Keanehan

Setelah semua makanan beserta peralatan makan tertata rapi di atas meja, Ayu mulai membereskan beberapa peralatan masak dan menaruhnya di bak cuci piring. Gadis itu mengambil sebuah ketel dan mengisinya dengan satu setengah cangkir air dan memasukkan dua sendok makan kopi bubuk.

Ayu menoleh pada jam dinding, sudah pukul setengah pukul tujuh pagi. Sarapan sudah siap, tetapi tiga orang lainnya masih belum muncul. Ayu lekas mengambil salah satu ikan goreng di meja dan membungkusnya dalam kantong plastik. Ayu sekali lagi mengecek jam, lalu menatap lantai atas. Masih belum ada tanda ketiganya turun ke bawah. Segera gadis itu berlari ke luar rumah sambil membawa kantong berisi ikan serta kantong sampah berisi sampah dapur.

Ketika akan beranjak keluar rumah, Ayu memperhatikan sekitar selama beberapa saat. Setelah dirasa cukup aman, ia kembali melangkahkan kaki ke luar rumah. Ia menoleh ke arah dua jendela kamar yang masih tertutup gorden. Ayu tidak tahu apakah mereka memang masih tidur atau sudah bangun. Tapi mengingat sekarang sudah hampir pukul tujuh pagi, Ayu berjalan perlahan ke pagar. Sudah hampir waktunya.

Terlihat seekor kucing hitam kurus sedang duduk sambil memejamkan mata. Ayu yakin kucing itu pasti telah menunggu dirinya. Ia memasukkan kantong sampah yang ia bawa ke tempat sampah besar di dekat gerbang. Setelah itu, ia menghampiri sang kucing yang telah berdiri sambil mengeong.

"Nungguannya? Hampura atuh (Nungguin ya? Maaf)," ucap Ayu meminta maaf sambil berjongkok di dekat kucing itu.

Kucing itu mengeong dan segera menggosokkan pipinya tangan Ayu yang terulur. Ayu mengelus kepala dan bawah rahang kucing itu yang membuat si kucing mendengkur pelan. Gadis tersenyum dan segera mengeluarkan ikan bakar yang ia bawa dari kantong plastik. Kucing hitam itu lekas memakannya dengan lahap.

Ayu diam menatap kucing itu makan selama beberapa saat, sebelum kemudian ia bangkit dan segera kembali masuk ke dalam rumah.

Gadis itu bisa mendengar suara orang yang tengah berbincang. Ayu yakin ketiganya telau turun ke lantai bawah untuk sarapan. Ia berjalan masuk ke area dapur dan meja makan sambil berusaha bersikap biasa saja.

"Darimana kamu?" tanya seorang wanita yang tengah mengambil lauk ayam kecap.

Ayu membungkuk sedikit. "Hapunten, Bi. Aku dari buang sampah di depan rumah. Tadi sampah di dapur kulihat penuh."

Wanita itu hanya mengangguk kecil, lalu menyuruh Ayu untuk segera ke dapur dan makan. Ayu kembali membungkuk kecil sebelum pergi ke area dapur untuk sarapan.

Begitu tiba di dapur, Ayu menghela napas. Dilihat dari perilaku bibinya, bude Mia, wanita itu tak menyadari bahwa salah satu ikan gorengnya telah hilang. Bisa gawat nantinya jika ia betul ketahuan. Ayu yakin ia tidak akan mendapat menu sarapan apapun sebagai bentuk hukumannya.

***

"Ayu Anjani!" panggil guru.

Aktivita mencatat Ayu terhenti ketika namanya disebutkan. Gadis itu menghela napas sesaat sebelum bangkit dari kursi. Ia lalu berjalan menuju meja guru. Ayu bisa melihat raut wajah lelah pada sang guru. Tepat ketika Ayu berada di hadapan sang guru, wanita itu lekas memperlihatkan buku catatan Ayu.

"Saya lihat kamu sering mencatat, tapi kenapa catatan punyamu belum lengkap?" Sang guru membalikkan lembaran buku catatannya berkali-kali.

