhannya.
Di sisi lain, Lorelie menggeleng pelan. Bibir keringnya bergerak-gerak hingga pada akhirnya suara tercekat lolos dari mulut sang duyung. "A-aku tidak tahu apa-apa."
Elijah melotot padanya. Duyung betina itu masih saja keras kepala, bahkan di saat-saat genting seperti ini.
Bunyi dengkusan kasar akhirnya lolos dari bibir sang kapten. Pandangannya kini menusuk Elijah tajam. "Kau lihat! Dia bilang dia tak tahu apa-apa!"
"Kau tak bisa mempercayai pengakuannya begitu saja. Sebagaimana informasi yang kuperoleh dalam perkamen kerajaan, makhluk yang paling dekat kekerabatannya dengan para siren adalah duyung." Ia memberi penekanan pada akhir perkataannya. Seumur hidup, Elijah tak pernah mau berargumen. Ia lebih senang menggunakan pedang untuk memaksakan kehendaknya. Susah payah ia menahan monster dalam dirinya yang berusaha keluar untuk menyerang Tribal.
Sementara itu, Tribal masih bergeming. Memindainya dengan pandangan mencemooh.
Elijah nyaris memutar bola matanya, jika saja ia tak ingat di mana ia berada sekarang. "Begini, Kap. Aku sama sekali tak membelanya. Jangan pernah beranggapan begitu. Hanya saja, seperti pembicaraan kita sebelumnya, kita memerlukan informan. Dan duyung ini adalah informan yang ideal. Kita hanya perlu sedikit memaksanya." Elijah kembali melanjutkan.
"Kau yakin, kau bukan kekasihnya?"
Pertanyaan sang kapten sontak membuatnya terbahak. Tawa besar nan sumbang itu bahkan terdengar janggal di telinganya sendiri. "Aku bahkan tak mengenalnya, Kapten. Bukankah setiap duyung akan seperti ini? Mengikuti makhluk yang disukainya?"
Tribal terkekeh. "Kau benar," sahutnya sembari menarik selembar sapu tangan usang yang menyembul dari saku pada rompi di dadanya. Membersihkan pengait di tangan kirinya sekilas, sebelum kembali menatap Lorelie. "Akan tetapi dia tetap harus membayar terlebih dahulu, kalau ingin menumpang di kapal ini. Lagi pula, siapa yang mempercayai duyung begitu saja? Makhluk laut tak bisa ditebak, bisa saja ia mengacaukan rencana kita kelak kan? Aku tidak ingin rugi." Rupanya Tribal sama sekali tak mengubah pendiriannya.
Elijah semakin gusar. Terlebih, Rage telah datang dengan langkah tergopoh. Sol sepatu kulitnya berdentam pada geladak. Peri laki-laki itu membawa sebuah baskom dengan susah payah, lalu meletakkan, lebih tepatnya setengah mengempaskan wadah yang ternyata berisi potongan besi dan paku berkarat.
Tribal menyambutnya semringah. Ia menyeringai sehingga gigi emasnya terpantul cahaya matahari, membuat sebelah mata Elijah menyipit.
"Untuk apa ini semua?!" tanyanya. Elijahbmendekati Rage yang sedang meraup segenggam potongan besi dari dalam baskom. Tribal melakukan hal yang sama, diikuti oleh beberapa anak buahnya.
"Apa yang akan kau lakukan?!"
"Aku menginginkan mutiaranya sebagai jaminan jika ia ingin menjadi bagian dari pelayaran ini," sahut Tribal enteng. Ia berjalan mundur beberapa langkah, mengambil ancang-ancang.
Elijah semakin panik. Rage dan beberapa rekannya juga menjauhi Lorelie. Mengambil jarak yang cukup untuk melakukan ancang-ancang di sisi sang kapten. Mereka seperti hendak menjadikan Lorelie sasaran tembak.
"Kau ingin melempari Lorelie dengan pecahan beling dan paku?!"
Tribal tak menyahut. Seringai licik kembali tersungging di bibirnya. Bersamaan dengan itu, sebelah tangannya terangkat ke udara. Sepotongan besi berkarat tergenggam dalam telapak tangannya.
