Not Him but You

"Aku tahu dia tidak membenciku, tapi sekalipun dia tidak pernah memandang mataku, apa sekarang aku mulai resah?"

- Eza Harudi -

🍀

Festival terbilang sukses. Panitia dan semua yang ikut andil di dalamnya merayakan kegembiraan dengan pesta api unggun selepas festival.

Eza mendapat ucapan selamat paling banyak dari siapapun. Kerja kerasnya selama berbulan-bulan membuahkan hasil yang memuaskan.

Tentu saja, Eza tidak lupa dengan rekan-rekannya di OSIS, juga semua yang terlibat di acara festival. Eza menyalami satu persatu ketika pesta api unggun berlangsung. Tapi ia tidak menemukan Feya dimanapun.

Eza mengedarkan pandangan, mencari sosok Feya di berbagai sudut. Nihil, Eza tidak menemukannya. Pikirnya Feya sudah pulang duluan, tidak ikut acara api unggun dadakan.

Memang, setelah yang terjadi pada Rean, Feya kelihatan tidak semangat. Pikirannya berkelana jauh meskipun sedang menonton pementasan di panggung. Eza ingin sekali hadir di sebelahnya, menemaninya, tapi acara festival lebih sibuk dari perkiraan. Maka Eza kehilangan Feya mulai detik itu. Panggilan telepon pun tidak dapat jawaban. Eza menghela napas panjang.

Semua orang bergembira. Masing-masing menceritakan kisah-kisah hebat yang terjadi hari itu. Api unggun yang romantis pun berubah fungsi jadi perekam kenangan luar biasa milik para remaja SMA 1. Sayang, Eza tidak berada di dalamnya. Ia merenung di depan api unggun dan memikirkan Feya. Ia tidak tenang kalau belum melihat Feya malam itu.

Kemudian, malam seperti sengaja mengejeknya, samar-samar Eza melihat Feya di seberang tempatnya terduduk. Hanya bayangan tipis, orang-orang yang berseliweran menghalangi pandangan.

Eza bangkit untuk membuktikan siluet Feya-lah yang ia lihat barusan. Ia beberapa kali menabrak bahu orang, meminta maaf dengan satu anggukan kepala, juga mengabaikan siapapun yang memanggilnya. Eza semakin dekat pada siluet Feya di balik api unggun.

Dan... itu memang Feya. Ia sedang tertawa dengan sekumpulan anak perempuan anggota OSIS.

Wajahnya terpantul cahaya dari api unggun. Kulit putih susunya nampak paling bersinar diantara gadis lain. Lagi dan lagi Eza terpesona oleh keindahan seorang Feya Ryuuna.

Eza mendekat, kehadirannya jadi pusat perhatian. Apalagi ia berdiri tepat di depan Feya, lengkap dengan wajah lega karena lepas dari rasa rindu.

"Feya..." panggil Eza dengan suara parau. Feya menoleh. Mata mereka bertautan. Ada rindu yang tak bisa digambarkan kedua orang ini.

Seperti tahu diri, para gadis di sekitar Feya bergantian bangun dari duduknya. Mereka menciptakan ruang agar Eza, ketua pujaannya, bisa berduaan dengan Feya. Tentu, siapapun tahu Eza menyukai Feya

Lalu tinggallah mereka berdua. Eza duduk lesehan di sebelah Feya. Ia bersedekap namun matanya tak lepas memandangi Feya. Keduanya tersenyum manis tanpa diperintah.

"Feya, aku suka kamu," pengakuan yang tiba-tiba.

Menurut Eza malam itu telah sempurna, kayu-kayu yang terbakar api unggun, angin malam yang bertiup sedang, serta simphoni mengalun dari pengeras suara. Eza tidak tahan untuk tidak mengungkapkan isi hatinya.

"Aku ga akan berubah pikiran, buatku tetap Rean-kun," itu saja kata dari Feya.

