7. Sachi Tukang Peras
"Orang baik dan tulus itu gak melulu berasal dari keluarga sendiri.
Tapi, bisa jadi dari orang-orang sekitar yang menganggap kita lebih dari keluarga sendiri."
*******
"Kamu ngapain ikutin aku? Apartemenmu di sana?"
Azien sedikit dongkol saat melihat Sachi terus mengekori Aizen sampai ke depan pintu apartemennya.
"Yee, geer banget sih. Siapa yang mau ikutin Mas Ijen. Aku mau main bareng Amel."
Sachi melewati tubuh Aizen dan menekan sandi apartemen Aizen sampai pintunya berhasil terbuka.
Aizen shock, darimana bocil ini tahu sandi apartemennya?
"Assalamualaikummm...." Sachi membuka sepatu dan masuk ke dalam.
Amel dan Dewi sedang masak-masak di dapur untuk mempersiapkan makan malam.
"Walaikumsalam, eh ada Sachi." Dewi menyambut Sachi dengan hangat, seperti biasa. "Loh, kamu baru pulang sekolah? Kenapa masih pake seragam sekolah? Ini udah mau malam loh."
"Tadi habis jalan-jalan bareng Mas Ijen, BundaHAHA." Sachi mendekati dapur.
"Ih, enak banget jalan-jalan cuma berdua doang. Tapi gak ngajak aku yaaa." Amel cemberut.
"Aku gak pernah mengajaknya jalan-jalan, tapi Sachi sendiri yang maksa untuk ikut aku pergi." Aizen menjelaskan.
Dewi dan Amel hanya tertawa.
"Ngomong-ngomong, kenapa Sachi bisa tahu sandi apartemen kita?" Tanya Aizen lagi penasaran. "Memangnya kalian gak takut kalau Sachi ini tetangga yang berkedok sebagai maling?"
"Husssh, kamu ini." Dewi menegur.
"Aku yang kasih tahu, Mas," Amel menjawab. "Udah lama juga Sachi tahu, kok. Karena apartemen ini sudah menjadi rumah kedua Sachi."
"BundaHAHA gak marah, kok. Ya kan, Bunda?" Sachi memeluk Dewi dari belakang.
"Kenapa Bunda harus marah? Sachi juga anak Bunda, kok."
"Aku tidak mau punya adik lagi." Aizen langsung menimpali. "Yang seperti Sachi. Amel saja sudah cukup," lanjutnya lagi yang membuat Sachi cemberut.
Aizen pun melangkah hendak memasuki kamar. "Oh iya, satu lagi...." Aizen berhenti setelah membuka pintu kamar. "Sachi sudah makan di restaurant dengan gratis. Jadi, jangan tawari dia makan lagi." Kalimat terakhir sebelum Aizen masuk ke dalam kamarnya.
"Kenapa tuh Mas Aizen, jadi sewot begitu dengan kamu, Chi." Dewi berdecak dan geleng-geleng kepala.
"Tahu tuh, Bunda. Lagi mens kali," balas Sachi asal.
"Eh, Chi, ke kamar gue yuk." Amel mengkode, seperti ada yang ingin dia bicarakan secara rahasia.
"Oke!"
Sachi dan Amel pun masuk ke dalam kamar. Seperti biasa, kamar Amel ini sudah menjadi basecamp mereka untuk gossip.
"Jadi, gimana? Perempuan yang ngedate bareng Mas Aizen cantik ga? Dia kerja apa?" Tanya Amel penasaran sambil duduk di atas kasurnya.
"Cantik sih, tapi bukan pacar Mas Ijen." Sachi ikut duduk di sebelah Amel.
"Terus, perempuan itu siapa?"
"Gak tahu deh, tapi mereka ketemu karena ngomongin kerjaan. Dan gue juga udah bilang langsung dengan Mas Ijen, kalau gue bakal jodohin dia dengan Bu Agnia."
"Ha? Terus tanggapan Mas Zen gimana?"
"Gak mau."
"Kenapa? Dia beneran gay ya?"
"Bukan, katanya sih dia lagi gak mau buka hati dulu. Memangnya, Mas Ijen dulu pernah punya pacar ya, Mel? Yang bikin dia gak bisa move-on?"
