Plan 08

Komentator tidak hanya hadir saat pertandingan bola atau bulu tangkis saja. Namun, di event reunian sekolah juga. Ada saja yang 'berbaik hati' mengomentari kehidupan orang lain tanpa diminta. Salah satunya, Mawar, mantan siswi IPS 1. Aku tahu dia, tapi tidak cukup dekat untuk makan satu meja di kantin saat jam istirahat. Akan tetapi, perempuan berambut bob warna cokelat terang itu, bertingkah seolah kami sahabat dekat saat masa putih abu-abu.

"Denger-denger, lo nggak pernah ikut reuni karena ada Azka sama Diandra, ya?"

Sepotong almond cheese cake yang hampir memasuki rongga mulutku, terhenti di tengah jalan. Tanganku yang memegang sendok mengatung di udara, karena pertanyaan blak-blakan Mawar. Tidak ada yang menolongku kali ini, karena Hasna dan suaminya baru saja menuju meja dessert, sedangkan Ndaru, berada di toilet.

Setelah sambutan Anton tadi, para tamu undangan langsung berpencar menuju pondok-pondok makanan, untuk menyicipi sajian yang dihidangkan, sembari menunggu main course---bebek panggang---disajikan. Aku terpaksa meninggalkan meja karena malas harus dekat-dekat dengan kedua pengkhianat yang memilih menetap di sana. It's okay, though. Aku terbiasa menghadiri standing party.

Namun, alih-alih bernapas lega, aku malah bertemu Mawar dengan segala keingintahuannya.

"Awal-awal mungkin iya. Tapi setelah itu, gue emang betulan sibuk. Rintis usaha kan nggak gampang," jawabku.

"Ih, gue pun sama pasti. Sakit hati pacar sendiri digondol sahabat," timpal Mawar. "Berarti Diandra udah naksir Azka dari lama apa gimana? Kok mau aja diajak nikah pacar temen sendiri?"

Sudut bibir kananku terangkat, membentuk seringaian. Aku melirik Azka dan Diandra yang masih di tempat duduknya. Dengan suara Mawar se-bombastis ini, tak mungkin mereka tidak mendengar celetukan si ratu gosip.

"Well, gue nggak tahu. Dan, males juga cari tahu. But, one thing for sure, both of them are coward."

"Kok bisa?" Kedua alis Mawar bertautan di tengah.

"Ya, karena nggak ada dari mereka yang ngomong di depan gue langsung, how they feel, dan basa-basi bilang mau nikah gitu. Berarti gue se-menakutkan itu kan, sampai mereka main petak umpet sama gue?"

Kali ini aku sengaja menatap lurus ke arah Diandra dan Azka yang sedang menikmati salad tuna mereka. Aku bersorak dalam hati ketika Diandra tersedak. Akan tetapi, tanpa disangka, wanita itu bangkit dari singgasananya dan menghampiriku. Terlihat, Azka mencoba mencekal, tapi Diandra menyentak tangannya hingga terlepas. Gawat!

"Mau lo itu apa, sih? Dateng-dateng ke reuni setelah bertahun-tahun ngilang, dan malah bikin ribut?"

"Lo suka banget cari muka ya, Ndra? Tiba-tiba labrak gue begini?" balasku sambil berdecih.

"Lo itu bikin kita semua nggak nyaman tahu, nggak!" pungkasnya. "Harusnya kita bisa temu kangen, saling cerita, eh malah harus dengerin lo ngeluh terus karena masalah yang hampir sepuluh tahun lewat."

"Not my fault. Ada yang tanya, gue jawab. Jujur, no tipu-tipu, karena gue nggak lagi cari muka." Aku mengedikkan bahu.

Hampir saja, jari ramping Diandra menyentuh bahuku, jika Ndaru tidak datang dengan dua piring berisi sate ayam dan lontong di tangannya.

"Don't you dare, to lay finger on her." Suara rendah Ndaru langsung membuat beberapa orang yang memperhatikanku dan Diandra membeku.

Rahangnya yang mengetat seketika mengendor, saat menoleh ke arahku. Seolah tidak ada yang terjadi, dia mengangsurkan sepiring sate dengan sambal kecap bawang padaku. "Babe, sorry lama ... aku antri ambil sate dulu."

Bagaimana dia tahu aku lebih suka sate ayam dengan sambal kecap, karena aku memang tidak doyan dengan kacang tanah dan segala olahannya?

"Udah Ndra, marah-marahnya? Gue lihat pacar gue masih asyik ngobrol sama Mawar, terus tiba-tiba lo labrak dia? Emang kita anak SMA?" tegur Ndaru. "Udah telat kalau mau nakal, sok jago begini. Harusnya lo cobain pas masih SMA."

"Aneh banget sih, lo... marah-marah nggak jelas? Kenapa? Trouble in paradise? Mikirin SPP sekolah anak mahal? Atau mikirin anak lo harus masuk kedinasan yang mana?" sahutku merasa di atas angin.

"Ih, Kalula ... lo masa nggak tahu kalau Diandra sama Azka belum punya baby?" tukas Mawar dengan wajah pura-pura prihatin.

"Wh---" Aku terkesiap kaget. Mataku melebar dan sepertinya napasku berhenti untuk se persekian detik. Kenapa aku melewatkan satu informasi penting ini?