"TIDAK!" Elijah maju ke hadapan para bajak laut itu. Merentangkan kedua lengannya untuk melindungi Lorelie. "Hentikan atau kau akan melukainya, Kapten! Bagaimana kita dapat menjadikannya informan dalam keadaan terluka?!"
"Menyingkir, Pangeran!"
Suara berat nan tegas sang kapten seketika membuat tubuh Elijah gemetaran. Akan tetapi, ia telah kadung terlibat. Lorelie harus membayar pengorbanannya ini dan ia akan menagihnya kelak. Pangeran peri itu bergeming. Mulutnya mengatup dan rahangnya menegas.
"MENYINGKIR KATAKU!"
"Tidak akan!" bantahnya menantang maut.
🐙🐙🐙
Tribal melontarkan sekeping potongan besi yang nyaris mengenai daun telinga runcing Elijah, setelah sang pangeran peri mengacuhkan peringatannya. Pecahan itu menancap tepat di atas kepala Lorelie, menjerat beberapa helai rambut merahnya. Gadis duyung itu menjerit kaget.
"Hentikan, Kapten!"
Tribal mengambil lagi potongan besi dengan kesetanan. Namun, sebelum potongan itu sempat melayang, Elijah telah terlebih dahulu menerpa tubuhnya. Melayangkan sebuah tinjuan yang cukup keras untuk membuat sang kapten membelalak.
Rage dan dua awak kapal lainnya sontak menarik tubuh Elijah menjauhi Tribal. Mencegahnya melayangkan tinjuan lain. Kedua lengan peri laki-laki itu ditahan di belakang tubuhnya.
"Lepaskan!" Elijah berontak, berusaha meloloskan kedua lengannya dari cengkraman Rage. Akan tetapi, sia-sia belaka. Peri lain mendorong dada bidangnya menjauhi Tribal yang tengah berusaha bangkit.
Tribal tertawa getir sembari menyeka bercak darah yang terbit pada salah satu sisi bibirnya. "Kelakuanmu ini semakin membuatku bersemangat untuk menyiksa duyung itu."
Tribal kembali bersiap untuk membidik sasarannya. Tepat saat sebelah lengan sang kapten terangkat ke udara, Elijah menyentak keras lengannya yang ditahan oleh Rage hingga akhirnya berhasil lolos dari kekangan. Elijah berlari, kemudian melompat ke arah Tribal.
Sang kapten terjangkang ke belakang. Kepalanya membentur geladak dengan keras, membuatnya menjerit sesaat. Sebelah pergelangan tangannya ditahan Elijah. "Sudah kukatakan jangan menyentuhnya!" Peri laki-laki itu mendesis parau di telinga Tribal. Anting kecil yang menggantung pada daun telinga sang kapten bergetar.
Di bawah tubuh sang pangeran, Tribal memberontak liar hingga pada akhirnya berhasil membalik keadaan. Pergelangan tangannya yang ditahan Elijah telah terlepas. Dengan lengan itu, ia mencekik leher sang pangeran peri. "Jangan pernah memerintahku di atas kapalku sendiri, Pangeran!" ancamnya. Wajah sang kapten mengelam. Cekikan di leher Elijah pun mengerat.
Wajah Elijah memucat. Napasnya tersengal. Kakinya menerjang geladak dengan liar, menghantam apa saja yang berada di sekitarnya. Pangeran peri itu mulai kehabisan oksigen.
"Aku harap kau mengingatnya, Pangeran. Ini bukan istanamu. Ini Rumahku. Kapalku!" Tribal mengencangkan cekikannya sesaat, sebelum benar-benar melepaskannya.
Elijah terbatuk hebat, lalu meraup udara sebanyak-banyaknya begitu Tribal beranjak dari atas tubuhnya. Namun, dendam rupanya masih meliputi hati.
Elijah lantas bergegas bangkit dan kembali menyerang sang kapten. Mereka kembali bergulat di atas geladak, sementara Rage dan para bajak laut lainnya menonton mereka dengan tatapan tak percaya.
"Pisahkan mereka, bodoh!" Teriakan Thumbelily menjadi pengiring kegaduhan itu. Mendadak, buritan dipenuhi sorak-sorai dukungan kepada sang kapten.
