Lima Asrama di Akademi Exentraise
Sesuai janji Liuxing, Ayu mendapatkan penjelasan sederhana tentang materi kelas mantra tadi. Sambil menikmati menu istirahat makan siang, Ayu dan empat orang lainnya membahas kisi-kisi materi kelas mantra dan tugas pertama kelas ramuan. Penjelasan dari sang ketua kelas sangat mudah dipahami untuknya. Ash juga ikut membantu menyampaikan hal-hal lain terkait penjelasan Liuxing.
"Penjelasanmu lebih mudah dimengerti. Terima kasih, Liuliu!"
"Lain kali aku tidak akan membantumu. "
"Ya sudah, tidak apa-apa. Aku akan minta saja pada Ashley dan Shelly."
"Berhenti memanggilku 'Ashley', baru aku bantu."
Light terdiam. Raut wajahnya memperlihatkan penolakan. Michelle menengahi mereka sebelum debat lebih lanjut terjadi. Ia merasa muak dengan perdebatan mereka
"Masih ada yang mau ditanyakan, Anjani?"
Ayu menggeleng. "Sudah nggak ada lagi. "
"Kalau masih mau tanya sesuatu padaku, nanti kirim pesan lewat Concore saja."
"Oiya, kita belum bertukar nomor Concore kan? Ayo kasih nomormu!" Michelle antusias.
Ayu terdiam sejenak. Ia tidak punya Concore. Ia hanya punya ponsel dari dunianya yang fungsi menelponnya sudah tidak berguna lagi di dunia ini.
"Tapi... aku tidak punya Concore."
"Apa? Yang benar saja, kamu nggak punya?! Sama sekali?!" Michelle memperlihatkan Concore miliknya yang tampak berbeda dengan milik Haboa.
Ayu menggeleng.
"Kok bisa? Jadi bagaimana kamu berkomunikasi dengan orang lain?" Light bertanya.
"Aku pakai HP."
Keempat orang itu tampak penasaran dengan benda bernama HP alias handphone. Ayu mengeluarkan ponsel miliknya. Ia menunjukkan benda itu pada mereka.
"Mirip Concore. Tapi desainnya terlihat berbeda," komentar Liuxing.
"Bagaimana kamu mengetik pesan dengan benda ini?" Michelle bertanya penasaran.
Ayu kemudian memperlihatkan fitur dan cara menggunakan ponsel. Mulai dari bagaimana ia mengirim pesan dan menelpon, hingga fitur tambahan yang ada seperti musik dan senter seta fitur lainnya. Mereka berempat tampak sangat kagum. Bahkan Michelle dan Light berulang mencoba ikut menggeser layar sentuh ponselnya.
"Wah, keren banget! Aku mau juga!" ucap Michelle penuh antusias.
"Sangat keren dan futuristik! Dimana kamu mendapatkannya? Bagaimana cara membuatnya?" tanya Light.
"Ini dari dunia asalku. Aku tidak tau cara membuat HP. Pastinya ini perlu mesin dan banyak material sulit serta pengolahan yang rumit."
"Dunia asalmu pasti sangat berbeda dengan tempat ini," celetuk Ash.
"Memang begitu. Bahkan sebenarnya tidak ada sihir di tempatku."
Sontak semua kembali menatap tak percaya ke arah Ayu.
"Apa? Tidak ada sihir di duniamu?" tanya ulang Liuxing.
"Iya. Sama sekali. Jika pun ada, itu sangat jarang ditemukan. Bahkan ounya kekuatan super akan membuat kehebohan."
"Kalau tidak ada sihir di duniamu, apa itu artinya kamu salah satu orang spesial yang punya sihir."
Ayu tahu mereka akan salah memahami ucapannya. "Aku sebenarnya tidak punya sihir, sih."
Mereka terkejut lagi mendengar penjelasan Ayu.
"Kamu... serius?"
Ayu mengangguk. "Sangat serius. Aku tidak bermaksud bercanda saat ini."
"Lalu bagaimana kamu bisa di sini? Maksudku, bagaimana kamu bisa berada di dunia ini?" Ash terlihat kebingungan.
Ayu lalu menjelaskan tentang kejadian yang menimpanya. Mulai dari cahaya putih dari bawah kaki dan mengisapnya, hingga ia berakhir tinggal di ruang kesehatan bersama Haboa si wanita ular. Jam makan siang itu dipenuhi dengan penjelasan Ayu tentang dirinya. Gadis itu tidak biasanya membicarakan dirinya kepada orang lain.
Apalah penjelasannya mudah dipahami? Apakah mereka benar-benar mendengarkannya? Apa mereka memang penasaran tentang dirinya?
Selesai menjelaskan, keempatnya terlihat masih diam di posisi mereka. Sepertinya mencoba mencerna informasi dengan baik. Ayu yakin penjelasannya agak berantakan hingga membuat mereka sulit paham. Bahkan Liuxing dan Ash terlihat sedang berpikir. Sementara itu, Light dan Michelle sedang menenggak minuman dengan arah tatapan yang tidak bisa diam.
Ash kemudian mengangguk. "Oke, aku paham sekarang. Itu cukup menjelaskan kenapa banyak hal yang tidak kau pahami selama kelas ramuan tadi."
"Maaf."
"Tidak perlu minta maaf. Bukan salahmu, kok."
"Aku pikir ada alasan tertentu kenapa kamu tidak pakai identitas asrama. Ternyata memang tidak punya asrama," ucap Liuxing.
"Awalnya kupikir kamu dari Stellarion karena kamu mengaku suka hewan. Padahal aku sudah sangat senang bisa satu asrama denganmu nanti," tambah Light.
