4. Menipu Garvi

"Emangnya sekeren apa sih orang itu. Sampai lo gak melihat gue ada?"

*****

Sachi gak akan lupa dengan janji Garvi kemarin yang ingin masak nasi goreng untuknya. Jadi, pagi ini Sachi bangun lebih awal daripada biasanya. Tumben-tumbenan juga dia berhasil melawan setan untuk sholat subuh, mandi, dan berpakaian rapi.

Tepat pukul enam pagi, semuanya selesai. Sachi langsung keluar dari apartemennya dan menghampiri apartemen Garvi yang hanya beberapa langkah saja.

'TING-TONG'

Sachi menekan bell apartemen Garvi berulang kali, sampai akhirnya pintu apartemen Garvi dibuka oleh Bianca, Kakak Garvi.

"Eh, Sachi?" Bianca tampak kaget melihat kehadiran Sachi yang muncul terlalu pagi. "Tumben banget lo bangun pagi."

"Ih, Kak Aca ngomong begitu seolah-olah gue gak pernah bangun pagi aja dehhh." Sachi cemberut.

"Hahahaha, emang pernah?" Bianca semakin meledek, lalu menggeser posisinya agar Sachi bisa masuk ke dalam. "Yaudah yuk, masuk."

"Assalamuakaikummm!" Sachi mulai masuk dan mengedarkan pandangan ke sekeliling. "Garvi belum bangun, Kak?"

"Masih ngorok tuh di kamarnya. Dobrak aja pintunya, Chi. Banguni dia sekalian, biar gak telat ke sekolah." Pintah Bianca.

"Okayyy. Tapi dia pake kolor, kan?"

"HAHAHAHA, amaaan!"

Sachi mendorong pintu kamar Garvi yang tidak pernah dikunci, kemudian menghidupkan lampu. Ia melihat Garvi masih tidur di dalam balik selimutnya.

"Garviiiii!" Sachi langsung menarik selimut Garvi. Untungnya Garvi menggunakan pakaian lengkap. "Bangun woyyy! Bangunnn!" Sachi berteriak kencang.

"Apaan sih lo!" Garvi kesal tidurnya diganggu. Ia berusaha menarik selimutnya kembali.

"Lo udah janji mau masakin gue nasi goreng!"

"Berisik lo! Keluar lo dari kamar gue." Bentak Garvi dengan sangat keras, membuat Sachi tertegun kaget.

Meskipun sudah lama bersahabat, tapi Sachi juga takut melihat Garvi marah. Dulu Sachi pernah melihat Garvi berantem dengan preman gang karena Sachi di goda dan digangguin oleh para preman gang tersebut. Semenjak itu, Sachi selalu merasa aman ada di dekat Garvi. tapi, itu dulu, sebelum Bu Agnia datang dan merusak dunia Sachi yang nyaris happy ending.

"Lo harus bangun dan ke sekolah lebih pagi, Garvi. karena Bu Agnia jadi guru piket lagi hari ini." Sachi mencoba cara lain untuk membuat si kebo Garvi sampai bangun.

Dan, cara itu berhasil. Garvi langsung terduduk di kasur dengan mata terbuka lebar. "Serius?"

"Ya." Sachi berubah ketus. "Buruan siap-siap, gue tunggu di luar." Kalimat terakhir Sachi sebelum keluar dari kamar.

"Gimana, Chi? Garvi udah bangun?" Tanya Bianca sambil menaruh semua makanan di meja makan.

"Udah, Kak. Setelah aku berhasil menyebutkan passwordnya." Sachi duduk di kursi makan.

"Password?" Bianca mengerutkan dahi. "Memangnya, apa passwordnya?" Bianca ikut duduk di kursi makan—tepat di depan Sachi.

"Garvi naksir guru baru di sekolah," celetuk Sachi tanpa dosa.

'BYURRRR'

Refleks, Bianca menyemburkan air yang tadinya sudah masuk ke dalam mulutnya.

"Garvi suka apa lo bilang?" Bianca menatap Sachi tak percaya.

"HAHAHAHAH." Sachi tertawa saat melihat wajah Bianca yang tercengang kaget. "Lo kaget ya, Kak? Sama! Gue juga shock berat tau."

"Selamat pagi...." seorang laki-laki ikut bergabung di ruang makan bersama mereka. Laki-laki itu adalah Abang kandung Garvi, dan Adik Bianca. Jadi silsilah keluarga Garvi adalah; Bianca anak pertama—yang kini menjadi Dokter gigi di salah satu rumah sakit swasta, lalu ada Sean anak kedua—yang bekerja sebagai seorang pilot muda, dan terakhir adalah Garvi—masih duduk di bangku SMA. Sungguh keluarga yang keren bukan? Sementara itu kedua orangtua Garvi menetap di Jerman, karena Ayah mereka keturunan Jerman dan sudah memiliki usaha di Jerman.

"Selamat pagi Abang Sean sayang, eh, maap. Suka keceplosan panggil Sayang kalau lihat wajah ganteng Bang Sean." Sachi menggoda. Tapi Sean terlihat biasa saja, karena Sean juga termasuk laki-laki yang cuek, jutek, dan dingin. Bahkan, Sachi hampir tidak pernah melihat senyuman di wajah tampan Sean. "Abang Sean gak capek apa ya?"

"Capek apaan, Chi?" Bianca yang merespons.

"Nggak capek apa ganteng melulu." Goda Sachi lagi. Dan godaan tersebut tidak akan pernah membuat Sean salah tingkah.

