Senbazuru

"Permintaanku... aku mau menyukaimu, selamanya!"

- Feya Ryuuna -

🍀

Lagi, Eza dapati Feya sedang memperhatikan Rean dari jauh. Sering sekali, dalam satu hari ia melakukannya hampir puluhan kali.

Sekarang pun begitu. Kelas Eza sedang pelajaran olahraga di lapangan. Kebetulan Feya dengan rombongan kelasnya baru selesai praktek kimia di lab. Ia sengaja berhenti untuk melihat sosok pujaannya yang sedang duduk malas di pinggir lapangan.

Eza buang muka, tiba-tiba saja dadanya panas. Ia memutuskan berhenti sebelum terlibat jauh dengan perasaannya.

Tapi... Feya berteriak memanggilnya.

"Kaichou~" lengkingan yang enerjik. Siapapun bisa mendengarnya dan menoleh.

Feya melakukan sesuatu dengan tangan di kepala membentuk lambang love. Eza mengerjap diberi atraksi imut lengkap dengan senyum khas Feya.

Sebagian teman sekelasnya tidak ada yang tahu panggilan Kaichou diperuntukan pada Eza. Tapi Rean tahu, ia bisa bahasa Jepang sedikit. Rean menoleh pada Eza yang memerah wajahnya. Kemudian pada gadis yang buat heboh teman sekelasnya.

Untuk pertama kalinya, tatapan Rean dan Feya bertemu. Bukan jenis tatapan yang bersahabat, tapi Feya suka.

Feya tersenyum. Eza tersenyum. Teman-teman sekelasnya ribut memuji gadis periang dan cantik tersebut. Sedangkan Rean satu-satunya orang yang buang muka dan memunggungi Feya.

🍀


Katakanlah itu cinta pada pandangan pertama. Perasaan Feya selalu resah bila sedetik saja tidak mendapati wajah Rean di areanya. Beruntung kelas mereka berseberangan, Feya selalu rajin memerhatikan kelas Rean, syukur-syukur bisa menangkap basah wajah Rean saat keluar atau masuk kelas. Meskipun dari jauh, tapi tak apa.

Sejak pertama bertemu Rean di gerbang sekolah, Feya bersikap seperti stalker yang mengejar pujaannya. Selalu, setiap dapat waktu, matanya mencari sosok Rean. Baginya, Rean sudah seperti napas untuknya. Rean membuatnya hidup.

Sejak jam istirahat, Feya duduk di depan kelasnya. Tidak ke kantin seperti yang lain atau merumpi dengan kelompok cewek. Feya lebih sering sendiri daripada beramai-ramai. Sesekali memang selalu bersama Sanny. Tapi cewek berambut kuning itu lebih senang menghabiskan jam istirahat di dalam kelas.

Tangan Feya penuh dengan kertas origami, ia sedang membuat burung bangau. Feya punya misi, membuat senbazuru yaitu seribu burung bangau kertas. Mitosnya, bila ia berhasil membuat seribu maka permintaannya akan terkabul. Feya memang tipikal orang yang percaya mitos. Ia punya satu permintaan seputar Rean. Ingin laki-laki itu balas menyukai atau sekedar balik memandangnya. Memikirkan saja buat pipi Feya bersemu, berwarna merah muda sama seperti kertas origami yang dipegangnya

Sementara itu, ekor mata Feya menangkap sosok Rean yang baru kembali ke kelasnya. Feya spontan berdiri melihat Rean berjalan di lorong sambil menguap.

Feya terburu-buru, ia nyaris lupa dengan burung bangau kertas yang memenuhi rok abunya. Semua berceceran ke lantai saat Feya bangun berdiri. Sekarang pikiran Feya terpecah antara mengejar Rean ke kelasnya atau memunguti sepuluh burung bangau kertas yang tercecer.

Rean sudah berbelok ke pintu kelasnya, punggung tegapnya menghilang dari pandangan. Feya merengut kecewa. Harusnya radar Feya bekerja dengan baik. Hari ini Rean memang sulit ditemukan hingga menunggu di depan kelas jadi pilihan satu-satunya.

Feya memungut burung bangau kertas dengan hembusan napas yang kencang. Ia menunduk, pemandangannya adalah lantai dan burung bangau kertas sebesar telapak tangan. Tiba-tiba sebuah kaki berada di hadapannya, Feya mendongak untuk melihat si pemilik kaki.

Eza. Kaichou-nya.

Eza berjongkok seraya bantu memungut burung bangau kertas. Refleks bibir Feya melengkung melihat Eza dari jarak dekat.

"Nih!" Eza menyapu burung bangau terakhir dan menyerahkan ke telapak tangan Feya. Mereka berdiri bersamaan. Senyum sipu malu terlontar dari keduanya.

"Arigatou, Kaichou~"

Senyum Feya terkembang dan sangat murni. Hampir saja Eza tersedot ke alam khayal sedang menemukan bidadari cantik memberi air segar padanya. Feya-lah bidadari cantik itu.

"Bikin apaan?" Eza bertanya.