Nama asrama itu terdengar cukup keren bagi Ayu. Seperti pengembangan dari kata stella. Sepertinya tempat itu ada kaitannya dengan perbintangan.
"Stellarion itu asrama yang seperti apa?" tanya Ayu penasaran.
"Stellarion itu asramanya sangat unik! Lokasi asramanya sendiri berada di tengah laut. Ada akuarium raksasa di lantai dasarnya. Kita bisa melihat bermacam-macam makhluk laut. Dan yang paling spesial adalah rooftop! Di sana semua orang bisa melihat bintang bersama dan berkomunikasi dengan para konstelasi." Light menjelaskan.
Ayu bisa membayangkan betapa indah dan luar biasa tempat itu. Melihat laut dan langit berbintang di saat yang sama pasti menjadi pemandangan yang menakjubkan.
"Ayo, Ayuyu! Gabung ke asrama Stellarion bersamaku."
"Kita tidak bisa sembarangan masuk ke asrama tanpa izin. Apalagi tinggal di sana kalau bukan anggota asramanya." Ash memberitahu.
"Harus jadi anggota asrama untuk bisa masuk ke asrama?" Nada kecewa terdengar dari pertanyaan Ayu.
"Tidak juga. Kalau mau tinggal di asrama harus menjadi anggota asrama. Kalau cuma datang berkunjung, anggota asrama lain boleh masuk. Tapi harus didampingi atau diizinkan oleh anggota asrama."
"Kenapa seperti itu?"
"Karena anggota asrama telah diberkati oleh berkah kekuatan asrama. Mereka yang tidak menerima berkah akan menerima ganjaran jika terlalu lama di tempat itu."
Hela napas keluar dari mulut Ayu. Ia sangat ingin ke asrama Stellarion. Bahkan sangat ingin tinggal di sana. Namun ia bukan anggota asrama itu. Bahkan bukan dari asrama manapun. Entah ia akan tetap dapat ganjaran atau tidak.
"Kamu mau ke asrama Stellarion, ya?" tanya Ash pada Ayu.
Ayu mengangguk kecil. Di samping gadis itu, Light terlihat sangat senang. Ayu bisa melihat mata Light berbinar memandanginya.
"Di asrama lain kamu juga bisa melihat bintang dan laut. Finzerav, misalnya. Di asrama itu, kamu bisa melihat bintang-bintang di bawah kakimu," jelas Liuxing.
"Asrama itu di atas langit?"
"Iya. Banyak awan juga di sekitar asrama. Tempat itu terlihat seperti surga. Meski berada di atas langit, anggota asrama tidak akan jatuh ke bawah. Jadi masih aman."
Cukup bagus. Namun menurut Ayu, tempat itu masih agak berbahaya. Bagaimana dengan anggota asrama kain yang datang berkunjung? Apakah mereka akan jatuh ke bawah?
"Di Swencerd juga bisa lihat bintang, lho! Meski tidak bisa mengajak bicara konstelasi atau berada di atas bintang-bintang, setidaknya tempatnya juga luas untuk melihat bintang. Oiya, karena letaknya di atas bukit dekat laut, di sana bisa lihat laut juga." Michelle ikut dalam perbincangan.
"Yah, sayangnya di Raiderson tidak ada langit berbintang atau laut. Namun di sana banyak permata dan sungai yang mengalir."
"Itu letaknya di mana?"
"Aku sebenarnya juga kurang tau, sih. Tapi kata para senior di asrama, lokasinya ada di...," Ash memberi jeda untuk menunjuk ke bawah.
"Bawah kaki?" terka Ayu.
"Bawah tanah."
Asrama di bawah tanah terdengar unik dan berbahaya di telinga Ayu. Bagaimana jika ada gempa? Apakah asrama itu tetap bertahan?
Ayu menyadari mereka berempat menjelaskan asrama yang berbeda-beda. Mereka juga sama-sama menjelaskan kelebihan dari setiap asrama.
"Kalian dari asrama yang berbeda?" tanya Ayu menduga.
"Betul. Lihat pin ini?" Light menunjukkan pin di dada kanannya yang berwarna biru muda dan putih dengan lambang bintang dan ombak. "Ini adalah identitas asrama. Semua murid wajib pakai agar memudahkan akses mereka ke asrama sekaligus menerima berkah."
Ayu memperhatikan milik yang lainnya. Semuanya punya pin yang berbeda; Liuxing punya pin putih-emas dengan lambang sayap dan bintang, Michelle punya pin hijau-hitam dengan lambang petir dan cahaya, dan Ash punya pin merah-ungu dengan lambang api dan mata. Ayu yakin lambang-lambang itu adalah lambang asrama mereka.
"Hahaha! Kita seperti perwakilan dari setiap asrama untuk mempromosikan asrama kita."
"Iya. Kurang satu orang untuk menjadi perwakilan Asrama Valnight."
Ayu kemudian bertanya tentang Asrama Valnight. Michelle menjelaskan bahwa asrama itu berada di tengah hutan. Pin asrama itu berwarna jingga dan hitam dengan lambang berupa roda gigi dan buku.
Masih banyak yang ingin ditanyakan Ayu tentang asrama. Topik itu sungguh menarik baginya. Namun bel sekolah berbunyi. Menu makan siang mereka segere mereka habiskan dan berjalan menuju kelas berikutnya.
Hari pertama sebagai murid Akademi Exentraise berjalan cukup baik. Ayu harap ke depannya masih baik. Walaupun ia tidak punya sihir.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top