Crystal 5 - Into Your Heart
Untuk membaca cerita lengkapnya bisa buka Dreame.com ^^
Link ada di bio yaaa :D
^^^
==========
Aku sedang duduk sendiri di perpustakaan membaca buku-entahlah apa itu. Sebenarnya bukan membaca buku. Tapi aku sedang ingin tidur di perpustakaan. Hah! Ruby tidur? Bodo deh.
Aku hanya ingin mencari ketenangan disini. Kututup kepalaku dengan buku yang kubuka bagian tengahnya. Niatnya sih biar gada yang kenal sama aku. Tapi nyatanya..
Tuk tuk tuk.
Ada seseorang yang mengetuk buku di kepalaku. Siapa sih? Elah. Ganggu waktu tidur aja deh ah. Tak kutanggapi ketukannya.
Tuk tuk tuk.
Argh! Siapa sih? Pasti Sev deh. Dengan kekesalan maksimal dan siap menyemprotkan kemarahanku, aku mendongak dan mencekal tangan yang menggangguku ini.
Oh waw, sialnya itu bukan Sev. Dengan cepat kulepaskan cekalan tanganku.
"Hai.." sapanya sambil duduk di kursi depanku.
Siapa nih? Seragamnya acak kadut gitu.. Aku menatapnya datar tanpa berniat membalas sapaannya.
"Hai, Kak Ruby ya?" ujarnya sambil mengulurkan tangan. "Kenalin, aku Zico, kelas XI IPA 2."
Oh, adek kelas..
Aku mengangkat sebelah alisku tanpa menyambut uluran tangannya.
"Ada apa?" tanyaku tanpa basa basi.
Seakan tahu ketidakmauanku untuk membalas perkenalan darinya, dia tersenyum dan menarik tangannya kembali.
"Pacaran, yuk?" tanyanya dengan nada santai.
Hening.
Satu detik pertama aku mendengar perkataannya.
Dua detik kemudian aku mencerna perkataannya.
Detik ke tiga aku angkat bicara.
"Bilang aja apa keinginan kamu sebenarnya, Zico." ujarku dingin sambil menatapnya dengan tajam.
Dia tertawa mendengar perkataanku dan menepuk tangannya pelan. "Ternyata! Memang kamu cewek yang susah ditaklukin ya!"
Aku menyerit bingung. Apaan sih anak ini? Ga nyambung banget omongannya. Malas menanggapinya, aku memutar bola mataku, dan berdiri.
"Ga penting." ujarku dan berjalan keluar dari perpustakaan.
"Hei, Kak. Jangan pergi dulu dong. Kan belum ngobrol sama aku." ujar Zico tepat di sebelahku.
Aku mendelik. Sejak kapan dia di sampingku? Tak kuhiraukan perkataannya, kakiku terus melangkah maju menuju kelasku.
"By! Dicariin kemana-mana juga! Kemana aja--" ucapan Bella terpotong ketika aku berjalan bersama dengan junior.
"Hai, Kak Bella." Zico berkata sambil melambaikan sebelah tangannya ke Bella.
"Oh, hai Zic. Ketemu juga ya akhirnya sama Ruby." aku menyerit bingung ketika Bella berkata seperti itu. Bella kenal dengan anak tengil ini?
"Iya kak. Yauda deh aku pamit dulu ya kak. Sampai jumpa lagi." dengan cepat Zico meninggalkan kami berdua dengan gaya sok cool-nya.
"Kamu kenal sama dia Bells?" tanyaku sambil berjalan.
Dia menggeleng. "Engga. Tapi dia itu orang yang nyari kamu tempo hari itu loh By. Waktu itu aku ga kenal sama dia. Tapi tadi pagi dia nyari kamu lagi, terus dia ngenalin dirinya deh."
"Oh gitu.. Terus dia ngapain Bells nyariin aku?" tanyaku pada Bella.
