3. Berangkat Bareng
"Nefaaa banguuun!!"
Suara cempreng Aretha terdengar di sampingku. Dia menepuk-nepuk pelan tubuhku.
Aretha kalo bangunin sama nina bobo-in orang tuh gada bedanya.
Di empok-empok nih gue. Jadi makin ngantuk kan.
Baru beberapa saat akan melayang ke alam mimpi, tiba-tiba aja ada sesuatu dingin mengenai wajahku.
"Anjir Arethaaa kamfretoo!!" pekik gue dengan rambut yang lepek.
"Lo kayak kebo sih kagak bangun-bangun,"
Dia meletakkan ember kosong lalu mengecek penampilannya di kaca besar.
Gue turun dari ranjang dan mengambil handuk, "tadi malem ada yang gangguin tidur gue."
"Lo ngumpetin cowok kan di kamar?" ujarnya santai.
Hah?
Langkahku yang baru sampai di depan pintu kamar mandi langsung berhenti dan berbalik.
"Fausta ya namanya? Ciee.." godanya.
"Sotoy lo, tau darimana?" ujarku kesal.
"Lo pikun, amnesia atau gimana?" tanya Aretha sambil duduk membaca buku diary-ku.
Oh ya Aretha itu punya kemampuan buat membaca kejadian masa lalu seseorang.
Jadi sekeras apapun kalian menutupi rahasia masa lalu kalian, itu sama sekali gak berpengaruh sama Aretha.
Dan yah, itu terjadi jika dia memang benar-benar ingin mengetahuinya.
Tapi Aretha orangnya cuek bebek sama siapapun kecuali orang-orang terdekatnya.
"Jangan baca diary gue, pe'a!"
Mengetahui kejadian masa lalu bukan berarti bisa mengetahui perasaan dan pemikiran orang itu.
Makanya dia kepoo!!
"Cie yang kepikiran sama Fausta-masa-lalu.." dia menggoda, menaik-turunkan alisnya.
Aku berlari ke arahnya berniat mengambil buku diary, namun sial karpet kamar lagi jahat sama diriku ini.
Bruuk.
Dengan gaya bebas nan indah, daguku menyentuh karpet yang ternyata bau pesing.
Eh?
"Kok bau yak?"
Bodohnya aku mengendus karpet itu, dan saat Aretha mendekat dia langsung memekik.
"Idung lo rusak! Ini bau pipis binatang tau! Kayakya si Junior deh yang pipis disini," ujar Aretha.
Aku mengingat kejadian tadi malam.
Junior sempat menghilang..
Jadi.. Dia lagi pipis nikmat di karpet gue?
Berdiri lemas, aku bersandar pada dinding kamar mandi. "Jadi ceritanya gue harus loundry karpet ini dong?"
Aretha yang baru saja akan melangkah keluar dari kamarku langsung berbalik arah.
"Betul sekali! Selamat ya!" ujarnya sambil tertawa dan keluar kamar dengan santai.
Sialaaan!
Gara-gara Junior nih!
"Lo belom mandi?"
Suara seseorang yang baru kukenal kurang dari 24-jam ini membuat lamunanku buyar dan menoleh ke arah jendela.
"Lo ngapain disini astaga?!" pekikku sambil menunjuknya.
Fausta sudah siap dengan seragamnya, kemeja putih plus dasi dibalut dengan blazer dan celana kotak-kotak biru langit.
Dia keliatan cakep, ya? Eh.
Abaikan.
Tiba melihat kepalanya, aku tersadar akan sesuatu, "Junior ngompol di karpet gue! Lo harus nyuci karpet gue," ujarku seraya melipat tangan di dada.
Fausta yang tadinya lagi nongkrong indah di jendela langsung masuk dan duduk di pinggir ranjangku.
"Gue mau tanggung jawab, tenang aja." ujarnya nyantai.
Braakk.
Serentak, aku dan Fausta langsung menoleh ke arah pintu dan mendapati Aretha tengah memandang kami horor.
"Lo ngehamilin Nefa?!" pekiknya heboh.
Aku segera berlari mendekati Aretha dan membanting pintu sebelum anak-anak asrama menjadi rusuh.
Kalo ada Bu Zia gimana?
Matilah aku sekarang juga.
"Toa banget lo," ujarku seraya membekapnya, "dan gue gak hamil."
Nih karna omongan Fausta yang ambigu.
Tapi yang perlu ditanyakan adalah, bagaimana cara dia masuk ke asrama putri dalam keadaan aman sentosa sejahtera?
Padahal nih ya, peraturan ketat banget. Ada satpam khusus gedung asrama dan untuk menjaga halaman asrama.
