Beautiful Morning


Inazuma menjadi negara tertutup dalan jangka waktu cukup lama sampai seorang pengembara yang dikabarkan sebagai seorang ksatria yang telah membantu Liyue dan Moonstadt datang berkunjung dan menerima permintaan tolong dari Kamisato Ayaka.

Keluarga Kamisato selalu netral dalam urusan politik apapun. Posisi mereka yang tinggi akan gampang terjatuhkan apabila mereka mengambil resiko untuk membela satu sisi yang belum tentu menang. Namun nona muda dari keluarga Kamisato yang mendampakan kedamaian, ingin menolong meskipun dia harus meminta-minta pada orang asing.

Aether adalah nama dari sang pengembara, dan seorang gadis kecil bernama Paimon sebagai kawan seperjalanannya. Tidak mudah membujuk mereka agar bersedia membantu tanah air mereka yang sedang dilanda peperangan antar saudara.

Nona muda dari keluarga Kamisato mengerahkan seluruh upayanya untuk membujuk sang pengembara. Sementara Tuan muda sekaligus sang kepala klan sedang absen, entah apakah beliau sedang sibuk melakukan urusan penting lainnya.

Thoma sebagai salah satu pelayan di dalam klan Kamisato selalu mengharapkan yang terbaik untuk kedua majikan beserta keluarga mereka.

Inazuma dan klan Kamisato telah menjadi rumah dan kampung halamannya. Walaupun dia akan selalu dianggap sebagai seorang imigran di tanah kekuasan sang Electro Archon.

Setelah dirinya terselamatkan dari pemburuan batu Vision. Tak lama kemudian Raiden Shogun tiba-tiba menarik mundur perintahnya, membatalkan pemburuan batu Vision yang waktu itu sudah mulai menyiksa sebagian rakyatnya.

Berlahan-lahan Inazuma pun mulai terbuka. Hubungan internasional menjadi lebih leluasa, pelabuhan di Ritou pun nampak semakin ramai dan riuh. Diadakannya festival Irodori bagaikan rakyat mereka meneriakan kepada dunia bahwa Inazuma kini telah menjadi negara baru. Karna setelah festival itu berakhir, mulailah makin banyak orang dari penjuru Tevyat yang datang berkunjung, atau tak sedikit dari mereka yang mencoba mengadu nasib di Inazuma.

Inazuma sebagai negara yang damai dan juga makmur, atau bahkan sebagai negara maju yang sebanding dengan Liyue-----hal itu sudah bukan lagi impian.

Thoma sudah lama meninggalkan Moonstadt, bahkan hampir tak memiliki kenangan apapun mengenainya. Dia hanya ingat betapa setianya rakyat Moonstadt kepada dewa mereka, atau betapa banyaknya bunga dandelion yang tumbuh liar di sana. Patung besar Barbatos yang agung dibangun di tengah kota dan nyanyian para biarawati gereja. Namun semua yang di dalam ingatannya hanyalah Streotype Moonstadt yang mungkin cuma di dengarnya dari imigran lainnya yang sama-sama ingin mengenang kampung halaman.

Berbicara mengenai Moonstadt. Thoma ingat tidak lama ini dia menerima seikat bunga Windwheel Aster dan sekantong biji Dandelion dari si pengembara.

Bunga-bunga merah itu masih nampak segar di dalam vas keramik. Setiap pagi Thoma selalu ingat mengganti airnya dan melakukannya sambil tersenyum.

Sebagai pembantu di kediaman Kamisato. Thoma selalu suka rela mengerjakan tugasnya, dia bahkan sudah menganggap pekerjaannya sebagai hobinya. Selain rajin, Thoma juga adalah pemuda tampan dan ramah, seseorang yang gampang di ajak berbicara. Dari kecil dirinya sudah diberkati kepribadian yang membuatnya bagaikan orang bijak berhati suci.

Dia seorang yang terlalu sabar dan penyayang. Setiap bulan Thoma selalu menghabiskan uangnya bukan untuk dirinya, melainkan untuk hewan-hewan liar yang lebih membutuhkan makanan. Bahkan ketika majikannya menuntutnya dengan perintah yang tak masuk akal, dia masih akan berusaha untuk memenuhinya. Dan Ayato sering memanfaatkan kegigihannya tersebut dengan memaksanya memakan masakan 'mencurigakan'nya.

Sialnya. Tidak lama lagi perintah tersebut akan datang. Tanpa sepengetahuannya. Pagi ini kedua majikannya membuat kekacauan di dapur.