Dia mengangkat kedua bahunya dan memeluk lenganku. "Kantin nyoook!"
"Bells, bentar lagi masuk kali. Masih aja mau ke kantin." kataku sambil berusaha mengimbangi kaki Bella yang berjalan cepat-cepat.
"Ih! Bu Sinta ga masuk kali. Ketinggalan jaman banget." kata Bella sambil memesan teriayki burger.
"Loh? Tumben banget ga masuk. Kenapa?" ujarku sambil mengambil kentang goreng milik Bella.
"Ih! Beli sendiri sana!" ujar Bella sambil menyembunyikan makanannya.
"Demi apa Bella pelit banget~" ujarku sambil meringsut ke atas meja kantin. Lemas.
"Kenapa sih By? Hari ini lemes banget kayanya." tanya Bella sambil mengunyah burgernya. Tumben ya anak ini makannya banyak.
"Lagi bosen aja Bells.."
"Kenapa? Tumben.." tanyanya lagi sambil meminum cola.
"Ah, lagi males aja bawaannya. Eh Bells, tumben kamu makan banyak? Ga takut gemuk?" tanyaku sambil meluruskan punggungku.
"Gapapa sih, lagi kepengen aja. Sekali-kali gapapa dong.." ujarnya sambil nyengir.
"Ntar malem aku nginep ya! Pengen main sama Airi deh.."
"Izin sama Sev lah, kok sama aku. Yang punya rumah kan dia." kataku sambil memutar mataku.
"Lah, kamu kan istrinya dia. Sama aja dong kalo aku izin ke kamu?" dia tertawa setelah mengatakannya.
Aku melemparnya dengan kentang goreng ditanganku.
"Bells! Kenapa sih ah ngeledekinnya sama Sev mulu. Gada yang lebih cakep apa?" ujarku kesal.
Dia hanya tertawa menanggapi perkataanku. "Heh. Sev cakep kali By. Kamunya aja yang ga sadar."
Sadar kok aku. Dia emang cakep.
Hei! Siapa tuh yang ngomong?
Aku menggeleng kepalaku keras. Apa-apaan suara itu?
"Iya cakep, kalo diliat dari sedotan." ujarku meneguk air mineral dingin.
"Serius ih aku. Kalo aku liat nih, udah ada tiga orang yang ngasih surat cinta ke dia. Itu yang keliatan loh ya, aku yakin banget ada yang sembunyi-sembunyi naro di tasnya atau di meja dia." katanya sambil menunjukku dengan kentang goreng.
Aku menepis kentang goreng ditangannya. "Apaan deh Bells, sok tau banget."
"Eh! Aku serius loh ya.. Emang begitu kenyataannya.." ujarnya sambil manggut-manggut.
"Ah, udahlah. Ke kelas yuk."
***
"By.. Aku lapar~" ujar Sev sambil meringsut di atas meja.
Ya, seperti kata Bella tadi. Bu Sinta tidak masuk kelas karena ada saudaranya yang melahirkan. Kenapa juga musti ga masuk coba? Kan sodaranya ini yang melahrikan. Bukannya dia..
Kembali ke Sev yang sedang merengek manja di belakangku. Aku menengok ke arahnya dan memukul kepalanya dengan pulpen.
"Sakit By! Kok dipukul sih?" katanya sambil meringis kesakitan.
"Makanan mulu pikiran kamu." ujarku dan kembali menulis sesuatu yang tidak jelas. Bella sedang bercanda dengan Lina dan Lucy.
Oh ya, perlu diketahui, meja Sev itu tunggal. Jadi dia tidak punya teman sebangku. Otomatis lah dia akan menggangguku yang duduknya paling dekat dengannya.
"Eh. Manusia kan butuh energi untuk beraktivitas. Sedangkan tubuh kita ini tidak dapat menghasilkan seluruh energi yang cukup untuk kebutuhan tubuh. Makanya, kita perlu makanan." ujarnya panjang.