"Tapi," lanjut Sachi lagi. "Bang Sean harus cemas karena kegantengan Bang Sean sudah dikalahkan oleh Mas Aizen."

"Mas Aizen siapa?" tanya Bianca lagi.

"Kakaknya Amel."

"Oh, Amel punya kakak?"

"Baru aja kembali ke Ardana setelah lima tahun di Aussie."

"Oooh, pantesan kemarin Kak Aca lihat ada cowok asing yang masuk ke apartemen Amel. Ternyata itu Kakaknya Amel, toh."

"Iya, Kak. Gimana menurut Kak Aca? Gantengan siapa antara Mas Aizen dan Bang Sean?"

"Ya, gantengan gue, lah," celetuk Garvi tiba-tiba yang baru saja keluar dari kamar setelah selesai ganti pakaian dengan seragam sekolah.

"Ih, kok cepat banget lo selesainya. Lo gak mandi?" Sachi memperhatikan penampilan Garvi dari atas kepala hingga ujung kaki. Tapi, kalau dilihat dari penampilan dan cium aromanya. Garvi tidak terlihat seperti orang yang tidak mandi.

"Ih, kamu gak tahu, Chi? Garvi itu memang jarang banget mandi." Bianca menjelaskan.

"Oh ya? Tapi, kok wangi banget sihhh."

"Yaiylah, gue gak bau badan kayak lo." Garvi bicara dengan sarkastis sebelum berjalan keluar dari apartemen.

"Ih, enak aja dia bilang gue bau." Sachi mencium aroma tubuhnya sendiri. Kemudian melihat ke arah pintu apartemen yang tertutup ketika Garvi pergi tanpa aba-aba meninggalkan apartemen. "Eh, Garvi. Kenapa gue ditinggal? Tungguin gue!" Sachi bangkit dari kursi. "Kak Aca, makasih ya sarapannya. Aku berangkat dulu."

"Oke, Chi. Hati-hati yaaaa!"

Saat Sachi baru keluar dari apartemen Garvi, tanpa sengaja dia langsung tabrakan dengan tubuh Aizen.

"Aduh!" Aizen mundur selangkah.

"Eh, Mas Ijen!" Sachi terbelalak kaget. "Maaf ya, Mas. Aku gak sengaja, tapi kalau sengaja juga gapapa, kan, Mas?" Sachi nyengir.

Aizen menarik napas panjang. "Apartemenmu di sini. Kenapa keluar dari situ?" Aizen menunjuk apartemen Sachi dan Apartemen Garvi bergantian.

Sachi mendekat dan berbisik. "Biasalah, proyek." Kemudian menjauh lagi. "Eh, ngomong-ngomong Mas Ijen mau kemana? Kenapa cakep bener, sih."

"Kerja. Kenapa?"

"Nggak apa-apa. Mas Ijen semangat yaaa. Semangat jadi ganteng." Sachi mengembangkan senyuman sebelum mengejar langkah Garvi lagi menuju basemant menggunakan tangga darurat. Karena kalau nungguin lift sampai naik lagi ke atas bakalan lama.

"Garviii, tungguin gue dong!" Sachi berhasil mengejar Garvi—yang baru saja naik ke atas motornya.

"Lo ngapain ikut gue sih?" Garvi merasa risih.

"Kalau gak ikut lo, gue ikut siapa lagi dong. Ciaaatttt!" Sachi langsung melompat naik ke atas motor Garvi.

Membuat Garvi sendiri sampai kaget. "Astagaaaa!"

"Udah, buruan jalan!" Sachi memukul pelan pundak Garvi.

Garvi sudah terjebak dan tidak punya pilihan lain selain membawa Sachi berangkat sekolah bersamanya. Lalu Garvi segera melesat motornya pergi dari apartemen.

***

Sesaat setelah Garvi memarkirkan motor di pelataran sekolah. Ia melihat ke arah meja piket dan tidak melihat keberadaan sosok Agnia sama sekali. Sementara itu, Sachi langsung turun dari motor Garvi dan buru-buru pergi.

Tapi sayangnya terlambat! Garvi sudah keduluan menarik ransel Sachi dari belakang dan membuat langkah cewek itu terhenti.

"Aduh, aduhh!" Sachi nyaris terjungkang ke belakang.

"Mau kemana lo?"

"Mau ke kelas, lah! Masa mau nyalon."

"Lo bilang Bu Agnia jadi guru piket hari ini?!"

"Memangnya enggak ya?" Sachi pura-pura melihat ke arah meja piket. "Oh iya, itu bukan Bu Agnia, tapi Bu Ross. Jadi, gue salah jadwal dong?"

Garvi mengernyit saat menatap Sachi. "Lo mau mengelabuhi gue?"

"Ih, enggak, kok. Gue cuma salah jadwal aja, gue pikir hari ini Bu Agnia jadi guru piket. Eh, ternyata kemarin ya? Hehe." Sachi nyengir tanpa dosa. "Eh, itu Bu Agnia!" Sachi menunjuk ke arah belakang Garvi.

Spontan membuat Garvi menoleh ke belakang dan tidak menemukan siapapun.

"KABOOOORRRRR!!!" Sachi pun langsung pergi dari hadapan Garvi sebelum cowok itu kembali menyerang Sachi.

Garvi mengerang kesal sambil melihat kepergian Sachi. "SACHIIIII!!!"

.
.
.
TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top