Dan Dia Kembali
"Semakin kau bersembunyi, semakin kau merasa kesepian."
- Rean Kainand -
🍀
Sedikit informasi, pak Irdan dan Rean adalah paman dan keponakan. Mereka tinggal satu rumah sejak ibu Rean meninggal dunia.
Pak Irdan bekerja sebagai guru musik di sekolah Rean. Tidak banyak yang tahu tentang hubungan mereka. Sebab sengaja atau tidak mereka kurang begitu akrab. Hanya segelintir yang tahu. Eza dan guru-guru di sekolah diantaranya.
Karena kebencian Rean pada musik, tidak jarang ia tak masuk pada jam pelajaran pak Irdan. Pak Irdan tahu, tapi tidak bisa berbuat apapun. Di satu sisi ia memahami pergulatan batin Rean, di sisi lain ia bertanggung jawab dengan nilai-nilai mata pelajarannya.
Saat festival berlangsung, pak Irdan tahu Rean pasti tidak akan datang. Pak Irdan memutar otak agar Rean bisa ada di sekolah, lebih bagus lagi menikmati festival sama seperti murid lainnya.
Pak Irdan memberikan Rean tugas. Alih-alih sebagai hukuman karena sering membolos jam pelajarannya, Rean diminta membersihkan ruang musik saat festival berlangsung.
Beruntung tidak ada alat musik di sana, semua telah diangkut ke aula untuk pementasan. Yang tersisa adalah debu dan lemari kotor berisikan buku-buku musik.
Setengah jam Rean berkutat dengan alat pel di ruang musik. Laki-laki itu tidak tahu cara mengepel dengan benar. Asal saja. Yang penting diberi air dan tersapu alat pel. Toh pak Irdan tidak akan memeriksanya secara detail.
Karena hari itu adalah hari besar di sekolah, tentu banyak orang berlalu lalang. Rean bersyukur karena ruang musik terpisah dari gedung utama. Jauh dari aula tempat terselenggaranya festival musik.
Paling hanya beberapa orang yang menuju ke ruangan itu. Salah satunya Eza. Beberapa kali ia bolak balik ke ruang musik lalu ke aula. Eza menjadikan ruang musik sebagai tempat menyimpan dokumen juga peralatan festival.
Berkali-kali Eza lewat di depan hidung Rean. Namun kesibukan membuatnya tidak menggubris Rean sama sekali. Kecuali di awal pertemuan Eza tersentak dengan kehadiran Rean di ruang musik. Keanehannya muncul karena Rean membawa alat pel dan ember berisi air.
"Kau kelihatan pantas membawa alat pel," ejek Eza sambil berlalu.
Sialan!
Waktu berputar cepat, pekerjaan Rean hampir selesai. Suara-suara berisik mulai menggaung dari jendela ruang musik. Rean kembang kempis, khawatir karena yang muncul adalah suara musik dari pengeras suara di aula. Seharusnya ia tidak di sana. Tidak untuk mendengar musik-musik itu.
Rean bergegas keluar dari sana. Sengaja memilih jalan memutar dari aula. Setengah berlari ia mengitari lorong bermain kucing-kucingan dengan pengeras suara.
"Loh Rean, kenapa masih di sini? Acara pembukaan mau dimulai. Ayo ke aula!" wali kelasnya, bu Kimmy menggandeng Rean. Rean menolak, tangannya menepis. Tapi bu Kimmy tidak menyerah. Diraihnya lagi tangan Rean dan sedikit menyeret. Rean tidak bisa mengelak.
Tibalah mereka di aula. Hirup pikuk membuat Rean limbung dan menyiksa indera pendengar. Perhatian Rean jatuh pada sosok laki-laki berkemeja abu di balik piano berkaki. Dengan seorang gadis bergaun putih duduk sambil memegang mic. Dia adalah Eza dan Feya.
Lalu, sesuatu menggelitik gendang telinganya hingga buat Rean tertegun. Suara yang kecil nyaris berbisik.
Hakuna Matata
Suara itu berasal dari atas panggung. Tepat sebelum alunan piano mulai membahana seantero sekolah kemudian Feya menyanyi.