"Iya iya iya.. Terus kalo laper mau ngapain?" tanyaku tanpa meliriknya.
"Makan lah.." katanya sambil tersenyum. Aku meliriknya dan mengangkat salah satu alisku.
"Yauda sana makan.. Susah bener.." kataku cuek sambil mengambil Pringles yang ditawarkan oleh Lina.
"Sev! Mau ga?" teriak Lina sambil menyodorkan Pringles.
"Ga ah. Yuk, By. Ke kantin." katanya sambil menarik tanganku.
Kemana juga Bella? Sev jadi gampang buat narik aku kan.
"Ah, Sev. Males. Ajak yang lain aja gih.." ujarku sambil menarik tanganku kembali. Sev duduk di kursi Bella yang kosong.
"Gamau. Sama kamu aja."
"Ah! Maksa banget deh ah.." ujarku sambil menatapnya tajam.
"Biarin aja. Dah ah, ayok cepetan. Laper berat nih." dia berdiri, dan tanpa seizinku langsung menarikku ke kantin.
Lina yang sedang asik makan Pringles hanya tertawa geli melihatku diseret oleh Sev. Apa dia tidak ada rasa untuk menolongku? Tolong aku Tuhan.. Kenapa bisa bertemu sahabat sekaligus musuh sekaligus keluarga seperti Sev?
Ketika sampai di kantin, suasana kantin benar-benar sepi. Membuat aku dan Sev bisa duduk dimanapun.
Aku memilih duduk di meja yang dekat dengan lapangan basket, sambil menunggu Sev memesan makanan.
"Nih, buat kamu." ujar Sev sambil menyodorkan yogurt dingin rasa strawberry kesukaanku.
"Thanks." kataku sambil menyambar dan menyeruput minumanku sambil terus memandang lapangan basket.
Sev yang sedang makan mendongak. "Ngapain sih ngeliatin lapangan basket? Pemain gantengnya kan ada disini.." ujarnya dengan pede.
"Hah? Ganteng? Darimana?" ujarku dengan jutek.
Dia hanya tertawa dan melanjutkan makannya.
"Bisa main basket ga?" tanya Sev padaku.
Aku menggeleng mantap. "Gabisa. Males juga maen basket. Lengket gitu. Keringetan."
"Sehat kali.. Kamunya aja tuh males olahraga." ujarnya sambil menunjukku dengan garpu miliknya. Aku menyerit melihat tingkahnya. Jorok.
"Ih biarin aja.. Yang penting ga sakit.. Daripada sok-sok-an sehat gataunya sakit juga.. Gamau ditinggal lagi.." kata-kataku sukses membuatnya tersedak.
"Eh eh eh, minum dulu.." aku menyodorkan air mineral padanya yang langsung diteguk olehnya.
Aku tertawa kecil ketika melihat wajahnya memerah. "Ciee blushing~"
"Apaan sih By." katanya sambil meneruskan makan.
Baru pertama kali aku melihatnya seperti ini. Apa dia malu mengingat bagaimana manjanya dia ketika sakit? Aku tertawa kecil.
"Kenapa ketawa-tawa?" tanyanya dengan wajah jutek.
"Gapapa kok.." kataku sambil menahan tawa.
Entahlah aku aneh. Aku ini merupakan orang yang tidak mudah dekat dengan oranglain. Selama dua tahun di SMA ini, sahabatku hanya Ruby. Dan yang lainnya hanya teman biasa. Dan aku mungkin agak lebih sering bercanda dengan Lina dan Lucy karena mereka duduk di depanku. Sedangkan Andy adalah pacar Lucy. Mereka baru jadian.
Baru sebulan lebih ini aku mengenal Sev, tapi dia sudah bisa memposisikan dirinya seperti Bella. Yah, biarlah. Lagipula memang dia anaknya seperti itu. Mudah bergaul.
"By! Ngapain sih? Bengong aja.." lamunanku buyar ketika Sev menepuk pundakku.
