Awal yang Baru
Sudah tiga hari berlalu setelah hari di mana Ayu akhirnya siuman. Ia sudah bosan berada di atas kasur. Ia ingin keluar berjalan-jalan dan melakukan aktivitas lainnya. Namun Haboa masih melarangnya keluar dari ruang kesehatan.
Selama berbaring di atas ranjang, Ayu menghabiskan waktu dengan makan cemilan, main game di concore, membaca novel yang Ash pinjamkan untuknya, dan tidur. Cukup normal bagi manusia pada umumnya --di dunia asalnya. Namun bagi Ayu terasa sangat monoton hingga membuatnya stres.
"Aku bosan," keluh Ayu sambil memainkan kemasan wafer yang telah habis.
"Heh. Akhirnya kau merasakan apa yang kurasakan. Bagaimana rasanya terkurung dalam ruangan ini?"
Ayu melirik ke arah pojok ruangan dekat pintu. Seekor chimera yang terikat kontrak dengannya sedang duduk di dalam kandang. Makhluk itu juga sedang menatapnya sinis dengan tiga kepala makhluk yang berbeda.
Selama tinggal bersama makhluk itu dalam ruang kesehatan sekolah, Ayu mulai tahu beberapa hal tentangnya. Salah satunya adalah tiga kepala makhluk itu bisa bicara. Suara masing-masing kepala juga terdengar berbeda-beda. Suara dari kepala singa itu terdengar cempreng, suara yang kepala kambing itu terdengar kalem, dan suara kepala ular itu terdengar sangat lembut.
Gadis itu kemudian turun dari kasur. Ia mengambil sebuah roti dalam kemasan di atas nakas dan berjalan mendekat ke arah kandang makhluk itu. Ayu kemudian duduk si lantai, tepat di hadapan makhluk itu.
"Mau apa kamu?" tanya si kepala kambing.
"Kalian udah makan belum?"
"Peduli apa kau dengan kami?" Kepala ular ikut bicara.
"Ya, peduli. Kalian makhluk hidup juga kan? Pastinya kalian juga butuh makan."
"Tidak usah sok peduli! Kamu pasti senang banget kan melihat kami terkurung dalam kandang begini," tuduh kepala anak singa itu padanya.
"Mana ada. Aku justru merasa kasihan. Tapi membiarkan kalian bebas itu lebih berisiko, jadi aku tidak bisa apa-apa."
"Jadi manusia sepertimu mau membebaskan kami?"
"Kalau bisa, iya. Aku akan membebaskan kalian."
"Konyol sekali," komentar kepala ular.
Ayu tidak menggubris. Ia membuka kemasan plastik roti itu dan membelahnya roti itu jadi tiga. Salah satu potongan itu ia masukkan ke dalam kandang lewat sela-sela lubang kadang.
"Ini, makanlah. Ini roti isi daging."
Ayu tidak tahu apa makanan makhluk dengan tiga kepala seperti chimera. Berdasarkan dunia asalnya, singa dan ular adalah hewan karnivora, sedangkan kambing adalah herbivora. Tiga binatang itu berada dalam satu tubuh. Ada kemungkinan makanan mereka sama, jadi Ayu memutuskan untuk melakukan eksperimen kecil.
Beberapa detik berlalu, tetapi makhluk itu sama sekali tidak menyentuh makanannya. Ayu telah memasukkan dua potongan lainnya ke dalam kandang. Namun tidak satu pun dari kepala makhluk itu tampak tertarik dengan roti.
Mungkinkah mereka tidak suka roti?
Pintu ruang kesehatan tiba-tiba terbuka. Froun masuk ke dalam ruangan dan terkejut mendapati Ayu tengah duduk di lantai di dekat kandang chimera.
"Apa yang kamu lakukan?"
"Memberi makan chimera."
"Kenapa?"
Ayu diam sejenak. "Pengen aja sih."
Froun menghela napas. Pria itu mengulurkan tangan dan disambut oleh Ayu untuk berdiri. Setelah membawa Ayu kembali ke atas ranjang, Froun duduk di salah satu kursi terdekat.
"Bagaimana kondisimu?"
"Baik."
"Apakah chimera itu mengganggumu?"
"Nggak kok, Pak. Mereka baik, kok."
"Tidak ada chimera yang baik."
"... stereotip chimera seperti itu?"
Froun menggeleng. "Lupakan saja. Aku hanya ingin memastikan kondisimu baik-baik saja."
Ayu mangut-mangut. "Begitukah?Terima kasih."
Pria itu diam. Setelah memperbaiki posisi kacamatanya ia kembali berbincang. "Apa kau merasa baik-baik saja untuk membicarakan sesuatu yang berat?"
"Mungkin."
"Bagus. Karena hari ini Kepala Sekolah ingin berbicara denganmu juga."
Begitu disebutkan, pintu tiba-tiba terbuka dan memunculkan sosok pria tinggi. Ayu hampir tidak mengenalinya karena sudah lama tidak ia lihat. Terakhir kali pun ketika di hari pertama ia berada di dunia ini.
"Selamat pagi, Nona Anjani. Maaf jika kedatangan saya mengganggu waktumu yang berharga."
Pria itu masuk dan segera mengambil kursi untuk duduk di sebelah Froun. Merlos batuk sebentar sebelum memulai pembicaraan.