"Nef, dia Narkolepsi* ya?" tanya Aretha sambil menunjuk ke arah Fausta.
Saat menoleh, mataku melotot sempurna melihat Fausta yang sudah tertidur.
Sialan lah kalo dia tidur sekarang.
Bodo amat dia punya penyakit Narkolepsi. Kalo dia tidur sekarang artinya aku harus bangunin dia dengan cara ekstrim.
Junior yang ikut bergelung manis malahan ngebuat aku pengen masukin mereka ke dalem karung dan buang ke danau belakang asrama.
Ide bagus ya?
Tapi gue gak sekejam itu kok, apalagi sama cowok ganteng. Wakakak.
"Reth, bangunin deh," ujarku seraya menyenggol Aretha.
Cewek itu malahan mengedikkan bahunya tak peduli lalu keluar dari kamarku.
Sialan.
Hmm. Oh kenapa otak gue pagi ini pinter banget?
Kuambil spidol papan tulis warna warni yang tergeletak mengenaskan di atas meja kemudian mendekati Fausta.
"Biar tambah ganteng," bisikku sambil ketawa setan.
Dengan baju setengah basah, aku berjongkok lalu mengocok spidol.
"Aw. Sialaaaan!!"
Aku memekik histeris saat sadar tinta spidol sudah sukses muncrat di sebagian bajuku.
Awalnya, Junior mengeong lalu dia menegangkan tubuhnya dan langsung mencakar lenganku.
Aaaaa astagaaa!
Mungkin karna Junior yang berisik di atas dadanya, Fausta melek lalu menoleh sambil mengernyit bingung.
"Lo ngapain?" tanyanya.
Aku berdecak kesal, lalu menunjuk Junior.
"Pacar lo noh ngamuk lagi," aduku.
Dia terkekeh, lalu melompat berdiri. "Ah udah jam segini. Mau bareng gak?"
Aku tersentak kaget dan langsung melihat jam dinding.
Udah jam tujuuuuh!!
Tanpa memperhatikan sekitar aku segera berlari ke kamar mandi, lalu tersandung kaki meja dekat pintu kamar mandi.
Membuatku meringis kesakitan dan melompat-lompat gaje.
"Kamfreto lah pagi ini!!"
★
"Ta, beneran ini lewat sini?"
Aku memandang Fausta yang sedang celingak celinguk di jalan kecil penuh dengan semak-semak di belakang asrama putri.
Dia mengangguk tapi tidak menoleh sedikitpun. Akhirnya aku hanya bisa diam mengikutinya.
Sampai akhirnya aku merasakan sesuatu menempel di bahuku.
Saat menoleh..
"ULET BULUUU!!" teriak gue kencang dan segera berlari tak tentu arah.
"FAUSTAAA ADA ULET BULUUU!!"
Aku berlari mendekati satu pohon dan langsung meper di batang besarnya.
Anjir lah ini ulet bulu gede bener, bulunya banyak, gendut. Ih sehat bener pokoknya mah!
Setelah ulet bulu laknat di bahu belakangku menghilang, aku mengernyit melihat Fausta yang sedang menarik sesuatu.
"Apaan itu?" tanyaku.
Dia bergeser hingga terlihat perahu kecil lengkap dengan dua kayuhan.
Wah.
"Jadi kita naik ini?" ujarku tak percaya.
Jadi gedung sekolah dan asrama putra-putri dibatasi danau yang terkenal indahnya jika pagi dan sore hari.
"Lo mau lewat jembatan? Bakalan ga dibolehin masuk sama Pak Lauren," ujarnya ketika perahu itu sudah sampai di air.
Iya sih, udah jam setengah delapan gini. Mana boleh masuk.
Jadi gerbang sekolah kita itu berada di ujung jembatan yang menghubungkan gedung sekolah dan asrama.
Para siswa-siswi menyebutnya Jembatan Cinta, karna banyak yang janjian atau cinlok saat berjalan di jembatan itu.
Wakakak.
"Mau gue tinggal?" tanyanya sembari mengedikkan dagunya.
"Jangaaaaan!!!"
Duh hari ini ada ulangan! Bisa mampus gue kalo bolos. Gak ada kata nilai jelek di hidup gue.
Dengan langkah lebar aku berlari mendekati Fausta yang sudah duduk manis di perahu.
Bruuk.
"Sakit.." ringisku.
Dengkulku yang terkena tanah terasa perih. Kayaknya berdarah deh ini mah.
Kenapa kenapa kenapaa?
Ternyata kakiku tersandung sama akar pohon. Ish. Gila lah.
"Buruan Nefaa!!" teriak Fausta ga nyantai.