Dia sudah duduk di sebelahku. Sejak kapaan? Kenapa saat dia bergerak aku tak pernah sadar? Ck.
"Kan bengong lagi." katanya sambil menggeleng-geleng kepalanya. Kulihat ternyata makanan Sev sudah habis.
"Berisik ah." kataku sambil berdiri.
"Eh, mau kemana?" tanyanya sambil menyusul langkahku.
"Ke kelas lah, kemana lagi emang?" kataku tanpa menoleh ke arahnya.
"Main basket yuk?" dia bertanya sambil menahan lenganku, membuatku berhenti.
"Males ah, Sev.." aku berpaling darinya dan mulai berjalan lagi.
"Yauda. Lain kali ikut main sama aku ya!"
Aduh, apaan sih ni anak. Maksa banget deh. Ah, terserah deh mau ngapain juga.
***
"Ibu?" ucapku ketika sampai di rumah Sev. Kulihat di ruang tamu, ibuku sedang berbincang dengan Bi Yura, dan Beryl sedang berlari mengejar Airi.
Ketika melihatku datang, Bi Yura langsung izin untuk ke dapur.
"Kak Ruby~ Beryl bandel sama Airi.." teriak Airi sambil mengumpat di belakangku.
Ketika aku melihat Beryl yang mengejar Airi, aku langsung menangkap dan mendekap Beryl erat. Aku benar-benar merindukan Beryl.
"Kakak rindu sama Beryl.." ujarku sambil mencium wangi Beryl.
"Beryl juga kangen sama kak Ruby.." ujarnya sambil memeluk leherku erat. "Ibu ga bolehin Beryl buat ketemu sama kakak.." tambahnya dengan wajah cemberut.
Aku menangkup wajahnya dan terenyum. "Kan sekarang udah ketemu sama kakak?" tanyaku sambil menyentuhkan hidung kami.
"By. Jangan ngalangin jalan dong." Sev yang baru datang dari memarkinkan motornya mendorongku dan menggendong Airi.
"Eh?" ujarnya ketika melihat ibuku tersenyum ke arahnya.
"Siang.. Saya ibunya Ruby." ibuku berkata dengan lembut sambil mengulurkan tangannya pada Sev.
Aku yang melihatnya hanya diam.
Sev menyambut uluran tangan ibuku, dan tersenyum ramah. "Severus, teman sekolah Ruby."
"Maaf nak Severus, ibu ingin berbicara berdua dengan Ruby sebentar. Tak apa kan?" ucap ibuku dengan lembut ke Sev. Severus menatapku dan tersenyum.
Mengangguk dengan sopan dan mengambil Beryl dari pelukanku. Sedangkan Airi yang dalam pelukan Sev menjulurkan lidahnya ke arah Beryl.
"By.." ibuku memanggilku pelan yang masih berdiri mematung.
Aku sama sekali tidak menatap ibuku maupun menjawab panggilannya. Hatiku terasa remuk ketika bertemu dengan ibu. Sudah berapa lama dia meninggalkanku? Satu bulankah?
"Maafkan ibu waktu itu nak.. Ibu benar-benar tertekan dengan keadaan.." ibu menyentuh lenganku perlahan.
"Jangan sentuh aku, bu." ujarku dingin.
Dapat kulihat wajah ibuku menegang. Kaget karena sikap dinginku. Ah, aku sadar dia ibuku. Aku tak boleh memperlakukannya seperti ini. Tapi, apakah seorang ibu juga diperbolehkan untuk meninggalkan anaknya yang sedang dalam keadaan terpuruk?
"By, kita kembali ke rumah yuk?" ibuku mengajakku dengan tatapan lembutnya.
Aku sangat rindu. Ingin rasanya kupeluk dirinya. Namun hatiku sakit. Kerja otak dan hatiku berbeda. Dan yang menang adalah otakku, aku memilih untuk menyakiti ibuku. Aku tidak menghiraukannya. Aku melakukan hal yang sama seperti yang ibu lakukan padaku.