"Senbazuru!" jawab Feya polos. "Pernah dengar mitos kalau berhasil buat seribu burung bangau kertas permintaanmu akan dikabul? Aku mau buktikan itu. Sekarang baru tiga puluh biji, perjalanan masih jauh." Feya terkekeh setelah menyebutkan angka di hadapan Eza.

"Emangnya apa permintaan kamu?"

Pipi Feya bersemu merah. Ia melirik kanan kiri perhatikan lorong kelasnya yang ramai orang. Feya mendekatkan bibirnya ke telinga Eza, berbisik.

"Aku mau orang yang kusuka punya perasaan yang sama," bisiknya pelan sekali.

Eza memperhatikan Feya. Mata bulat Feya mengedip perlahan. Feya mungkin belum tahu kalau Eza sadar siapa cowok yang disukai Feya.

"Feya... kamu... suka Rean, ya?" ungkap Eza, akhirnya.

Feya langsung membelalakan mata. Baginya ia tidak menduga Eza akan tahu. "Eeeh kok tahu. Iya... aku suka Rean-kun!"

Beda dengan gadis kebanyakan. Feya cenderung jujur dan spontanitas. Ia tidak ragu mengatakan jawaban. Bukti kalau ia telah mantap.

"Kenapa kamu suka Rean?" Eza tak berhenti bertanya.

"Karena wajahnya!"

Kening Eza ditekuk. "Karena Rean ganteng gitu maksudnya?"

"Haik~ Rean-kun emang ganteng, kan. Aku suka laki-laki ganteng," seloroh Feya disertai senyum ambigu.

Eza tidak puas dengan jawaban itu. Memang, menyukai seseorang alasannya kadang tidak logis.

"Kalau... Ada cowok lain yang lebih ganteng suka sama kamu, gimana?" Eza memberanikan diri bertanya.

Feya mengerucutkan bibir. Manis sekali. "Ga mau! Kecuali Kaichou sih, boleh. Kaichou kan, ganteng juga. Tapi emangnya Kaichou suka sama aku?"

Eza tidak menyangka pembicaraan mereka akan sesantai itu. Ia kira akan sulit menyatakan perasaannya pada Feya. Ternyata gadis ini lebih terbuka dari yang ia tahu.

"Ya... suka, sih!" Eza salah tingkah. Terlebih Feya sedang memperhatikannya dengan mata bulat penuh.

"Kalau aku bilang suka, apa kamu bakal berhenti suka ke Rean?"

"Engga dong, aku cuma suka Rean-kun."

"Kamu yakin?"

"Seribu persen!"

"Rean itu rumit, dia ga sama kayak cowok kebanyakan. Jalan kamu menuju dia bisa dibilang susah. Apa kamu siap?"

"Engga dekat juga ga apa-apa, yang penting aku bisa lihat wajahnya setiap hari."

Eza menggeleng tak mengerti. Sesuka itukah Feya pada wajah gantengnya Rean?

"Tadi, kamu bilang baru berapa biji buat burung bangaunya?" tanya Eza lagi.

"Tiga puluh."

"Aku minta satu!"

Feya memiringkan kepalanya ke kiri. "Buat apa?"

"Minta aja, buat koleksi. Itu juga kalau boleh."

"Boleh. Nih!" Feya menyerahkan burung bangau kertas berwarna biru ke telapak tangan Eza. Selanjutnya mereka saling tatap sampai bel tanda istirahat usai berbunyi nyaring. Feya yang melambaikan tangan pertama kali. Mereka berpisah dan memasuki kelas masing-masing.

Eza berjalan ke kelas. Diliriknya Rean yang berada di barisan belakang dekat jendela. Laki-laki itu sedang tertidur di mejanya. Eza memerhatikan burung bangau kertas dari Feya, lalu menoleh pada Rean lagi.

Eza menghampiri meja Rean. Tanpa sepatah kata, ditaruhnya burung bangau kertas biru di meja Rean. Sejauh yang ia ingat warna biru adalah kesukaan Rean.

Eza meninggalkan meja Rean bersamaan dengan guru datang dan seluruh murid kelas XI IPA 2 serentak mengucapkan salam.

Rean terbangun karena sapaan salam tersebut. Ia menegakkan badannya dengan mata yang masih sayu. Di sana, di mejanya, ia melihat burung bangau kertas seperti sedang menghadapnya. Bentuk yang rapi, berisi, seolah hidup. Rean terpana cukup lama. Bergeming. Hingga akhirnya ia meraih burung bangau dan melemparnya ke kolong meja.

Ada kisah di masa lalu saat Rean masih sangat kecil. Ibunya membuatkan burung bangau kertas, menggantungnya di celah pintu. Dengan senyum merekah juga gincu merah yang mendominasi pikiran Rean, ibunya mengucapkan kalimat yang terus terngiang di kepala.

"Rean, ibu sayang kamu. Rean sayang ibu juga ga?"

Rean menepis suara ibunya yang mulai berdengung ditelinga. Ia mengacak rambutnya, membenamkan wajah ke mejanya.


🍀

F I N


Kamus :

(1) Tsumaranai = Membosankan
(2) Hontou ka? = Benarkah?
(3) Atarimaeda = Iya dong!

======================

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top