Tiga pencuri sial

London, 6 November 2021.

11 : 07 a.m

Telah ditemukannya sekeping logam berusia 5000 tahun…” Suara televisi yang sumbang mengisi kesunyian sebuah museum yang telah sepi pengunjung.  “ Kepingan logam itu akan resmi dipubliskan pada publik di sebuah museum, Baron Knight museum. Pada tanggal tujuh November 2021-” Dan berita itu terus berlanjut. Aku hanya mendengarnya dengan antusias.

Nampaknya penemuan koin itu menarik perhatian banyak orang. Kalangan sejarawan, para peneliti, pengamat barang antik, pejabat, rakyat biasa, hingga para pencuri. Salah satunya adalah kelompok pencuri yang tinggal di pinggir kota. Kelompok pencuri bersaudara yang tidak terlalu terkenal, namun tetap meresahkan.

Setelah merencanakan rencana terbesar mereka, mereka bergerak. Malam itu bulan purnama bertengger dengan gagahnya menjadi saksi bisu atas apa yang terjadi. Keheninggan malam menemani mereka, bahkan jangkrik pun tidak bersuara. Dari pintu belakang mereka berhasil menyelinap. Entah keberuntungan apa yang menaungi mereka, dengan mudah mereka menemukan koin tersebut. Walau mereka berhasil membawa koin, tapi sebagai saksi yang melihat mereka, aku tidak akan tinggal diam.

Baron knight museum, London

11 : 00 p.m

Setelah mereka berhasil mengantongi koin tersebut mereka segera berlari kearah ruang utama. Aku diam-diam nengikuti mereka.

“Baiklah Jiro, keluarkan peta museum ini.” Seorang perampok bertopeng merah mentap rekannya yang bertopeng biru, bernama Jiro.

“Tidak ada padaku kak, mungkin Saburo yang memegangnya.” Jiro menunjuk perampok bertubuh lebih kecil dibanding dirinya yang memakai topeng kuning. Nama si kecil ini Saburo.

“Hah? Kenapa malah aku? Bukannya kak Ichi telah menyuruhmu?” Saburo tidak terima dan menyebabkan perdebatan kecil antara dirinya dengan Jiro. Mereka sepertinya bukan saudara yang akrab.

“Sudah cukup.” Pria yang memakai topeng merah- Ichiro- melerai mereka. “Jangan malah bertengakar. Itu hanya akan membuat kita gagal lagi seperti sebelumnya.”

Aku berani bertaruh kalau Jiro dan Saburo sangat menghormati Ichiro, pasalnya mereka langsung terdiam mendengar tegurannya. Apa karena dia yang paling dewasa?

“Saburo,” Ichiro berpaling pada adik kecilnya “Apa kau membawa gadget-mu?” Saburo mengangguk. “Bagus, jika mematikan sistem keamanan museum ini kau bisa, pasti mencari jalan keluar lebih mudah bagimu kan?”

“Um, aku bisa kak.” Saburo menjawab dengan antusias. Sedangkan Jiro terlihat sebal.

Dengan keahlian cyber-nya, Saburo dengan cepat menemukan peta museum di database komputer utama museum ini. Hah, kadang aku iri dengan anak zaman sekarang. Mereka menggunakan ponsel pintar dengan ahli.

“Ini kak.” Saburo menyerahkan ponsel kuningnya ke Ichiro.

“Yosh. Dengan begini kita akan keluar dengan cepat. Bagus sekali Saburo.” Ichiro mengusap pucuk kepala Saburo dengan lembut. Ah, persaudaraan yang indah.
Mereka mulai berlari kecil menuju pintu keluar. Apa mereka lupa jalan menuju pintu belakang tempat mereka masuk tadi?

Mereka sampai pada aula tengah yang luas. Disana banyak terdapat patung-patung para pahlawan, kursi, dan sebuah meja bundar besar. Ichiro melihat sekali lagi peta museum yang luas ini. Jiro dan Saburo mengagumi patung seorang pahlawan jendral.

Kesempatan!

Aku dengan sengaja menyenggol Jiro. Akibatnya Jiro menyalahkan Saburo dan menyebabkan pertikaian.

“Kau sengaja ya?” Jiro setengah berteriak ke Saburo.

“Hah? Apanya?”

“Jangan pura-pura bodoh! Hanya ada kau dan aku disini, pasti kau yang menyenggolku.”

“Kau bodoh? Untuk apa aku melakukannya?” Saburo berkata dengan wajah yang menyebalkan.

“Kau-.” Belum sempat Jiro menghajar Saburo, Ichiro melerai mereka-lagi.

“Apa yang kalian lakukan? Baru sebentar aku mengalihkan pandangan, kalian sudah bertengkar.hah, pantas saja kita selalu gagal merampok.”

Jiro dan Saburo menunduk, “maaf kak.”