"By.. Ayo kita mulai tinggal bersama.. Tidak bersama ayah.." ujarnya perlahan.
Aku tertawa kecil mendengar perkataannya. Tinggal bersama? Apa benar? Aku yakin sekali ibuku akan bersama dengan laki-laki itu!
Aku lebih memilih tinggal bersama dengan ayah yang memiliki kelakuan memuakkan jika mabuk. Walaupun begitu, ayah tidak akan pernah meninggalkanku atau menyakitiku. Kecuali saat dia mabuk tentu, dia akan memukulku.
Tapi ibu? Dia meninggalkanku dan ayah demi bersama dengan lelaki lain. Ayahku yang ternyata tau dari awal kalau ibuku selingkuh, merasa depresi. Dan saat itulah dia mengenal alkohol dan yang lainnya.
"Aku tak mau bu. Aku sudah punya keluarga disini." aku berkata dengan jujur. Aku, Sev, Airi, Bi Yura, Bella, dan Spinel kecilku. Mereka semua adalah keluargaku.
Aku berjalan meninggalkannya dan masuk ke dalam kamarku.
***
Tok tok tok.
Suara ketukan pintu yang sedaritadi terdengar sama sekali tak membuatku beranjak dari ranjangku.
"By? Aku masuk ya?" suara Sev bergema di telingaku.
"Duh, kenapa gelap banget sih?" ujarnya ketika membuka pintu kamarku.
Kulihat dari ujung mataku dia mengintip sebentar dan baru masuk ke dalam. Kemudian menutup pintu perlahan. Tanpa menoleh, aku terus menatap langit yang kebetulan sedang bulan purnama. Cahayanya bersinar menerangi sebagian wajahku.
Kurasakan dia duduk di sampingku. Menemaniku yang sendirian ini. Tapi dia tidak mengatakan apapun selain memandangku. Aku yang merasa risih dipandangnya langsung menoleh.
"Apa?" ujarku dengan nada datar.
Dia hanya tersenyum dan berbaring di kasurku. "Tak ada. Hanya ingin disini."
"Hei. Ingin bermain basket?" pertanyaan itu lagi.
Aku memutar bola mataku dan menatapnya tajam. "Udah malem kali Sev.. Ada-ada aja deh ngajakinnya."
"Aku punya tempat main basket kalo malem-malem gini.." ujarnya bersemangat.
Duh, aku benar-benar tidak ingin membicarakan basket.
"Ah, aku gamau Sev. Males." kataku sambil berjalan menuju jendela kamar, memperhatikan bulan yang bentuknya lingkaran sempurna.
"Mau ke atap?" aku menoleh dan mengangkat sebelah alisku.
"Atap? Ada apaan disana?"
Dia bangun dari posisi tidurannya dan menarikku keluar kamar. "Ada bulan!"
Aku pasrah saja ketika dia menarikku menuju ujung lorong. Ngapain juga dia ngajakin kesini? Gada apa-apa kan.
Mataku membesar ketika dia menarik tali yang ternyata tersimpan rapi di dinding sebelah kamar mandi. Yang aku tau disini memang ruang kosong yang tidak ada apa-apa.
Namun sekarang aku tau jika tali itu ditarik maka akan turun tangga rahasia. Kenapa aku menyebutnya tangga rahasia? Karena tangga ini sama sekali tidak terlihat! Wah banget.
"Keren." ujarku sambil berdecak kagum. Sedangkan Sev sudah berada di ujung tangga.
"Hei! Mau disitu sampe kapan?" tanyanya dari atas.
Dengan cepat aku menaiki tangga itu dan sampailah aku di atap.
Hanya atap biasa sebenarnya, hanya saja disini seperti taman. Banyak tumbuhan dan ada beberapa bangku kecil. Dan yang membuatku tak percaya adalah ada teleskop. Wah!