"Um...." Amel memutar bola mata sambil berpikir. "Gue gak tahu, karena Mas Zen gak pernah cerita ke gue atau ke Bunda tentang perempuan."
"Hmmm, ternyata Mas Ijen itu misterius juga ya. Tapi, gue gak akan menyerah, Mel. Gue akan tetap jodohin Mas Ijen dengan Bu Agnia. Lo setuju, kan? Lo merestui, kan? Bu Agnia itu perempuan yang cantik dan lembut, kok. Gue yakin kalau BundaHAHA pasti setuju. Lebih baik Bu Agnia pacaran dengan laki-laki seusia dia, daripada harus pacaran dengan brondong macam Garvi."
"Yaudah, yang penting saat ini kita harus cari cara untuk bikin Mas Aizen dan Bu Agnia ketemu dulu."
"Oke, gue setuju."
"Sachiii, Amelll.... Makan malam sudah tersedia ini. Ayo makan dulu." Dewi berteriak dari luar kamar.
Sachi dan Amel pun langsung keluar dari kamar.
"BundaHAHA, aku izin pulang dulu yaa," kata Sachi.
Bikin Amel dan Dewi kaget.
"Bagus, memang lebih baik dari tadi kamu pulang," ujar Aizen sarkastis yang sudah duduk di kursi makan.
"Loh, kenapa, Chi? Kamu gak mau makan dulu? Atau Bunda bungkusin buat kamu makan di apartemen ya? Kasihan kalau kamu makan Mie terus." Dewi memelas.
"Aku udah makan kok, Bunda, dan masih kenyang. Sekarang aku mau pulang dulu karena ada beberapa proyek yang harus aku kerjakan."
"Kamu mandor ya? Bikin-bikin proyek segala." Aizen menyindir lagi.
"Mau tahu ajaaa." Sachi memeletkan lidah. "Daahh, assalamualaikummm." Sachi melambaikan tangan. "Eh, Mas Ijen, makasih yaaa traktiranya. Emuaah!" Sachi melakukan flying kissing sebelum keluar dari pintu apartemen.
"Astaga." Aizen hanya geleng-geleng kepala.
Sedangkan Dewi dan Amel hanya tertawa geli karena sudah tahu sifat Sachi yang super ajaib ini.
****
Saat Sachi masuk ke dalam apartemennya, ia langsung melaksanakan tugasnya untuk memberi makan Picha.
"Sorry ya, aku telat kasih kamu makan." Sachi mengusap kepala Picha.
Kemudian Sachi merebahkan diri di sofa, ia mengeluarkan ponsel dari dalam tas dan membaca pesan singkat dari mamanya.
From: Mama
Sachi, maaf banget ya.
Mama baru banget sampai di Indonesia
dan gak bisa pulang ke apartemen kita karena jauh dari Bandara. Mama tidur dulu di apartemen temen Mama malam ini. Besok pagi Mama akan balik ke apartemen kita.
See you sayang❤️
"Huffff.... Apa juga untungnya Mama pulang ke rumah?" Sachi bicara sendiri dan melempar ponselnya ke sofa.
Kemudian dia mengambil remote televisi, membuka youtube dan menyalakan musik yang kencang untuk menghibur suasana hatinya yang kacau.
Padahal saat di luar tadi suasana hatinya baik-baik saja. Entah mengapa setiap kembali ke apartemen ini sendirian, Sachi merasa suasana hatinya menjadi sedih dan sepi. Hanya musik yang bisa membangun mood Sachi agar tetap bisa melanjutkan hidup lagi besok dengan semangat.
"Wowwwo, uwooowww, yeyeeeyy!!!" Sachi menggenggam erat remote dan menjadikan itu sebagai mic. Ia berteriak dan bernyanyi dengan suaranya yang cempreng itu.
Sementara di apartemen sebelah, Aizen yang baru saja ingin melakukan aktivitas belajar untuk mempersiapkan materi besok—benar-benar merasa terganggu dengan suara musik tersebut. Karena suara musiknya sampai terdengar di dalam kamar Aizen.
"Ameeelll, Amellll!" Aizen berteriak memanggil adiknya.
Yang dipanggil pun masuk ke dalam kamar Aizen. "Kenapa, Mas? Mas panggil aku ya?"
"Kecilin dikit dong suara musik kamu. Mas harus fokus mempersiapkan materi untuk ngajar besok."