Gadis itu beruntung dicintai laki-laki seperti Eza. Di saat seluruh dunia memberi perhatian padanya, mencintainya, tapi laki-laki ini hanya menatap Feya seorang. Selalu Feya yang utama.

"Iya aku tahu, aku cuma mau bilang aja. Kamu boleh suka Rean atau siapa aja, tapi aku cuma pilih kamu buat aku sukai. Sekedar info, kalo nanti kamu lelah sama Rean, aku siap nunggu kamu sampai kapanpun."

Feya mencari telapak tangan Eza, menggenggamnya erat-erat, titipkan kehangatan yang menelusup kulit. Mereka melakukan permainan dengan jari, saling menyentuh telapak tangan, menyalurkan hangat lewat genggaman.

"Arigatou, Kaichou~" senyum manis tersungging dari bibir tipis Feya. "Kaichou terlalu baik, aku merasa jadi gadis paling egois yang selalu nolak Kaichou."

Mereka saling berhadapan. Lebih dekat, hingga pemandangan mereka adalah wajah satu sama lain.

"Kaichou~ aku ingin memberi sesuatu sebagai ucapan terima kasih. Apa ada sesuatu yang Kaichou inginkan? Apa aja," ucap Feya.

"Aku mau kamu," pinta Eza tanpa berpikir.

"Jangan yang itu. Hatiku udah tertambat sama Rean-kun. Aku akan kabulkan apapun kecuali yang itu."

Eza merengut. "Aku ga mau yang lain," Eza mengendikkan bahu. Bersikap seperti bocah pemaksa.

"Buku yang ingin dibaca gitu, atau tiket konser, atau barang yang diinginkan?"

"Ga ada, aku ga pengen apapun."

Feya manyun. Dicubitnya pergelangan tangan Eza karena tidak mau diajak kerjasama. Eza mengaduh sambil sedikit bergurau. Hal seperti inilah yang Eza rindu. Melihat Feya yang ceria.

"Baiklah, kalo gitu aku akan kasih Kaichou kupon," Feya mengacungkan telunjuk, memberi ide.

"Kupon?"

"Iya, kupon yang bisa ditukar apa saja dan kapan saja. Kaichou boleh minta apapun sama aku dengan kupon itu. Tapi ingat, kecuali hati aku ya. Hatiku harga mati untuk Rean-kun."

"Mmm... okelah, mana kuponnya? Aku akan tukar nanti saat aku butuh."

Eza mengulurkan tangan. Feya berlagak telunjuknya adalah sebuah pensil ajaib. Ia menggerakkan pensil ajaib di pergelangan tangan Eza. Membentuk sebuah persegi seolah itu adalah kupon fiktif. Feya menggerakkan jari-jari Eza agar mengepal tangannya, agar kuponnya tidak kabur tertiup angin.

"Nah, kuponnya udah di tangan Kaichou."

Mereka tertawa bersamaan. Malam makin pekat, nyanyian anak-anak OSIS makin keras. Tapi dua orang itu masih saling memandang. Tidak terlepas, egois, rakus, seolah mereka hanya punya malam itu untuk saling menjajaki diri.

"Feya, aku suka kamu." Lagi, kalimat itu yang diucapkan Eza.

Bibir Feya melengkung ke atas, pipi merona. Ia tersipu malu.

🍀

Eza mengantar Feya sampai ke depan rumahnya. Ada Yicky yang menyambut sambil berpangku tangan di depan dada. Yicky menyorot tajam Feya yang tertunduk malu ketika berjalan menghampirinya di teras rumah. Feya memakai jaket milik Eza, dan tersipu ketika Eza melambaikan tangan sebagai perpisahan.

Feya masuk ke dalam rumah. Tinggalah Yicky dan Eza yang saling beradu tatap. Eza menunduk lemah, tatapan Yicky sangat tidak bersahabat.

"Lu si Kaichou itu, kan?" tanya Yicky setelah selesai memandangi Eza dari ujung kaki ke ujung kepala.

"Ya, aku Eza. Eza Harudi," kenal Eza, merasa belum memperkenalkan diri dengan benar.