Aku langsung berlari dan mencoba teleskop itu.
"Wah.. Kayanya ada yang seneng nih.." ucapan Sev seketika menghentikan aktivitasku.
Aku menoleh ke arahnya yang sudah duduk kalem di kursi yang sepertinya nyaman itu.
Kulangkahkan kakiku dan duduk di sebelahnya. Tanpa aba-aba, dia menyelimuti punggungku dengan selimut. Aku tersenyum.
"Makasih." kataku dan dia mengangguk.
Dia terdiam, menatap langit yang kebetulan tidak terlalu banyak bintang. Mungkin tertutup cahaya bulan yang terang.
"Jadi.. Tadi ibumu?" tanyanya, menoleh padaku.
Aku mengangguk. Kurasa aku perlu menceritakan masalahku padanya. Secara, sekarang aku tinggal dengannya.
Tak berapa lama setelah aku meninggalkan ibu di ruang tamu, dia pulang. Itu yang kudengar dari Bi Yura.
"Ibuku.. Dia pergi meninggalkan aku dan ayah karena lelaki lain.." kataku pelan. Menghirup napas perlahan dan mengeluarkannya.
"Ayahku yang mengetahui bahwa ibu memiliki lelaki lain dalam hidupnya, jadi stres. Jadi yah.. Ayah melarikan diri ke minuman alkohol." ujarku menerawang.
Dia mengangguk pelan.
"Kau tidak rindu dengan ibumu?" tanyanya.
Aku terdiam, mengeratkan selimut yang berada di tubuhku. "Tentu, aku rindu padanya.. Apalagi pada Beryl." ujarku sambil tertawa kecil.
"Tinggalah dengannya, By."
Aku tertegun. Dia menyuruhku untuk tinggal dengan ibu. Terbesit rasa kecewa. Kenapa ada rasa seperti ini?
Aku menggeleng. "Lebih baik aku tinggal dengan ayah yang suka memukulku saat mabuk dan jarang ada di rumah. Daripada aku harus bersama ibu dan lelaki itu. Aku hanya ingin bersama dengan keluargaku."
"Dan sekarang, keluargaku ada disini." aku tersenyum kepadanya.
Kulihat wajahnya agak kaget, kemudian kembali normal. "Disini?"
Aku mengangguk. "Ya. Kamu, Bella, Airi, Bi Yura, Spinel.. Kalian semua keluargaku."
Dia berdehem sebentar, kemudian mengalihkan pandangannya dariku.
"Kenapa Sev?" tanyaku sambil memandangnya.
Dia terdiam sebentar, namun tidak menatapku "Aku hanya.. Ingin bertemu dengan orangtuaku.."
Kalau dipikir-pikir, selama aku tinggal dengan Sev tidak pernah sekalipun aku mengenal keluarganya. Aku hanya tahu ada Bi Yura dan Airi yang menemaninya disini.
Dia melirikku, kemudian tersenyum. "Aku yatim piatu, By. Sejak bayi aku tinggal di panti asuhan. Aku sama sekali tidak mengenal orangtua kandungku. Orangtua yang sekarang adalah orangtua angkat."
Aku melongo. "Benarkah?"
Dia mengangguk. "Ya. Dan orang yang kuanggap sebagai ibuku sendiri sekarang sudah meninggal. Semenjak ibuku meninggal, ayah angkatku menjadi workaholic. Dan disinilah aku, melarikan diri dari kenyataan."
Aku ingat foto yang pertama kali kutemukan di sakunya. Saat ini aku tak tau harus berkata apa. Aku dan Sev memiliki pengalaman hidup yang buruk. Namun Sev tidak pernah putus asa, tidak sepertiku yang berniat bunuh diri.
Aku tertawa kecil mengingat pertama kali pertemuan kami.
"Kenapa tertawa? Ceritaku lucu?" ujarnya dengan wajah masam.
