Yakusoku

"Cinta lebih cepat daripada maaf."

- Rean Kainand -

🍀

Mudah bagi Rean menemukan Feya. Tinggal mengikuti suaranya yang khas. Feya tidak benar-benar bisa menyembunyikan diri dari telinga Rean yang peka.

"Feya, ngapain di situ? Turun!" perintah Rean.

Feya bersembunyi di atas pohon di belakang sekolah. Ia menyembunyikan diri dengan rantingnya yang rimbun.

"Aku lagi sembunyi."

"Udah ketahuan."

"Curang, Rean-kun pake telinga buat cari aku."

"Lagian, buat apa sembunyi?"

"Aku ga mau ketemu Rean-kun dulu."

"Kenapa?"

"Aku ga mau dimarahin."

"Kalo kamu ga salah kenapa harus kumarahin."

"Kalo aku punya salah?"

"Emangnya kamu udah ngapain?"

"Ga mau bilang."

"Yaudah terserah, asal kamu turun dulu ke sini."

"Janji ga akan marahin aku?"

"Iya!"

"Yakusoku?" (1)

"Iya Feya, iya. Cepetan turun!"

Feya ragu-ragu awalnya, kemudian memutuskan turun karena kakinya mulai keram terlalu lama menahan beban tubuhnya ke dahan pohon.

Mudah saja bagi Feya melompat dari satu dahan ke dahan lain. Ia mendarat sempurna di hadapan Rean yang memandanginya dengan muka datar. Sempat oleng sedikit ketika kaki Feya mengenai akar pohon yang menyembul di tanah, tapi langsung Rean tangkap lengan Feya dan membuatnya berdiri tegap.

"Kenapa bolos?" tanya Rean masih dengan muka datarnya.

"Kepalaku mumet, mau cari angin dari atas pohon biar sedikit fresh," ungkap Feya sekenanya.

"Bohong, tadi Sanny bilang kamu marah karena lihat foto ciumanku sama Sanny."

Feya menarik ujung bibirnya. "Kalau tahu kenapa tanya," kesal Feya.

"Kamu marahan sama Sanny gara-gara foto itu?"

"Tadinya sih, tapi sekarang engga. Daijoubu desu." Feya mengangguk-angguk. "Aku udah ga marah lagi sama Sanny-chan, tapi ga mau ketemu dulu. Malu."

Rean mengernyitkan kening. Ia mengulang kata terakhir Feya. "Malu?"

"Aku udah menuduh Sanny-chan yang engga-engga, padahal Sanny-chan ga salah apa-apa."

"Yah, aku rasa dia emang ga salah. Itu foto lama, anggap aja fosil." Rean mengendikkan bahu. Kalimatnya barusan Feya tangkap sebagai salah satu bentuk pembelaan. Feya mengerucutkan bibir karena tidak suka Rean-nya lebih membela Sanny daripada dirinya.

"Sanny-chan hebat ya, bisa dibela dua cowok sekaligus," gerutu Feya sembari menyilangkan kedua tangan di depan dada.

"Dua? Jadi sebelumnya ada yang bilang hal ini juga sama kamu?" Rean menangkap kejanggalan di kalimat Feya.

"Aku bisa tebak, orang itu si Eza, kan?"

Feya mengatupkan mulut. Merasa bodoh karena baru tadi ia berjanji akan merahasiakan tentang yang dilakukannya dengan Eza. Namun Rean tentu bisa mendengar suara jantungnya berdebar hebat dan mulai curiga.

"Seharian ini gelagat Eza aneh, waktu kutanya juga jawabannya ga jelas. Jadi bener ini ada hubungannya sama kamu?"

Feya menunduk lemah. Tidak berani menatap mata Rean.

"Feya, bilang sama aku, apa yang kalian lakukan?" Rean memaksa.

"Gomenasai!" ucapnya pelan. "Rean-kun kan udah janji ga akan marah."

"Ya, tergantung!"

Feya bergeming. Hal itu membuat Rean makin penasaran. Rean menaikan nada suaranya lantaran kesal. "Bilang sama aku, Feya."

"Ano~ eeto~ aku... " ucap Feya terbata-bata.

Rean membentaknya. "Ngomong yang jelas."

"Itu... aku... pernah janji kasih Kaichou kupon yang bisa ditukar sama apa aja." Feya akhirnya mengakui. "Tadi, Kaichou menukarnya. Kaichou cuma minta aku diam selama satu menit. Terus, aku kabulkan. Aku diam sesuai permintaan Kaichou. Terus..."

"Terus dia peluk kamu?"

Feya menggeleng ragu. Mulutnya bergumul hingga mengeluarkan dengung. "Ng... mm..."

"Iya?" tanya Rean lagi. Kali ini dengan suara menyentak keras.