Karena yang kucatat lebih dulu itu bukunya Rachel, jawab Ayu dalam hati. Namun, mengatakan masalah itu kepada guru mana pun akan percuma. Masalah apapun yang terlibat dengan Rachel akan berakhir dengan pihak guru hingga kepala sekolah berada di pihaknya.

Setelah terdiam beberapa menit, Ayu akhirnya menjawab. "Itu sebenarnya saya catat di buku lain, Bu. Belum sempat saya pindahkan catatannya ke buku yang baru."

"Kalau begitu, nanti kamu pindahin semuanya ya."

Ayu hanya mengangguk. Setelah mengambil buku catatannya yang baru saja diberi paraf, ia kembali ke bangku miliknya. Gadis itu menyempatkan diri untuk melihat ke bangku belakang, dimana Rachel sedang memainkan ponselnya sambil tersenyum. Tatapannya tertuju pada buku bersampul batik di atas meja Rachel. Buku yang selalu ia dahulukan untuk dituliskan catatan.

Ayu tidak bisa melakukan apapun selain harus menjalaninya. Bagaimanapun kondisinya, Rachel harus yang paling diutamakan. Bahkan jika ia dan Rachel berada dalam kondisi yang sama daruratnya seperti kecelakaan, Ayu yakin Rachel yang akan mendapat penanganan pertama.

Seperti itulah sistem dari aturan dunianya. Ayu akui ia sebenarnya sudah cukup muak dengan perlakuan yang ia terima dari Rachel maupun paman-bibinya. Tapi tidak ada yang bisa dilakukan oleh anak yatim piatu sepertinya. Setidaknya, ia harus lulus SMA. Dan perlu kurang dari 3 tahun untuk mewujudkannya.

Ayu menghela napas. Pikirannya kembali berkecamuk. Lekas ia meminit sejenak kepalanya sebelum melanjutkan catatan matematika wajib yang ia tinggalkan tadi. Masih ada waktu sebelum bel pelajaran berikutnya berbunyi. Setidaknya ia harus menyelesaikan satu catatan mata pelajaran hari ini.

***

Setelah bel istirahat berbunyi, seluruh murid keluar kelas dan pergi menuju kantin. Ayu memeriksa kondisi du dalam kelasnya ; hanya ia sendiri di dalam kelasnya. Gadis itu lekas membawa kotak bekalnya ke luar kelas. Ada kebiasaan yang harus ia lakukan.

Ayu berjalan menuju area belakang sekolah. Ia melangakaj pelan, memeriksa keberadaan orang lain di area itu. Begitu menyadari bahwa tempat itu kosong, Ayu bersiul kencang. Ia melakukannya sebanyak tiga kali. Seketika seekor anak anjing datan menghampirinya sambil menggonggong.

Ayu lekas memberi elusan pada kepala anjing itu. Ia juga memberikan beberapa lauk di bekalnya kepada anak anjing itu. Nugget dan ayam goreng. Anak anjing itu segera memakannya dengan lahap.

"Maaf bikin kamu lama nunggu. Hampura atuh,"

Anak anjing itu masih sibuk makan. Masih dengan senyum merekah, Ayu menutup kotak bekalnya. Ia perlu memberi anak anjing itu minum. Maka segera gadis itu pergi ke kantin terdekat dan membeli sebotol air minum.

Ayu segera kembali pada sang anak anjing. Namun ketika ia hampir tiba di tempatnya tadi, ia terkejut hingga membuat air minum dan kotak bekalnya terjatuh. Di hadapannya kini, dua orang siswi sedang menginjak tubuh dan kepala anak anjing tadi. Emosi Ayu semakin tidak ketika melihat Rachel yang bahkan memukul anak anjing itu dengan ranting.

Melihat pemandangan itu, Ayu seketika naik pitam. Ia berjalan dengan tegas ke arah merak. Begitu ia tiba di dekat Rachel, Ayu melempar salah satu minuman yang ia bawa ke arah Rachel dan menyebabkan seragam gadis itu basah.

Setelah syok menerima perlakuan Ayu, Rachel mencengkram dan menjambak rambut Ayu. "Lo ngapain sih?!"