"Tidak tidak. Aku ingat pertama kali kita bertemu. Kau menyelamatkanku dari acara bunuh diriku." ujarku sambil nyengir.
"Ha! Iya, aku ingat saat itu. Kau benar-benar gila, By!" katanya sambil berdecak.
"Biarlah. Aku memang sudah gila." ujarku lesu, mengingat masalah yang kuhadapi hari itu.
Dia menepuk pelan kepalaku. "Udah ah, aku ngajak kamu kesini tuh buat bikin kamu seneng, bukan sedih."
Aku merasa.. aneh. Saat dia mengatakan hal itu. Walaupun dia sangat menyebalkan, pemaksa, tidak mau mendengarku, aku merasa nyaman di dekatnya.
Kualihkan pandanganku ke hal lain, asal tak menatapnya. Tanpa sengaja aku melihat gitar yang terdapat di samping meja kecil.
Kuangkat sebelah alisku, tertarik. "Wah. Kamu bisa main gitar?" tanyaku semangat.
"Bisa dong. Percaya ga?" tanyanya padaku.
"Ga percaya." kataku sambil tersenyum miring padanya.
"Oh.. Nantangin.." ujarnya kemudian memetik gitar dengan lembut.
Alunan musik yang lembut mulai terdengar di telingaku. Dan ketika mendengar suaranya, aku membeku. Suaranya benar-benar indah.
I hung up the phone tonight
Something happened for the first time
Deep inside it was a rush, what a rush
Cause the possibility
That you would ever feel the same way
About me, is just too much, just too much
Why do I keep running from the truth?
All I ever think about is you
You got me hypnotized, so mesmerized
And I just got to know
Do you ever think when you're all alone
All that we can be, where this thing can go?
Am I crazy or falling in love?
Is it really just another crush?
Do you catch a breath when I look at you?
Are you holding back like the way I do?
Cause I've tried and tried to walk away
But I know this crush aint going away-ay-ay
Going away-ay-ay
Has it ever crossed your mind
When we're hanging, spending time girl?
Are we just friends? Is there more? Is there more?
See it's a chance we've gotta take
Cause I believe that we can make this into
Something that will last, last forever, forever!
Do you ever think when you're all alone
All that we could be, where this thing could go?
Am I crazy or falling in love?
Is it really just another crush?
Do you catch a breath when I look at you?
Are you holding back like the way I do?
Cause I've tried and tried to walk away
But I know this crush aint going away-ay-ay
Going away-ay-ay
Why do I keep running from the truth?
All I ever think about is you
You got me hypnotized, so mesmerized
And I just got to know
Do you ever think when you're all alone
All that we could be, where this thing could go?
Am I crazy or falling in love?
Is it really just another crush?
Do you catch a breath when I look at you?
Are you holding back like the way I do?
Cause I've tried and tried to walk away
But I know this crush aint going away-ay-ay
This crush ain't going away-ay-ay
Going away
Going away-ay-ay
Going away-ay-ay
*Crush by David Archuleta
Matanya tak lepas menatap tepat di manik mataku saat dia menyanyikannya. Membuat diriku mematung mendengar makna yang disampaikan lagu itu. Seakan dia menyampaikan perasaannya yang terdalam.
Kulihat, dia tersenyum lembut kepadaku dan aku masih terdiam. Lebih tepatnya, terpesona dengan suaranya yang indah.
Oh, Tuhan.. Aku merasakan panas di kedua pipiku.
Dia meletakkan gitarnya di samping kursi dan menoleh ke arahku.
"Kedinginan ya?" ujarnya sambil menangkup kedua pipiku.
Aku menunduk, tak bisa memandangnya. Kurasakan telapak tangannya dingin, namun terasa nyaman. Tak lama kemudian dia melepaskan tangan dinginnya di pipiku.
Dia merangkul pundakku, dan mengajakku berdiri. "Masuk yuk, udah larut nih."
TBC~
==========
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top