Perkelahian pun Terjadi
Sebuah buku tebal tentang artefak kuno diambil dari jajaran buku di rak. Ayu membuka halaman daftar isi, berharap menemukan informasi tentang liontin pecahan waktu. Tidak menemukan informasi terkait, hela napas kesal keluar dari mulut.
"Masih belum dapat?" tanya Light di sampingnya.
Ayu menggeleng. "Kalian bagaimana?"
Light menunjukkan meja perpustakaan, dimana setumpuk buku berada. Michelle dan Ash juga meletakkan tumpukan buku di tangan mereka. Sekarang ada tiga tumpukan buku.
"Ini semua yang kami dapat. Kami tidak tahu apa ini memang sesuai dengan yang kau cari. Tapi setidaknya buku-buku itu punya topik yang kau sebutkan tadi," jelas Ash.
"Banyak juga," komentar Ayu.
"Tenang saja. Kami akan bantu membaca semua ini."
"Terima kasih... tapi memangnya kalian tidak sibuk?" Ayu berniat mengusir mereka secara halus.
"Tidak sama sekali. Aku malah senang membantumu." Light tersenyum lebar.
Ayu menatap wajah mereka satu persatu. Mereka tidak tampak lelah atau terganggu. Bahkan Ash sudah mulai membaca salah satu buku. Sepertinya mereka memang mau membantunya. Ayu merasa sedikit aneh dan tidak enak.
Segera semuanya duduk juga dan mulai mengambil buku masing-masing untuk dibaca. Baru saja duduk, Ayu melihat kedatangan satu orang lagi.
"Maaf, aku terlambat." Liuxing menghampiri, dengan napas yang tersenggal-senggal.
"Kau dari mana saja sampai lelah begitu?" tanya Michelle.
"Aku berusaha mendapatkan tandatangan persetujuan peminjaman jurnal penelitian milik para alumni. Tapi sulit sekali mendapatkan tanda tangan dari guru sebagai wali penanggungjawab. Mereka terus mengoper saran satu sama lain."
"Jadi, sekarang bagaimana?"
"Aku ingin minta Pak Froun untuk menandatangani. Tapi Pak Froun sedang tidak berada di sekolah."
Ayu menghela napas. Sudah menduga halangan yang akan ia dapatkan. Segera gadis itu mengizinkan temannya itu untuk duduk. Ayu mengambil buku yang membahas tentang dewa dan semesta Olimpus. Di bagian daftar isi, ia melihat subjudul "Kronos --- Sang Waktu".
Segera Ayu mulai mencari dan membaca bagian subjudul tersebut. Disebutkan bahwa terdapat beberapa kepercayaan tentang wujud makhluk penjaga waktu. Ada kepercayaan populer yang mengatakan bahwa wujudnya seperti manusia raksasa yang bernama Kronos. Ada yang juga mengatakan bahwa Kronos memilik bentuk yang lebih menyerupai monster mengerikan. Apapun wujudnya, informasi tentang makhluk itu yang memakan para dewa membuat Ayu semakin penasaran akan makhluk itu.
Ayu menatap liontin pecahan waktu yang tergantung di leher. Ia membayangkan bahwa bagian tubuh makhluk bernama Kronos itu telah menjadi liontin. Tubuh dari makhluk pemakan dewa sedang menggantung di lehernya. Buku kuduknya terasa dingin karena merinding.
"Ka-kalian sudah dapat?" tanya Ayu, berharap ada makhluk lain selain Kronos.
"Aku menemukan informasi makhluk bernama Tempos. Tapi tidak ada deskripsi visual makhluk itu," jawab Ash.
"Hanya itu?"
"Di buku ini hanya dijelaskan kalau Tempos bergerak mengelilingi dunia tanpa henti untuk membuat waktu tetap berjalan."
"Berarti makhluk itu belum mati?"
"Mungkin."
Berarti makhluk bernama Tempos itu kemungkinan besar tidak mati dan menjadi liontin pecahan waktu.
"Bagaimana dengan ini?"
Liuxing memperlihatkan ilustrasi makhluk yang tampak seperti makhluk buas berkaki empat. Bentuk fisik yang panjang dari makhluk itu tampak seperti ular naga, tetapi kepalanya memiliki surai tebal seperti singa. Makhluk itu juga memiliki sepanduk tanduk besar seperti rusa.
"Makhluk apa itu?"
"Shinjan. Penjaga waktu, sekaligus simbol keadilan dan kebijaksanaan."
Ayu tidak bisa berkomentar tentang makhluk itu. Dari informasi makhluk-makhluk tadi tidak disebutkan bahwa mereka telah mati. Informasi tubuh mereka yang menjadi liontin pun tidak ada. Ini semakin membuat Ayu bingung.
Hingga jam istirahat akan selesai, informasi yang didapatkan masih sedikit. Mereka segera meminjam beberapa buku untuk dibaca lebih lanjut, lalu berjalan keluar dari perpustakaan.
