Si Gadis Hujan
Di sebuah kota yang selalu mendung, dimana sinar matahari jarang terlihat, seorang pria muda yang berprofesi sebagai polisi lapangan selalu mengeluh dengan hidupnya yang bosan.
Suatu hari saat gerimis, dia memarkirkan mobilnya di seberang sebuah halte tua hampir terbengkalai dekat sekolah menengah atas. Bukan karena menanti seseorang, hanya saja dia sedang bosan berpatroli. Kota tempatnya tinggal selalu damai dan aman, tidak perlu selalu diawasi.
Hampir setengah jam dia berdiam di mobilnya. Saat pikirannya memintanya untuk melanjutkan patroli, saat itulah tanpa sengaja, matanya melihat seorang gadis berpayung merah berdiri di halte sambil memainkan sepatu boot hujan birunya.
Gadis itu tampak bahagia dengan percikan-percikan air yang mengenai kakinya, seperti anak kecil. Senyumnya terkembang dengan tulus di bibir merah muda tipisnya. Mata sayu dengan manik heterocromia menambah pesona gadis itu.
Tanpa sadar, polisi itu terus memperhatikan gadis itu, hingga dia pergi dengan bus yang tak lama datang. Mata polisi itu terus mengikuti bus yang ditumpangi gadis itu hingga menghilang dari pandangan mata.
"Ah... jadi ini namanya jatuh cinta?"
Setiap saat polisi itu selalu menunggu gadis itu di jam yang sama, tempat yang sama. Tapi gadis itu hanya ada saat langit menurunkan hujan. Jika hujan tidak turun, walau itu hanya mendung, gadis bermata sayu itu tidak ada disana.
Karenanya, polisi itu rajin melihat prakiraan cuaca dan mencatatnya.
Satu bulan, polisi itu hanya mengamati dari jauh. Dua bulan, polisi itu berani meninggalkan cemilan di halte tepat sebelum gadis itu sampai di halte dan meletakkan catatan bahwa cemilan itu untuk gadis berpayung merah tersebut. Dan gadis itu juga selalu membawa pulang camilan tersebut, membuat hati si polisi selalu senang. Hal itu membuat suasana kantor mendadak horor karena sang polisi yang terkenal jutek dan agak mesum terus tersenyum polos seperti anak kecil dapat permen.
Dan tepat dibulan ketiga, polisi itu memberanikan diri untuk meninggalkan surat yang ditulis semalaman dengan penuh perasaan ketimbang hanya kata singkat di cemilan tersebut. Seperti biasa gadis itu membawa pulang camilan dan surat itu.
Tapi esoknya, seperti yang dia duga, hari mendung, gadis itu tidak muncul. Besoknya juga. Besoknya lagi juga. Hingga hari kelima, saat hujan agak deras beserta angin kencang, gadis itu datang.
Polisi tersebut menunggu dengan berdebar sambil melihat gadis itu mulai mengambil cemilan dan suratnya. Tapi ada yang berbeda, gadis itu tidak langsung pulang melainkan duduk diam di halte, walau bus tujuannya telah pergi.
Gadis itu membaca surat itu. Membuat jantung si polisi semakin kuat bertabuh seperti sedang melewati ladang ranjau. Dan ya, gadis itu melihat lurus kearah mobil patroli si polisi dengan tampang yang... tidak bisa di jelaskan.
Tampaknya dia ingin menyebrang dan menjumpai si polisi. Polisi tersebut tidak tahu harus apa. Selama ini dia hanya selalu berada dalam mobil patrolinya tanpa berani beranjak dan mendekati gadis pujaannya tersebut.
Namun saat kaki bersepatu boot biru itu melangkah ke aspal, payung merahnya terbang terbawa angin dan gadis itu mengejarnya tanpa berpikir.
Melihat itu si polisi sedikit bernafas lega, walau hanya sebentar. Entah kenapa hatinya menyuruhnya untuk mengejar si gadis.
Dengan kaki jenjangnya, mudah sekali baginya untuk mengejar gadis itu. Terlihat olehnya gadis itu sedang memungut payungnya di tengah jalan tanpa sadar kalau sebuah truk akan menabraknya.
"Hei awas!"
Dengan segera polisi itu melompat dan menyeret gadis itu kepinggir jalan dengan bersiraman air genangan yang dicipratkan oleh truk barusan. Di tengah jalan dapat mereka lihat payung merah kesayangan gadis itu sudah hancur terlindas truk. Sedangkan mereka hanya berpelukan di pinggir jalan sambil mencoba merespon apa yang barusan terjadi.
Keduanya baru tersadar saat si gadis tiba-tiba bersin kedinginan.
"ka-kau tidak apa-apa, nona?" kata si polisi sambil melepaskan pelukannya.
Gadis itu hanya diam dan menunduk. Tubuhnya gemetaran, entah karena kedinginan atau karena syok akibat hampir tertabrak sebelumnya. Butuh waktu lama bagi gadis itu untuk bersuara.
"Ya-ya! Te-terima kasih sudah menyelamatkan aku..." katanya lirih.
"Bukan masalah, ini adalah tugasku sebagai seorang penjaga keamanan."
Dan kembali diam. Bahkan mereka tidak ingin beranjak dari posisi mereka yang terduduk di pinggir jalan sambil terguyur hujan yang mulai menipis.
"A-anu... Terima kasih... Camilannya... Kenapa? Eh?" gadis itu terbata mengucapkan kalimat di mulutnya. Nampaknya dia kebingungan harus berujar apa.
"Syukurlah kau suka. Dan maaf kalau aku seenaknya memberikan camilan itu kepadamu juga seenaknya memperhatikanmu dari jauh seperti orang mesum."
Gadis itu menggeleng kecil. " Tidak... aku... kakakku... adikku... suka...."