"Rage, pisahkan mereka!" Sekali lagi, Thumblelily mengguncang bahu peri bongsor yang mulai menikmati perkelahian di hadapannya. Alih-alih mendengarkan, ia malah menepis tubuh peri pixie yang menghalangi pandangannya.
Perkelahian semacam ini cukup lumrah di atas kapal bajak laut, jika yang terlibat adalah para awak kapalnya. Akan tetapi, ini pertama kalinya di Bourbounaisse, seorang kapten Tribal bergumul dengan sesosok asing yang baru saja ikut berlayar di kapal mereka.
"Ayo, Kapt, hajar peri lemah itu!"
"Habisi dia, Kapten!"
"Jangan beri ampun!"
Perkelahian itu berlangsung kian sengit. Kapten Tribal dan Elijah saling menyerang dan menangkis dengan tangan kosong. Sesekali mereka berguling dan saling menindih di atas geladak. Awak kapal dari lambung kapal mulai berdatangan dan berkumpul membentuk lingkaran serupa pembatas arena pertarungan. Tak ada yang melerai. Semua bersorak kegirangan, penuh semangat hingga tiba-tiba sebuah guncangan menghantam geladak.
Keriuhan itu sontak terhenti, berganti kepanikan lain. Beberapa awak kapal berjatuhan ke laut akibat lalai dalam mempertahankan keseimbangan. Kapten Tribal dan Elijah otomatis menghentikan pertarungan mereka.
Elijah tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia segera berguling mendekati Lorelie dan melepaskan ikatan yang melilit pada beberapa bagian tubuh gadis duyung itu dengan sigap. Tak ada yang mengawasinya karena para awak kapal terlampau fokus menyelamatkan diri masing-masing.
"Ada apa ini?" Bersamaan dengan itu, Tribal bangkit dari posisinya. Menatap lautan dengan waspada.
Langit di kejauhan masih sebiru biasa. Suasana cerah dan matahari jelang tengah hari masih bertahta pada tempatnya dengan sinar yang lembut. Angin sepoi-sepoi membawa aroma laut yang khas dan sebuah aroma pekat lainnya. Seketika Tribal mengernyit. Ia berjalan ke arah pagar kapal untuk melihat sesuatu yang barangkali berdiam di bawah lautan.
Tiba-tiba sebuah guncangan lebih keras kembali menghantam sisi lain geladak. Tribal terpelanting melewati pagar kapal dengan satu lengan menahan tubuh yang nyaris jatuh ke dalam lautan. Tubuhnya bergelantungan di sana.
Elijah mengulurkan lengannya pada sang kapten dan tepat di saat bersamaan dua kali guncangan berturut-turut kembali menghantam kapal. Awak kapal kembali menjerit panik.
Sebuah tentakel besar mendadak muncul dari gelombang yang menghantam geladak. Tentakel itu membawa serta sejumlah besar air laut yang mengguyur geladak seumpama air bah. Suara raungan monster terdengar, saat tentakel lain muncul melingkari sisi lain geladak. Bourbonaisse kini berada dalam genggaman seekor kraken berwarna sehitam jelaga.
🐙🐙🐙
Seumur hidupnya, Elijah tak pernah melihat kraken. Perkamen-perkamen di perpustakaan Avery hanya menggambarkan sosok hitam dengan kepala besar dan tentakel-tentakel serupa gurita raksasa yang mampu meremukkan kapal dalam sekali cengkraman. Elijah tak pernah dapat membayangkannya hingga ia bertemu dengan salah satu makhluk itu saat hendak menyeberangi Kastil Larangan bersama Ammara. Namun, kali ini makhluk itu benar-benar berada di depan matanya dalam jarak yang sangat dekat.
Sebuah pepatah lama yang pernah Elijah baca mengatakan jika lautan banyak menyimpan hal tersembunyi barangkali benar adanya. Wajah shock Tribal menerangkan segalanya. Bahkan, sosok yang menganggap laut sebagai rumahnya tak pernah menerka jika kraken benar-benar ada dan dalam sekejap mata akan meremukkan kapalnya.
"Lakukan sesuatu." Lamunan Elijah tersentak saat mendengar perkataan lirih sang kapten. Sang bajak laut masih bergelantungan pada pagar kapal, di bawah genggamannya. Posisi mereka menjadi lebih tinggi dari bagian lain geladak akibat cengkraman sang monster laut. Elijah segera menarik pergelangan tangan Tribal, tetapi posisi mereka yang kritis membuatnya kepayahan.