Mereka kembali bergerak menuju jalan keluar. Tapi tidak semudah itu Ferguso, yang tadi hanya awalannya saja. Fufufufu

12: 15 p.m

Sekarang mereka berada di ruangan lukisan. Ichiro memeriksa arah mereka. Tapi matanya menagkap sebuah pergerakan aneh dari sebuah lukisan perempuan.

“Aku yakin tadi matanya menatap kearahku,” gumamnya.

“ada apa kak?” Jiro ikut memperhatikan lukisan tersebut.

“Ah, tidak. Hanya perasaan ku saja,” jawabnya. Jiro hanya mengangkat bahu, bingung.

Saburo dari tadi memandangi sebuah lukisan besar yang memperlihatkan seorang pria tiga puluh tahunan bermata biru dan rambut ungu. “Sepertinya dia bangsawan di zamannya. Tapi kalau lukisan ini dijual pasti mahal nih.”

“Baiklah adik-adikku, kita sebentar lagi akan keluar dari sini.” Ichiro menatap adik-adiknya dengan wajah cerah, secerah matahari.

“Ou!” teriak Jiro dan Saburo. Tapi tentu saja mereka akan kehilangan wajah bahagia itu setalah keluar nanti. Fu fu fu.

01: 30 a.m

Di ruangan miniatur lah sekarang mereka berada. Ruangan ini adalah tempat boneka-boneka ukuran kecil disusun sedemikian rupa untuk menggambarkan seluruh sejarah dunia.

Para perampok kambali berhenti untuk beristirahat. Sepertinya mereka kelelahan karena telah berkeliling museum ini. Jiro dan Saburo duduk di kursi panjang yang telah di sediakan. Nafas mereka putus-putus.

“Kenapa begitu melelahkan? Padahal kita hanya berjalan melalui tiga ruangan,” keluh Jiro.

“Kali ini aku setuju denganmu, Jir.” Saburo melirik jam dinding museum. “Bahkan sepertinya museum ini mempermainkan kita. Dari tadi kulihat jam di museum ini seolah bergerak lambat.”

“Sudah! Ayo kita bergerak lagi. Setelah melewati lorong penuh cermin, kita akan sampai pintu keluarnya.” Ichiro berusaha menyemangati adik-adiknya. Walau dia sendiri terlihat lelah. Sepertinya dia tidak ingin menyinyiakan keberhasilan dalam mencuri kepingan koin bersejarah itu.

“Ya kak!” jawab kompak mereka berdua. Mereka kembali semangat.

Tapi aku pastikan semangat mereka akan sirna setelah menuju pintu keluar. Fufufufu.

02: 10 a.m

Mereka melewati lorong cermin dengan gemetaran, pasalnya suasananya kubuat agak suram. Dengan meredupkan lampu, dan membuat seolah ada bayangan lain yang terpantul di cermin, sudah cukup membuat ketiga pemuda itu ketakutan. Terutama Jiro. Kakinya terus gemetaran, dan dia berjalan sambil memeluk lengan kanan Ichiro.

“Heh. kau ketakutan ya, BakaJiro?” Saburo mulai meledek Jiro.

“Di-diam kau kuning.”

“Cukup, jangan malah berkelahi. Sebaiknya kita cepat keluar.” Ichiro kembali menengahi keduanya. “Ah! Itu jalan keluarnya. Akhirnya.”

Dengan setengah berlari mereka membuka pintu besar itu. Namun, senyum mereka luntur. Karena bukan purnama yang menyambut mereka, tapi sinar fajarlah yang ada. Bukan hanya itu, polisi dan wartawan telah menunggu mereka.

Kenapa mereka bisa tertangkap dan keluar dari museum di pagi hari tapi jam dari tadi menunjukkan jam malam? Itu karena aku yang melakukannya.

Akulah yang mengatur agar jam bergerak lambat. Akulah yang mengatur agar peta museum menjadi kacau dan membuat mereka tersesat. Karena aku tidak ingin ada orang yang mengganggu museumku dan isinya.

Aku, Jinguji Jakurai akan terus melindungi museum Baron Knight. Walau ragaku tidak berwujud lagi.

---(´-﹏-';)---

A-anu...
Jangan santet saya, wahai stand Buster Bross dan pakde Jakurai
Saya mohon 🙏🙇🏻‍♀️

Saya juga penggemar Buster Bross, tapi tangan dan ide ini ingin sekali bikin mereka sial sedikit :)

Jadi...
Maaf ya...

Lalu, soal pakde, ane cuman Pake karena pakde cocok jadi orang yang akan memberi pelajaran ke anak-anak muda dengan cara yang unik.

Seperti~
Kakek yang menjahili cucunya untuk memberikan pelajaran :"v

Absurd ya?
Maaf

Terima kasih sudah mampir
Jan lupa vote

Mizuha 🌻

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top