"Lo sendiri ngapain?! Nggak cuma gue yang lo mainin. Bahkan anak anjing aja lo gangguin!"

"Emang kenapa kalo gue ganggu?! Ini emang binatang najis. Emang ini anjing lo?"

"Kalau gue jawab iya, kenapa?!"

Rachel tersenyum sarkas. "Oh gitu? Berarti lo sama najisnya sama anjing."

Semakin kesal, Ayu melayangkan tinju pada pipi Rachel. Ia juga memberi jambakan berkali-kali pada rambut Rachel. Belum puas, Ayu meraih seragam Rachel dan mendorongnya ke tembok dengan keras. Namun Rachel menarik rambut Ayu dan memberi dengkulan pada perut gadis itu.

Ayu tanpa sengaja melepas cengkramannya pada seragam Rachel. Melihat Rachel berusaha mencengkram kerah seragamnya, Ayu berusaha untuk menghindar. Namun Rachel malah menarik liontinnya. Terkejut dengan hal itu, Ayu berusaha melepaskan tangan Rachel dan liontinnya. Namun semakin dipaksa untuk lepas, Rachel justru menarik kencang liontin itu hingga terlepas dari leher Ayu.

"Rachel!"

"Ba**t kau, n***g! Ini punya lo kan?! Nih gue balikin!"

Rachel melempar liontin di tangannya. Benda itu terbang ke arah sampah dedaunan yang sedang dibakar. Tiba-tiba liontin itu berhenti di udara, tepat di atas api. Ayu yang awalnya panik seketika kebingungan. Bukan cuma liontinnya, api yang membakar sampah itu juga ikut berhenti bergerak.

Ayu menoleh ke arah Rachel. Gadis itu juga berhenti bergerak dengan posisinya yang baru saja melemparkan liontinnya. Ayu menyadari suasana di sekitarnya tiba-tiba senyap. Ia menoleh ke berbagai arah, semuanya berhenti bergerak. Siswa-siswi yang berbincang di area sekitar, cleaning service yang menyapu dedaunan, dan burung yang terbang di langit juga ikut berhenti.

"Aya naoin ieu? Naha areureun?" (Ada apa ini? Kenapa pada berhenti)

Ayu bergeming. Ia yakin situasi yang telah ia alami adalah fenomena waktu berhenti. Ayu tidak tahu apakah fenomena itu memang nyata dan dapat terjadi, tetapi sekarang ia yakin sedang mengalami fenomena tersebut.

Ayu seketika teringat hal terpenting. Ia lekas berjalan mendekati dan mengambil liontinnya dari atas api. Ketika tangannya berada di atas api, Ayu bisa merasakan hawa panas yang tipis. Begitu benda kesayangannya itu berada di tangannya, ia lekas menggenggamnya erat.

Tiba-tiba suasana di sekitarnya kembali berisik. Api di dekatnya kembali meliuk-liuk. Lekas Ayu melangkah menjauh, bersamaan dengan teriakan Rachel. Ayu menoleh, Rachel rupanya terjatuh ke tanah. Sepertinya kehilangan keseimbangan akibat melempar liontinnya. Gadis itu mengaduh kesakitan, dengan tatapan mata tak percaya diarahkan pada Ayu. Ayu sadar, jarak mereka yang tadinya dekat telah menjadi jauh. Ia yakin Rachel juga sedang merasa kebingungan.

"Astaga, Rachel!" Dua orang siswi tadi kini menghampiri Rachel. Ayu yakin mereka berdua adalah teman Rachel.

Namun kehadiran tiba-tiba seorang guru di tempat itu membuat Ayu tegang. Ayu tidak tahu bagaimana guru itu datang, yang jelas Ayu tahu bahwa kedua teman Rachel tadi pergi memanggil guru.

"Rachel, kamu nggak apa-apa?" tanya guru itu sambil berusaha membantu Rachel berdiri.

Rachel segera berdiri sambil terisak. Ia mengelus pipinya yang tadi Ayu tinju sambil mengaduh kesakitan.

Ayu tahu. Sekarang ia dalam posisi yang sangat dirugikan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top