Lorelie yang energinya telah kembali karena terkena air laut segera membantu Elijah. Ia turut menarik lengan sang kapten tanpa raut dongkol sedikit pun. Berkat bantuannya, Tribal berhasil melewati pagar kapal dan kembali ke geladak.
"SIAPKAN SENJATA!" Tribal berteriak parau. "SEKARANG!"
Rage dan beberapa awak kapal bergerak susah payah menuju lambung kapal. Sementara sebagian besar awak kapal lainnya berjuang mempertahankan keseimbangan dengan berpegang erat pada pagar dan tiang-tiang kapal. Air laut membanjiri sebagian besar geladak. Akan tetapi genangan air itu perlahan menyurut menuju posisi geladak yang lebih rendah.
Monster lautan itu sibuk memainkan bendera bajak laut yang berkibar oleh embusan angin dan napasnya sendiri dengan ujung tentakelnya. Sementara, dua tentakel lainnya mencengkram Bourbonaisse posesif seolah sedang memegang sebuah mainan baru. Keriuhan di geladak sebelum ini agaknya telah memancing kedatangan sang kraken.
"Gloom!" Tiba-tiba Lorelie yang sedari tadi hanya terdiam di sisi Elijah berteriak. "Hentikan!"
Teriakannya sontak menarik perhatian seluruh awak kapal yang berada di geladak. Terutama Tribal.
Lorelie melewati Elijah. Menggeser tubuhnya sembari tetap berpegangan pada pagar kapal. Sirip kuning pucatnya yang terendam dalam genangan air laut di geladak telah kembali mengembang indah. Lautan benar-benar telah menyembuhkannya.
"Stoppiva, Goloomi!"
Gadis duyung itu berbicara dalam bahasa yang terdengar asing di telinga Elijah. Akan tetapi berkat ucapannya, Kraken bernama Gloom itu sontak menarik cengkraman tentakelnya dari badan kapal. Gelombang besar kembali menghantam geladak saat kapal terhempas ke lautan.
Raungan kraken yang semula melengking keras berubah lirih. Makhluk itu mendekatkan sepasang mata besarnya yang berwarna sebiru Faeseafic kepada Lorelie yang berada di dekat pagar. Mata besar tanpa yang ditutupi selaput bening iris itu berkedut. Gloom mengendusnya dengan sebongkah danging yang mencuat di antara sepasang mata.
Lorelie mengulurkan sebelah tangannya. Menyentuh kulit licin kraken tanpa sedikit pun merasa takut dan risih. Rupanya mereka saling mengenal.
Elijah terpana menyaksikan pemandangan itu. Entah mengapa, saat itu, Lorelie terlihat begitu indah di matanya. Namun, keterpanaan sang pangeran peri terjeda oleh teriakan Tribal.
"SERANG MONSTER ITU!"
"Tidak. Hentikan, Kapten, atau kau akan mengacaukan semuanya!" sergah Elijah.
Rage dan beberapa bajak laut telah siap dengan panah dan senjata api mereka. Begitu pula halnya dengan Tribal, senjata api dari perak telah tergenggam dalam telapak tangannya. Ia mengacungkannya ke udara. Membidik kraken yang mulai bergerak gusar.
Lorelie yang menyadari kegusaran Gloom lantas berbalik dan menyorot tak suka pada Tribal. "Jangan lakukan itu, atau kita semua akan mati." Gadis duyung itu memperingatkan.
Tribal berdecih. Alih-alih mengurungkan niatnya, sang kapten malah memerintahkan pasukannya untuk melepaskan anak panah dan tembakan. "SERANG!"
Suara raungan kraken dan desingan peluru perak yang dilepaskan dari senjata api seketika memenuhi udara. Faeseafic kembali bergolak, bersamaan dengan monster hitam yang mengangkat tiga tentakelnya ke udara, bersiap menghantam dan menghancurkan Borbounaisse.
Demi leluru para peri, Elijah tidak siap jika semua ini harus berakhir sekarang.
TBC
Pontianak, 23 Juli 2020 pukul 05.45 Wib
Ig. zuraida.thamrin
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top