"Ah...lagi-lagi aku salah memasukan garam ke Mizu Manju. Hmm....ya sudahlah. Biar Thoma yang memakannya," gumam Ayato setelah mencicipi Manju buatannya.

Ayaka yang sudah lama berdiri di sebelahnya, terus menatap manju di tangan kakaknya dengan tatapan sangsi. Dia pun juga yang sedari tadi menonton proses pembuatan Manju tersebut. "Onii-sama.....kalau Thoma nanti sakit. Kurasa itu akan menjadi salahmu," ujarnya dengan wajah pucat ketika membayangkan rasanya.

Mendengar keluhan sang adik. Ayato pun manaikan satu alisnya dan memasang wajah bingung yang polos. "Tapi ini masih bisa dimakan. Anggap saja.... ini Manju asin," katanya penuh pembelaan.

"...cuma onii-sama saja yang mempunyai lidah sakti untuk menganggapnya biasa. Tolong jangan terlalu membully Thoma. Aku kasihan," keluh Ayaka lalu menghelakan nafas pasrah, bukan untuk pertama kalinya dia memperingatkan kakaknya. Tetapi Ayato selalu menyepelekan tegurannya.

Mungkin masih belum banyak orang tahu mengenai hobi Kamisato Ayato yang mempunyai selera unik terhadap makanan. Salahkan saja karna setiap harinya dia selalu makan makanan enak, makanya dia penasaran ketika bertemu dengan makanan aneh. Tipikal dari orang kaya yang penasaran akan penderitaan orang miskin. Ayato menggunakan ke-open-minded-nya di topik yang terlalu unik.

"Walaupun Thoma tidak pernah mengeluh?"

"....sekalipun dia mau mengeluh. Tidak mungkin dia mengeluh di depanmu kan?" balas Ayaka ketus seraya berkacak pinggang di depan Ayato. Hanya dalam perkara ini saja, gadis itu akan keras kepala membangkang kakaknya.

"Tapi siapa tahu dia menikmatinya...."

Selagi Kamisato bersaudara berdebat. Thoma yang sama sekali tak menyadari kalau namanya terus diungkit-ungkit, nampak santai mengganti air di vasnya. Pemuda pirang itu memang selalu memulai harinya dengan merawat kebun, sebelum membersihkan rumah dan memasak sarapan.

Kebetulan mereka sudah berada di depan dapur. Kebetulan saat Ayaka masih cerewet mengomelinya, mata Ayato menangkap sosok Thoma yang sedang tersenyum dengan vas bunga berisi Windwheel Aster di tangannya.

Thoma memang selalu tersenyum, sebagaimana dia adalah pemuda ramah yang disukai banyak orang. Namun entah mengapa pagi ini senyuman tersebut nampak berbeda di mata Ayato.

Padahal senyuman ceria yang sehangat sinar matahari itu.

Ayato selalu menyukainya.

Mungkin karena bunga-bunga merah yang di dalam vas di tangannya. Bunga merah yang merupakan ciri khas dari Moondstadt, kampung halaman Thoma. Terlebih lagi setelah ia mengetahui siapa gerangan yang memberikan bunga-bunga itu pada Thoma. Rasanya jadi ada sesuatu yang mengganjal hatinya.

"Ohayo Waka...oujou..." sapa Thoma yang sudah menyelesaikan tugas bersih-bersihnya. Dia nampak sedikit terkejut menemukan kedua majikannya yang pagi-pagi sudah bangun dan ada di depan dapur, namun senyuman ramah tak luntur dari bibirnya, dia pun juga tak menanyakannya.

"Thoma. Aku baru saja selesai membuat Mizu manjuu...."

"Tu--Onii-sama!!"

Disaat Ayato menawarinya beberapa buah Mizu Manju, Ayaka malah menarik lengan kakaknya tersebut.

Thoma lantas sempat tertegun dibuatnya lalu tertawa terbahak-bahak setelah dia mendengar kalau Mizu Manju itu rupanya salah satu dari masakan gagal Ayato, itulah mengapa Ayaka mencoba untuk menegur kakaknya.

"Hahaha.....terima kasih waka...ojou," ujar Thoma sambil mengambil sebuah Manju. "Silahkan menunggu di ruang makan sementara aku membuat sarapan," imbuhnya lalu masuk ke dapur sambil memakan Manju yang dia keluhkan asin setelahnya.