Feya mengangguk dan menutup kedua telinganya. Ia takut dengan umpatan yang keluar dari mulut Rean. Bukan cuma itu, Rean bahkan menendang badan pohon di samping mereka. Sekuat tenaga hingga ada bunyi BUK darinya.

"Shit! Kenapa sih kamu selalu kasih hadiah konyol kaya gitu," pekik Rean marah. "Oke, aku maafkan soal kencan sama Izal kemarin, tapi Eza... sumpah, aku akan hajar dia sampai mampus."

"Dame! Gomenasai!"

"Kamu ini ya, sadar ga sih dia baru aja peluk kamu."

"Masih mending Kaichou. Rean-kun sama Sanny-chan malah ciuman, kan?"

"Jangan ungkit-ungkit itu. Aku sama sekali ga anggap sama Sanny itu ciuman. Itu cuma permainan."

"Sama aja!" Feya berusaha melindungi dirinya dengan bersikap seolah marah. Tapi melihat bagaimana Rean melotot ia mengkeret lagi, ia kalah. Feya menggigit bibirnya. Rean dilahap emosi. Lagi-lagi pohon yang tak bersalah jadi bahan amukan Rean dengan tendangan kakinya yang tak pelan.

"Gomenasai, Rean-kun!" Feya menitikkan air mata. Ia menggenggam tangan Rean supaya menurunkan kadar amarahnya. Bagaimana pun Feya khawatir pada kaki Rean, bisa saja lecet atau memar.

"Mulai sekarang, kamu ga boleh berhubungan lagi sama Eza," pinta Rean. "Blokir nomornya, jangan sapa dia, apalagi panggil dia Kaichou lagi."

Demi kebaikan mereka berdua, Feya mengangguk.

"Kamu tahu, dulu orang yang aku suka ternyata lebih menyukai Eza daripada aku. Aku ga mau hal itu terulang yang kedua kali. Aku udah memilih kamu, aku ga mau kalau kamu juga ternyata lebih suka Eza daripada aku," jujur Rean. Untuk pertama kalinya Feya bisa dengar dari mulut Rean langsung.

Hening sesaat, Rean mengizinkan Feya menyeka air matanya. Sekaligus menurunkan tempo napasnya yang dilahap amarah.

"Feya... gimana membuktikannya, kalo aku serius tentang kamu." Rean menggenggam tangan Feya, kedua matanya menelusup ke bola mata Feya. "Aku cuma mau kamu, satu-satunya."

Mata mereka bertemu. Feya mengulurkan tangannya ke wajah Rean. Jemari Feya bermain di wajah Rean, menelusur tiap lekuknya seperti maniak. Feya tersenyum ambigu.

"Rean-kun tahu, aku pilih kamu karena aku suka wajahmu. Aku ga tahu kalau Rean-kun ga punya wajah ini apa aku bisa suka Rean-kun atau engga. Aku... tergila-gila sama wajah Rean-kun," jujur Feya juga.

"Aku ga peduli, alasanmu suka karena wajahku atau karena hal lain. Yang penting kamu untuk aku. Kamu bisa kenali aku lagi dari sisi manapun, setelah itu jatuh cintalah sama aku."

Feya menangis. Kali ini tangis bahagia. Bibirnya tersenyum. Dadanya menggebu dengan ucapan Rean yang buatnya menghentikan gundah yang ia punya. Dalam hatinya ia berjanji, hanya pria ini yang akan ia sukai. Dimulai dari wajahnya, lalu merembet ke semua, hanya Rean yang akan ia pikirkan.

Rean menyeka air mata di pipi Feya. Ia kumpulkan butir demi butir di telapak tangannya.

"Bisa, kan, kamu sukai aku saja?"

Feya menggangguk dan menampilkan senyum termanis yang ia punya.

Rean baru kembali ke kelasnya lima menit sebelum bel tanda istirahat selesai berbunyi. Ia melihat Eza sedang menuliskan sesuatu di mejanya. Rean menghampiri Eza. Dan dengan sangat keras Rean tendang meja Eza sampai kegiatan menulisnya terganggu.

"Hei, apa-apaan kamu, Rean!" marah Eza dengan sikap kekanakkan Rean.

Rean melewati bahu Eza sesantai mungkin tapi matanya menghunus tajam.

"Dasar... Kaichou... sialan!" Rean sengaja mengucapkan kalimatnya penuh penekanan. Ia sedang malas berkelahi. Tapi rasa marahnya pada Eza tidak bisa diredam.

Lewat tatapannya itu, Eza paham kalau Rean sudah tahu perihal pelukan dengan Feya. Beruntung, Rean tidak membogem wajahnya seperti yang sudah-sudah. Tapi Eza tidak tahu, bahwa sebenarnya genderang perang baru saja ditabuh Rean. Karena detik itu Rean memutuskan untuk menganggap Eza sebagai rival, bukan temannya lagi.

🍀

F I N


Kamus :

(1) yakusoku = Janji

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top