"Aku gak nyalain musik kok, aku lagi sibuk nge-drakor sama Bunda di ruang tv."
"Terus, itu suara musik siapa?"
"Um...." Amel diam sejenak sambil meresapi suara musik yang terdengar kencang dari dalam kamar Aizen. "Ooh, mungkin itu suara musik dari apartemen Sachi. Karena dinding kamar Mas Aizen ini bersebelahan banget dengan dinding apartemennya Sachi."
"Astaga...." Aizen menghela napas gusar. "Kenapa harus kamar aku yang harus di sebelah apartemen Sachi?"
"Mana aku tahu." Amel mengangkat bagu. "Bukannya dari dulu kamar Mas Aizen ada di sini, kan?"
"Tapi dulu temenmu gak segila ini. Minimal bukan lagu berisik ini yang dia nyalakan. Tapi lagu Pok Ame-Ame."
Amel terkekeh geli melihat wajah kesal Aizen. "Hahaha, yang sabar ya, Mas. Karena katanya orang sabar itu pantatnya lebar." Kemudian Amel menutup pintu kamar Aizen lagi.
Aizen kembali menghela napas dengan berat, dan mengusap wajahnya frustrasi.
"Ya Allah, dosa apa yang telah aku perbuat selama di Aussie sampai-sampai aku selalu mendapat kesialan selama tinggal di sini." Aizen mengusap dada berulang kali dan berusaha sabar. Tapi, gak mungkin dia bisa sabar terus-terusan jika tetangganya masih Sachi.
Aizen pun mulai mengirim pesan untuk Sachi.
To: Sachi Berisik
Hallooo....
Sachii....
Itu suara musik kamu?
Bisa dikecilin atau dimatiin saja
sekalian musik kamu?
Karena benar-benar sangat mengganggu aku.
Aku harus fokus dengan pekerjaan aku,
dan sebaiknya kamu segera beristirahat
karena besok harus sekolah.
Tidak ada balasan dari Sachi setelah sepuluh menit Aizen masih mendengar suara berisik di sebelah.
To: Sachi Berisik
Sachi....
Kamu masih hidup, kan?
Halo....
Tak lama kemudian, akhirnya Sachi membalas pesan Aizen.
From: Sachi Berisik
Sabar dong, Masss Ijen
Aku lagi mandiin Picha nih.
Ada apa sihh?
Belum juga dua puluh empat jam
pisah sama aku, udah kangen aja.
To: Sachi Berisik
Please, matiin musik kamu ya Sachi anak baik
Aku harus kerja dengan fokus dan serius
Sementara musik kamu kedengeran
kenceng banget sampai sini
From: Sachi Berisik
Oooooh...
Terus kalau aku matiin musiknya,
aku dapet keuntungan apa?
Aizen mengerutkan dahi membaca balasan si bocil ini. Apa dia ingin menantang Aizen?
To: Sachi Berisik
Bukannya kamu harus istirahat dan tidur?
Besok masih sekolah, kan?
From: Sachi Berisik
Yaudah, aku mau bobok sambil
dengerin musik kenceng-kenceng, ahhhh.
To: Sachi Berisik
Oke, kamu mau apa?
From: Sachi Berisik
Mau uang jajan dari Mas Ijennn
Cepek aja deh xixix
Tf yaaa ke sini BCD 0982371900
Thank uuuuuu
Aizen tak percaya kalau dia akan diperas oleh bocil berisik ini. Tapi, Azien gak ingin ambil pusing. Transfer seratus ribu untuk gadis yang kurang mendapatkan kasih sayang dari orangtuanya gak akan bikin dia miskin.
To: Sachi Berisik
Ok.
Sudah...
From: Sachi Berisik
Ahhhh, baik bangettt
Makasih ya Mas Ijennnn
Emo emo lop
Akhirnya musik pun dimatikan, dan Aizen bisa fokus bekerja meski harus kehilangan seratus ribu rupiah.
.
.
.
TBC
FOLLOW YAAA IG [iindahriyana] & [penulisrahasiaoffical]
Kalian juga bisa baca versi AU cerita ini di Tiktok akuuuu.
Versi Au dan wattpad tentu berbeda yaa, ada kesannya sendiri-sendiri.
Thank uuuu.
Salam, Emak Sachi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top