"Lu pacaran sama Feya?"

Eza menggeleng lemah. Meskipun ingin, tapi Feya tidak pernah memberinya celah.

"Oh, gue kira lu deket sama adik gue karena lu pacarnya. Bukan toh?" Yicky memperjelas.

Eza menunduk. Ada senyum yang dipaksakan tergambar di wajah Eza. Yicky menangkap ekspresi Eza. Ia mengambil kesimpulan dengan versinya sendiri.

"Lu ga suka sama Feya?" tanya Yicky lagi.

"Suka, aku sangat suka Feya." Tidak tahu kenapa Eza merasa perlu mengatakan kalimat itu pada Yicky, ia ingin pengakuan meskipun dari kakaknya.

"Kalo suka kenapa ga lu tembak?"

Eza menghela napas. "Feya suka orang lain."

"Hah, suer lu?" Yicky mendengus "Si Feya bisa jatuh cinta juga ternyata. Lu tahu siapa orangnya?"

"Yah, dia temanku."

"Nama, gue butuh nama."

Eza menatap mata Yicky. Ia jadi bertanya-tanya, bisakah ia mempercayai laki-laki ini?

"Rean."

Dahi Yicky mengerut. Nama yang tak asing. Ia terbelalak saat ingat nama tersebut.

"Rean? Cowo yang mukul wajahnya Feya?"

Eza malah lupa dengan insiden itu. Yicky tentu merekam nama tersebut karena dendam. Tidak sangka kalau harus mendengar Feya suka pada laki-laki yang sudah melukainya.

"Kenapa Feya suka sama si brengs*k itu? Emangnya ga ada cowo lain apa." Yicky sempurna geram. "Eh, Kaichou! Lu punya foto cowo itu?"

Eza diam beberapa saat. Ia memang punya foto Rean di ponselnya, foto waktu SMP dulu. Tapi apakah ia harus memperlihatkan pada Yicky, orang yang bisa saja mencari Rean untuk dihajar. Eza tahu dendam Yicky belum terbalaskan.

"Ada, tapi untuk apa?" Eza bertanya.

Yicky mengatupkan mulut. Sorot matanya tajam.

"Yang gue tahu, Feya ga akan dan ga bisa menyukai laki-laki secara normal, kecuali laki-laki itu istimewa," terang Yicky.

"Istimewa?"

"Gue akan ngerti kalo lu kasih lihat gimana wajah si Rean Rean itu."

Eza masih bingung. Namun tidak ada salahnya memperlihatkan foto Rean. Eza mengetik layar di ponselnya. Scrool ke bawah dan mencari potret Rean yang masih tersimpan di memori.

Ketemu. Eza langsung memperlihatkan layar ponsel pada Yicky.

Yicky terbelalak kaget. Pupil matanya mengecil. Sepersekian detik Yicky hilang kesadaran. Eza menangkap ekspresi Yicky, ekspresi yang sama seperti Feya saat pertama kali melihat Rean di gerbang sekolah.

"Tadi... Siapa namanya?"

"Rean... Rean Kainand."

Yicky menarik diri ke belakang. Menggumamkan umpatan yang hanya dimengerti dirinya sendiri. Yicky mengacak rambutnya, diam beberapa saat menatap udara kosong.

"Kaichou, gue minta sama lu, jangan biarin Feya dekat sama cowo ini. Jangan pernah!" pinta Yicky sedikit memerintah. "Sekarang lu pulang, gue harus ngomong sama Feya tentang ini."

Yicky memberikan gestur hendak meninggalkan tempat. Eza menghentikannya, ia belum dapat jawaban yang ia mau.

"Kenapa? Memangnya ada apa sama Rean?"

"Percaya atau engga, cowo itu cuma pelampiasan Feya."

Kening Eza mengernyit. Itu bukan jawaban. Yicky meninggalkan Eza dan pertanyaan besar di kepalanya.

🍀

F I N

=======================

Dont forget like and comment
See you tomorow~


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top