Seperti dipaku, Rean tercenung di tempatnya. Lagu First Love mendominasi gendang telinga yang bertambah peka. Seperti terhipnotis, nyanyian Feya menyeruak masuk ke telinga Rean. Mata Rean terbelalak hebat, tanpa sadar tangannya mengepal di samping tubuhnya.
You are always gonna be my love itsuka
Dareka to mata koi ni ochite mo
I'll remember to love you taught me how
You are always gonna be the one
Ima wa mada kanashii love song
Atarashii uta utaeru made
Perut Rean mual, ia ingin muntah. Perutnya bergolak tatkala suara melengking gadis itu berhasil menghantui memori yang tidak mau ia ingat sedikitpun. Lambat laun tubuh Rean bergidik. Keringat dingin seketika muncul bersamaan dengan kepala pening.
Lagu itu, membawa kenangan Rean pada ibunya. Wajah pucat ibu, gincu merah merekahnya, raut pilu tapi berpura-pura tersenyum, orang yang berkali-kali tertangkap basah sedang menangis, juga... seseorang yang menggantung dirinya di ruang tamu dengan tambang. Dia... ya, dia ibunya Rean. Ia mati bunuh diri.
Keadaan Rean makin parah pada reff kedua. Ia segera berlari keluar aula menuju toilet di ujung koridor. Lagu itu terus menggema dalam pelariannya. Mengejek untuk menguak semua ingatan yang keluar bersama muntahan di mulut Rean.
Kepala Rean berkedut-kedut, pening bukan kepalang. Rean memegangi kepalanya yang serasa mau pecah. Selalu seperti itu, saat ia tidak bisa mengontrol emosi, kepalanya akan pusing, dan satu lagi... pendengarannya semakin peka.
Arrrrrgggggghhhhhh!!!
Rean berteriak dan menutup kedua telinga. Badannya menggelosor ke lantai yang basah. Ia kalut, semua suara masuk ke telinganya. Suara apapun, suara yang paling kecil sekalipun. Salah satunya adalah suara langkah kaki seseorang yang masuk ke toilet.
"Rean?" orang itu memanggil namanya. Orang yang dipanggil paman olehnya, pak Irdan. Rupanya pak Irdan sudah memperhatikan gelagat Rean sejak masuk ke aula.
Rean membalasnya dengan teriakan yang sama seperti tadi. Mata pak Irdan membelalak seolah tahu apa yang baru saja terjadi. Pak Irdan menghampiri, menutup telinga Rean dengan telapak tangannya yang lebar.
Arrrrrrrggggghhhhh!!!
Rean nampak kesakitan. Seluruh tubuhnya berkeringat dan gemetaran.
Pak Irdan memanggil siapapun yang berada di luar toilet. Kebetulan murid laki-laki kelas XI ada di sana. Ia datang karena keributan juga atas panggilan pak Irdan.
"Kamu, bisa tolong panggilkan Eza Harudi kesini?" perintah pak Irdan sambil tetap menutup telinga Rean.
"Ke-ketua OSIS, pak?" tanya murid laki-laki itu, tidak yakin.
"Iya, cepat!"
"Ba-baik, pak!"
Murid laki-laki itu berlari melesat ke arah aula. Siapapun tahu Eza akan berada di aula selama festival berlangsung. Sangat mudah mencari Eza, apalagi saat itu Eza baru saja selesai mementaskan acara pembuka.
"Ke-ketua OSIS, itu... pak Irdan... dia menyuruhmu datang ke toilet di ujung," murid laki-laki itu terengah-engah.
"Kenapa?"
"Itu... Rean." Mendengar nama itu saja pupil mata Eza langsung membesar. "Dia teriak-teriak terus di sana."
Tanpa perlu penjelasan lebih, Eza sempurna melesat bak pelari tercepat sepanjang masa. Ia meninggalkan Feya yang menatap keheranan dan penuh tanda tanya.
"Na-nani ga atta no?" (1)
🍀
F I N
Kamus :
(1) Nani ga atta no? : Apa yang terjadi?
===================
Dont forget like n comment
Sangkyu~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top