"Iyaaa!!"
Tanpa bantuan si Fausta akhirnya aku mampu bangkit lalu berjalan terseok-seok sebelum duduk di perahu.
"Kasian," ujarnya dramatis.
Aku mendengus kesal, "jahat lo ga bantuin gue."
Dia hanya terkekeh dan mulai mengayuh.
Sedangkan Junior? Dia menatapku tajam seakan-akan aku ini ikan asin untuknya.
"Eh lo ngapain sih pagi-pagi udah ke kamar gue? Kenal juga baru kemaren," ujarku sembari mengayuh.
Dia mengangkat bahunya sekilas, "Junior kangen nyakar elo."
Dih? Rese!
Dengan kesal aku menendang tulang keringnya, "sialan."
Dia terkekeh, lalu tak ada pembicaraan diantara kami. Aku hanya diam mengayuh sambil memperhatikan air danau yang berkilau terkena sinar mentari pagi.
Tak lama kemudian kami sampai di tepi, lalu Fausta berdiri dan menarik perahu ke darat.
Saat Fausta sudah berdiri di darat, aku menjulurkan tangan. Berniat meminta bantuannya.
Tapi dianya malahan melengos pergi.
Kampreeet!!
Dengan nafas yang terengah-engah, aku berlari kecil mendekati Fausta yang lagi berdiri di depan tembok pembatas lingkungan sekolah yang menjulang.
"Manjat nih?" mataku menatap Fausta tak percaya.
Dia mengangguk, "kaki lo gimana?"
Pandanganku terpusat ke dengkulku yang ternyata sudah berdarah sampai mengenai kaos kaki putihku.
"Ya ampun bocah.." ujarnya sembari geleng-geleng kepala.
Dia berjalan mendekatiku dan msngeluarkan sesuatu dari saku blazernya.
Eh?
Aku hanya bisa diam memperhatikan Fausta membelitkan saputangan miliknya di kakiku.
"Udah," ujarnya setelah melihat hasil karyanya di kakiku.
Aku mengerjapkan mata beberapa kali lalu mengusap tenguk, "thanks ya."
Di mengangguk, lalu saat itulah Junior lompat ke wajahku dan mengacak-ngacak rambutku.
"Juniooooooor!!!!"
Suaraku yang melengking membuat Fausta menutup telinganya.
"Fausta! Gue udah siapin tangga bu—Kok ada Nefa?"
Aku mendongak dan mendapati Arden yang sedang melongo dari balik dinding pembatas.
"Gue jemput dia tadi," kata Fausta seraya mengambil Junior dari kepalaku.
Mereka kenal ya?
Dagunya menunjuk ke arahku lalu mendorong punggungku pelan.
"Naik duluan?" tawarnya.
Aku langsung melotot, "gimana caranya, kupret?"
"Lompat?" gumam Fausta dengan memiringkan wajah.
"Gak usah sok feminim lo Nef! Biasa manjat tiang listrik juga!" teriak Arden.
Sialan.
"Jangan fitnah wooy!!" teriakku sambil menunjuk saudara sepupu Aretha itu.
Sambil terkikik geli, Arden menghilang di balik tembok setelah berkata, "gue jagain dari sini!"
Aku dan Fausta mengangguk lalu saling pandang.
"Yauda naik," ujar Fausta sembari jongkok di depanku.
Aku bergeming. Naik?
"Kaki lo lagi luka kan? Gue bantu," ujarnya.
Akhirnya aku naik di pundaknya.
"Nunduk lo! Kalo ngintip bisulan seumur hidup!" rutukku.
Fausta berdiri sambil mendumal sesuatu yang tak aku dengar jelas.
Saat aku sampai di atas, beberapa detik kemudian Fausta sudah berada di sampingku.
"Buruan woy turun! Jangan pacaran di atas!" teriak Arden dari bawah.
Aku mengerjap sekali, sebenarnya kagum dengan pemandangan ini.
Aku baru ingat kalau lingkungan sekolah kami memang berada jauh dari perkotaan.
Disini banyak bukit-bukit kecil dan danau itu, yang membuat suasana paling indah.
Fausa menyenggolku, "buruan turun."
Baru saja aku akan turun, suara seseorang mengagetkan kami.
"Kalian! Kalian sedang apa disana?"
Mampus.
Itu. Kepala. Sekolah.
TBC~
==========
Senin, 09 Desember 2013—09:31
Narkolepsi (*) : penyakit yg membuat si penderita tertidur tiba-tiba saat melakukan aktivitas.
Note: ga jelas yah? haaha. semoga ga mengecewakan ya {} :*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top