Tanpa sadar mata Ayato mengikuti sosoknya yang menghilang di balik pintu. Sang tuan muda terdiam sesaat sampai adiknya mengajaknya berbicara. Suara halus Ayaka memang membuyarkan lamunannya namun benaknya masih memperdulikan senyuman Thoma.

Inazuma yang damai sama dengan berkurangnya masalah di dalam politik. Berkat Raiden Shogun yang merubah pola pikirnya terhadap rakyat dan negaranya. Beberapa beban pekerjaannya sebagai kepala klan Kamisato pun berkurang. Apalagi dia juga ikut senang apabila Thoma kini bisa bergerak lebih leluasa ketimbang di saat Inazuma terisolasi.

Benar. Seharusnya akhir-akhir ini beban pikirannya telah berkurang. Namun mengapa......masih ada yang menghalanginya untuk duduk tenang di depan meja makan.

"Selamat datang Aether-san!"

Di tengah kegalauannya Ayato mendengar suara riang adiknya. Lamunannya lantas buyar dan spontan dia mengadahkan kepalanya, mencari sosok pengembara muda yang dikagumi adiknya.

Setiap kali Ayaka bertemu dengan sang pengembara. Mata gadis itu akan nampak lebih bersinar, wajah manisnya pun selalu bersemu bagaikan buah persik. Perasaan sang adik tergambar jelas, mungkin hanya Aether saja yang tak menyadarinya.

"Maaf pagi-pagi mengganggu kalian," ujar Aether seraya tersenyum segan. "Kemarin malam kami mendapatkan permintaan surat untuk Ayato dan karena beberapa halangan kami baru sampai pagi ini," terangnya lalu menyodorkan surat yang dimaksudnya.

"Maaf....surat itu hampir saja terbang di tengah pertarungan," lalu komentar si pengembara malu-malu di saat Ayato memperhatikan kondisi surat yang diterimanya.

Amplop tersebut sudah hampir sobek menjadi dua dan mungkin juga terinjak beberapa kali. "Hahaha....tenang saja. Selama aku masih bisa membaca isinya aku tidak memiliki keluhan." Dan Ayato hanya menertawakannya. Padahal Aether sudah nampak merasa sangat bersalah, bahkan Paimon yang biasanya cerewet itu menjadi bisu lantaran takut akan amukan sang Kamisato Ayato.

Tidak lama kemudian. Thoma datang bersama dengan dua orang pelayan wanita. Masing-masing dari mereka membawakan nampan berisikan sarapan yang ditujukan untuk majikan mereka.

"Aether!? Paimon!?" seru Thoma begitu dia menyadari kedatangan si pengembara yang dikiranya sudah pergi meninggalkan Inazuma. "Bagaimana bisa sampai kalian berdua berakhir seperti itu?" tanyanya kemudian setelah dia memperhatikan betapa parahnya penampilan Aether dan Paimon, yang datang dengan baju kotor dan compang-camping. Kemungkinan besar penampilan kacau mereka juga disebabkan oleh pertarungan yang merusak surat Ayato.

Ayaka dan Thoma terlihat mencemaskan si dua pengelana. Ayato pun juga merasa demikian, apalagi mereka sudah bersusah payah mengantarkan surat untuknya.

Sebagai tuan rumah lantas dia pun mempersilahkan kedua tamunya untuk mandi dan setelah itu bergabung di meja makan.

Meja makan yang mereka pakai ada di ruangan terbuka, di tengah taman yang rajin dirawat Thoma. Diatas membentang langit biru sedangkan di sekeliling mereka adalah taman asri kebanggaan klan Kamisato.

Ini adalah kedamaian yang berusaha dilindunginya. Dimana ada senyuman dan canda tawa dari orang-orang yang dikasihinya.

Tetapi tidak pernah sekalipun terselip dalam pikirnya apabila dia menginginkan senyuman mereka.

Karna senyuman selalu datang dari lubuk hati seseorang, senyuman menunjukan bahwa mereka sedang bahagia.

Yang Ayato inginkan adalah keluarganya bahagia dan tersenyum seleluasa mereka.

Sebelum pagi ini dia selalu berpikir demikian. Asalkan keluarganya bahagia itu saja sudah cukup.

Namun lagi-lagi dia merasa pendapatnya akan berubah.

Setiap kali dia melihat senyuman Thoma yang ditunjukannya kepada Aether dan Paimon----bahkan sekarang perasaan mengganjal tersebut mulai muncul ketika Thoma tersenyum pada Ayaka. 


TO BE CONTINUE or END?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top