"Sorry, serius gue nggak ta---" Namun, ucapanku tergantung begitu saja, saat kusadar betapa ironisnya situasi ini.

Diandra bahkan belum pernah meminta maaf padaku karena 'sengaja' menikahi Azka. Tapi, aku langsung merasa bersalah dan meminta maaf padanya karena tidak sengaja mengatakan sesuatu yang mungkin menyinggung hatinya.

"Udah coba bayi tabung, Ndra?" Alih-alih mengganti topik, aku malah mengompori situasi yang sudah cukup panas ini. "Gue tahu dokter yang bagus mana. Pricey, sih, tapi siapa tahu cocok."

"Oh, bener tuh, Ndra ... dokter rumah sakit mana?" Mawar menyambung dengan semangat. Dia tidak peduli ada pada kubu siapa, yang terpenting untuk manusia macam itu adalah, ikut meramaikan keributan yang ada.

"Mount Elizabeth Fertility Centre, Singapura." Aku mengirimkan tatapan tajam pada Diandra. Ternyata jadi orang jahat, enak juga, ya? Pantas mereka betah. "Gimana?"

"Bukan urusan lo, La." Diandra mendengkus dan berbalik menuju Azka yang sudah berdiri dari kursinya.

I feel good. 1-0 for Kalula.

***

Energiku terkuras habis, begitu memasuki mobil. Badanku seakan meleleh dan menyatu dengan jok mobil dengan nyaman. Di sampingku, Ndaru malah terpingkal, menertawakan penderitaanku.

"Kenapa lo? Kok loyo?"

Aku mendengkus. "Padahal gue bukan artis, tapi rasanya kayak di-interview sana sini sama wartawan."

"Wajar, lo udah ngilang sepuluh tahun. Mereka pasti kepo."

"Seinget gue nih, gue nggak punya temen sebanyak itu waktu SMA dulu. Tapi, tiba-tiba pada SKSD sama gue."

"Manusiawi," sahur Ndaru santai. "Gue cukup speechless lho, waktu denger lo ngobrol sama Diandra. Pedes juga ya, omongan lo."

Aku mendesah, sesal segera melingkupi dada. "Gue nggak maksud jahat sebenernya ... reflek tadi, Ru. Keterlaluan banget, ya?"

"Yang soal bayi tabung?" Dia melirikku sekilas.

Aku mengangguk. "Kenapa gue jahat banget, sih? Lagian, kenapa bisa gue nggak tahu kalau Azka sama Diandra belum punya anak?!" Aku menarik rambutku, frustasi.

"Makanya, jangan tinggal di goa, Nyonya CEO terhormat!" Ndaru mendengkus. "Tapi, lo beneran nyesel? Wajah lo tadi, kayaknya bangga banget, tuh."

"Nyesel nggak nyesel, sih. Sebagai cewek nih, gue sedikit ngerti gimana rasanya pengin punya anak, gimana gosip yang dia terima dari tetangga julid. So, harusnya gue nggak pakai itu jadi bahan balas dendam gue," jelasku. "Tapi, waktu gue nyinggung soal SPP anak, gue kan clueless kalau mereka nggak punya anak! Terus, gue juga kasih saran, rumah sakit kalau mau bayi tabung yang bagus! Gue nggak salah-salah banget, kan?"

"Lo itu, kalau mau bales dendam, totalitas aja. Jangan sok merasa bersalah!" tutur Ndaru. "Udah, nggak usah dipikirin, lo ketemu Diandra lagi, masih di reuni tahun depan."

"Lo nggak sakit hati, cewek yang pernah lo sukai, dapat kata-kata kasar dari gue kayak tadi?" Aku menoleh ke arahnya, masih dengan posisi bersandar di kursi.

Ndaru melirikku sekilas sebelum menghela napas. "Well, sepertinya kejadian tadi bikin gue sadar, gue nggak sesuka itu sama Diandra."

"Aneh lo!"

"Tapi, kalau cewek yang gue suka ada di posisi Diandra tadi, gue nggak pikir dua kali buat bales siapa pun yang ada di posisi lo." Ndaru mendecakkan lidah. "Fuck Azka! Istrinya digituin, diem aja. Kenapa bisa, lo sama Diandra, mau sama cowok pengecut kayak dia, sih?"

Aku meninju lengannya pelan. Kenapa aku baru menyadari jika Azka bukan lelaki sejati, saat aku sudah hancur karena sifat pengecutnya? Yah, lagi-lagi, penyesalan selalu datang belakangan.

"Thanks for today, Ru."

"Ada bayarannya kok. Gue lakuin ini, not for free."

"Lah?" Punggungku langsung menegak, aku memberi tatapan galak pada lelaki berambut gondrong itu. "Jangan ngadi-ngadi lo!"

"Lo pikir, gue lagi charity gitu?" Ndaru tergelak. "Tenang, bayarannya nggak mahal kok. Tinggal tunggu telepon dari gue aja."

"Emang, laki-laki semuanya sama! Kalau nggak berengsek, ya manipulatif!"

***

Siapa yang nunggu part ini? Hahaha... Part ini cukup pendek, tapi semoga tetap menghibur ya.. 🙏

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top