Ketika teman-temannya telah berjalan menuruni tangga lebih dulu, buku di tangan Ayu tiba-tiba terasa ditarik. Ayu menoleh mencari buku, benda itu terjatuh di lantai. Ia mencoba mengambilnya, tetapi bukunya bergeser lebih jauh.
Ayu tahu situasinya sekarang. Ia menoleh ke berbagai arah, mencari sosok yang terlihat sedang mengerjainya. Namun gadis itu tidak bisa menemukannya.
Ia kembali mencoba mengambil pelan-pelan bukunya. Ketika berhasil menyentuhnya, Ayu tiba-tiba terdorong ke depan hingga membuatnya terjatuh. Sambil meringis, ia melihat ke arah tiga orang siswa yang sedang berdiri di hadapannya. Senyuman sinis terlihat jelas di wajahmu mereka.
"Oh, maaf. Aku kira lagi nabrak orang, ternyata cuma sampah masyarakat."
"Untuk apa pinjam buku dari perpustakaan? Kan kau nggak bisa pakai sihir. Lupa diri, ya? Perlu cermin?"
Ayu segera mengambil bukunya dan bangkit. "Ini bukan urusan kalian."
Ayu berjalan pergi meninggalkan mereka. Namun pergelangan tangannya dicengkram oleh salah satu dari mereka.
"Tunggu, siapa yang menyuruhmu pergi? Kita masih punya urusan."
"Sama sekali tidak ada."
"Tidak usah sok jual mahal."
Sekarang orang-orang itu mengelilinginya. Ayu semakin merasa tidak nyaman dengan situasinya.
"Kami dengar kau menjual dirimu pada para guru. Terutama wali kelasmu itu."
Ba*****n!
Dagunya diangkat hingga membuat ia bertatapan dengan salah seorang. Ayu bisa melihat tatapan dan senyuman menjijikkan dari wajah orang itu.
"Bagaimana kalau kita bersenang-senang sebentar?"
Ayu bergeming. Jantungnya berpacu cepat, bersamaan dengan bulu judulnya yang merinding. Keringat dingin mulai membasahi kulit. Ia ingin berteriak meminta tolong,
"Hei, bang**t!"
Semuanya menoleh ke sumber suara. Tiba-tiba sebuah tinju melayang keras mengenai pipi orang di depan Ayu. Orang tersebut jatuh dengan bibir sobek dan pipi lebam. Di hadapan Ayu sekarang adalah Liuxing dengan mata melotot marah.
"Beraninya kalian menyentuh Anjani dengan tangan kotor dan terkutuk kalian!"
"Memangnya kenapa? Dia pacarmu?"
"Bukan. Tapi tanggungjawabku."
Mendadak orang yang mencengkram tangan Ayu terlempar ke belakang hingga membuat dinding penuh retakan.
"Caelan, jangan pakai Sign Magic," komentar Liuxing.
Light dengan ekspresi sama berjalan mendekat. "Bodo amat! Mereka ngapa-ngapain Ayuyu, bakal kubuat mereka ditelan semesta sampai hancur."
"Oh, begitu. Jadi kalian mau bertarung?" Orang yang terkena tinju dari Liuxing bangkit.
Orang yang terlempar tadi juga bangkit dan berdiri, berhadapan dengan Light dan Liuxing. Michelle yang juga datang segera meraih Ayu menjauh dari tempat. Mereka berdua menghampiri Ash.
"Ash, aku titip Ayu."
Ash hanya mengangguk.
Michelle segera berlari kembali ke tempat tadi. Ia melayangkan tendangan ke salah satu dari orang yang mengganggunya. Tidak lama kemudian mereka berkelahi di tempat.
"Kau baik-baik saja?" tanya Ash sambil berjalan pelan membawa Ayu menjauh dari area pertengkaran.
Ayu mengangguk, walau ia masih merasa tegang dan takut akibat kejadian tadi.
"Bernapas pelan, tenangkan diri. Kalau boleh menangis kalau perlu."
Ayu mencoba bernapas dengan teratur. Bahunya bergetar, dadanya terasa disengat. Ia berusaha menahan rasa mual yang mulai muncul. Air mata pun membasahi mata. Kejadian tadi benar-benar mengejutkan sekaligus menakutkan.
Suara peluit nyaring tiba-tiba berbunyi. Ayu dan Ash menoleh ke arah sumber suara. Pertengkaran enam orang itu dihentikan oleh sekelompok siswa. Sepertinya dari organisasi khusus sekolah. Kelompok itu mengenakan kain yang diikat di bahu mereka.
Salah satu siswa dari kelompok itu menatap ke arah mereka. Lalu kembali menatap ke arah para murid yang mereka lerai.
"Kalian akan kami serahkan kepada Ketua OSIS."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top