"Kau gadis yang baik mau membagi camilanmu kepada saudaramu," kata si polisi sambil mengelus kepala sang gadis tanpa sadar. Kemudian kembali menarik tangannya karena malu.
"...kenapa? kau memberiku camilan dan terus melihatku dari mobilmu tanpa mencoba mengobrol denganku?" ujar gadis itu panjang. Sepertinya dia sudah bisa mengendalikan dirinya.
Polisi itu murung. "Maaf, aku orang yang pengecut. Tapi apa yang kulakukan karena aku tertarik dan..." Cukup lama untuk sang polisi menyelesaikan kalimatnya. Dengan berbisik dia berkata, "juga karena aku menyukaimu..."
Gadis yang memang sangat jelas mendengarnya, langsung memerah. Wajahnya seperti tomat matang yang sering dimasak kakaknya. Dia tidak tahu harus berkata apa.
"Ah... maaf membebanimu. Padahal kita baru saja bertemu, tapi aku dengan lancang menyatakan perasaan padamu. Aku tidak bermaksud apa-apa, hanya ingin menyampaikan perasaanku. Tapi... jika kau mau menjawabnya aku akan sangat senang."
Lagi-lagi mereka terdiam. Gadis itu sedang kesusahan mencari jawaban di kepalanya. Sedangkan si polisi sedang mati-matian menahan malu.
Oh ayolah, ini adalah kali pertamanya dia menyatakan perasaan kepada orang disukainya. Walau kadang orang selalu salah paham dengan wajahnya yang seperti seorang mesum.
"...juga..."
"eh?"
Dengan mata tertutup gadis itu berteriak kencang menggunakan seluruh keberaniannya. "Aku juga menyukaimu sejak lama!"
Kali ini giliran si polisi yang kehabisan kata-kata.
"Se-sebenarnya, saat kita pertama kali berinteraksi, di depan halte tiga bulan yang lalu, aku sudah melihatmu dari jendela kelasku yang kebetulan mengarah ke halte. Aku melihat seorang polisi yang bengong di dalam mobil patrolinya karena kebosanan. Aku paham perasaanmu, kadang aku juga berpikir demikian. Saat itu aku senang, ternyata ada juga orang yang memiliki rasa bosan sepertiku. Tanpa sadar aku terus memikirkanmu hingga aku pulang. Saat kutanya kakakku, kenapa aku tidak bisa berhenti memikirkan seseorang, katanya itu cinta. Dan saat itulah aku selalu mengharapkan kehadiranmu di saat hujan. Aku hanya bisa menggunakan bus saat hujan karena saat cerah, kakakku dan pacarnya atau ayahku akan menjemputku.aku tidak paham kenapa bisa begitu. Oleh karena itu, saat hujan adalah saat yang menyenangkan karena aku bisa melihatmu... ah! Maafkan aku bercerita panjang lebar."
"Pfft..." Polisi itu tidak bisa menyembunyikan tawanya lagi. Dia begitu senang gadis pujaannya membalas perasaanya juga ternyata lebih dulu menyukainya. Ditambah dengan celotehan asyik miliknya yang buat hatinya benar-benar tenang.
Gadis itu pun ikut tertawa. Mereka berdua seperti pasangan gila yang tertawa di pinggir jalan.
Dan saat itulah, polisi itu melihat, untuk pertama kalinya sinar mentari di hidupnya dari senyuman gadis pujaannya.
"Namaku Yamada Jiro... kamu, pak polisi?"
"Jyuto... Iruma Jyuto, salam kenal."
Omake :
"Kenapa Jiro pulangnya lama?" tanya Ichiro pada Saburo.
"Mungkin nyasar atau ketinggalan bus."
"Hus... jangan mendoakan yang tidak-tidak."
"Maaf Ichi-nee."
Lalu tak lama terdengar suara mobil di depan rumah mereka. Saburo bergegas melihat siapa yang datang disusul Ichiro. Padahal mereka yakin kalau ayah dan Samatoki tidak akan berkunjung.
Betapa terkejutnya mereka saat melihat keluar jendela. Sebuah mobil polisi terparkir di depan rumah mereka. Dan yang lebih mengejutkan lagi ada Jiro yang keluar dari mobil tersebut.
"Lah... habis ngapain dia sampai ditangkap polisi?" tanya Saburo.
Tanpa babibu lagi, Ichiro segera berlari menyambut Jiro yang masuk rumah.
"Aku pulang..."
"Jiro dari mana aja?! kenapa tadi kamu diantar mobil polisi?! kamu ikut tauran lagi?"
Hujan pertanyaan kakaknya tak membiarkanya membuka sepatunya.
"Anu... Ichi-nee. Biarkan aku mengganti pakaianku yang basah dulu."
"Ah..." Setelahnya Ichiro membiarkan Jiro mandi dan mengganti pakaiannya.
Saat dimeja makan, Jiro kembali diintrogasi. Kali ini Saburo juga ikut menatapnya dengan tatapan intimidasi.
"Jadi..." Ichiro siap dengan penjelasan Jiro.
"...aku...."
"ya..." Saburo mulai tidak sabar.
"aku tadi terlambat pulang karena...."
"lanjut..." Kembali Saburo memanaskan suasana.
"aku di tembak... sama polisi tadi..." katanya lirih.
Lalu Ichiro menggebrak meja dengan keterkejutan akan sebuah fakta tentang adiknya yang tidak lagi menjomblo. Saburo hanya menganga karena kakaknya ada yang mau walau dia bego.
Dan malam pun berakhir dengan Jiro kewalahan menjelaskan kejadiannya kepada sang kakak dan adik
----(灬º‿º灬)♡----
Hae...
Maaf kalau ceritanya garing.
Semoga kalian suka.
Mizuha 🌻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top