"Sebelum membicarakan hal yang ingin saya bicarakan, saya selaku kepala sekolah Akademi Exentraise ingin berterima kasih atas jasamu dalam menyelamatkan akademi ini."
Dahi gadis itu mengerut. "Menyelematkan?"
"Iya. Berkatmu yang berani menyegel chimera itu, dua temanmu dan wali kelasmu bisa selamat."
"Tunggu, aku yang melakukan penyegelan itu?" tanya Ayu tidak percaya.
"Iya. Aku menyaksikan lingkaran cahaya yang muncul itu di pergelangan tanganmu dan leher singa makhluk itu." Froun menjelaskan.
"Tapi apa maksudnya? Bukan saya yang melakukannya."
Seketika suasana menjadi sunyi sejenak. Baik dua pria dan Ayu serta chimera yang menyimak di belakang tidak ada yang berbicara.
"Kau yakin bukan kau yang melakukannya?" tanya Froun.
Ayu mengangguk. "Bukan saya."
Suasana kembali sunyi. Froun tampak sedang berpikir, sementara kepala sekolah sedang melipat tangan di depan dada dan mengangguk kecil. Seperti paham akan sesuatu.
"Saya mengerti sekarang. Itu menjelaskan kenapa segel kontrak itu tidak seperti segel kontrak pada umumnya," gumam Froun.
"Berarti tidak salah lagi," timpal Merlos.
Sementara itu, Ayu tampak tidak paham dengan maksud dua orang pria itu. Ia mencoba memikirkan maksud mereka, tetapi ia butuh penjelasan dari mereka.
"Jadi, ada apa ini?" tanya Ayu kemudian, diam-diam menuntut penjelasan.
"Segel kontrak yang muncul dan menyegelmu dan chimera itu bukan segel kontrak biasa."
"Betul. Sejauh yang kuamati, kemungkinan besar itu adalah segel kontrak kuno." Kepala sekolah menambahkan.
"Segel kontrak kuno?" tanya Ayu penasaran.
"Itu adalah versi terdahulu dari segel kontrak sekarang yang banyak digunakan oleh orang-orang. Cara segel itu muncul dan mengunci kalian dalam hubungan kontrak mirip dengan segel kontrak kuno."
"Lalu, bagaimana bisa itu muncul begitu saja?"
"Apakah kamu yakin tidak merapal mantra kuno itu?"
"Sangat yakin. Saya waktu itu tidak sedang merapal mantra itu. Saya juga hanya mengucap mantra pelindung yang Pak Froun ajarkan pada saya. Saya sendiri bahkan tidak tahu bagaimana mantra kuno itu."
"Kau yakin merapal mantra itu dengan benar?"
Ketika hendak menjawab, Ayu terdiam. Ia ingat sedang mengucap mantra itu berkali-kali. Namun karena lupa dan panik, ia malah berdoa sambil berbicara dalam bahasa Sunda. Ayu menyadari kesalahannya waktu itu.
"Waktu itu... saya sepertinya tidak sengaja mengucapkan mantranya dengan salah."
Froun memintanya menjelaskan maksudnya. Ayu pun menjelaskan rincian tentang kejadian itu. Setelah menyimak pembicaraan Ayu, Froun menepuk wajahnya.
"Berarti, apa yang kamu ucapkan waktu itu sebenarnya kemungkinan mengakibatkan aktifnya segel kontrak kuno," simpul sang kepala sekolah.
"Ayu Anjani," panggil Froun.
"Ya?"
"Apa yang terjadi hari itu, jangan biarkan orang lain tahu. Hanya orang-orang di ruangan ini yang tau tentang hal itu. Termasuk chimera itu."
Gadis itu meminta penjelasan. Cara bicara Froun dan sikap Merlos membuat Ayu penasaran. Gurunya itu lalu menjelaskan tentang situasi yang sedang mereka hadapi ke depannya.
Pelaku dari serangan makhluk-makhluk itu diduga berasal dari seseorang yang menyusup ke dalam Akademi Exentraise. Penyusup itu juga diduga menggunakan identitas sebagai murid atau pun guru dan staf sekolah. Sampai sekarang, tidak ada petunjuk yang mengarah kepada sang pelaku.
"Tunggu sebentar." Ayu memberi jeda di tengah penjelasan Froun. "Waktu itu aku melihat pelakunya."
"Kau lihat wajahnya? Ciri-cirinya?"
Ayu menggeleng. "Tapi dia pakai seragam sekolah seperti murid-murid lain."
"Bisa jadi penyusup itu adalah murid di sekolah ini. Tapi tidak menutup kemungkinan dia mengganti identitasnya lagi."
"Kau harus berhati-hati, Ayu Anjani. Jika penyusup itu tahu kau bisa melakukan sihir kuno, maka dia pasti akan berusaha memanfaatkanmu atau menyingkirkanmu.
"Maka dari itu, kita semua yang ada di ruangan ini harus bersumpah. Kita semua bersumpah dan bersaksi bahwa pelaku utama penyegelan kontrak Nona Anjani dengan chimera adalah karena perbuatanku."
Baik Ayu dan Froun sama-sama terkejut. Mereka berdua bertanua, namun kepala sekolah hanya meminta mereka untuk melaksanakan saja rencana dari sumpah itu. Merlos juga meminta sang chimera untuk juga bersumpah, tetapi makhluk itu menolak dan mengabaikannya.
Bel berbunyi. Merasa waktu kunjungan mereka telah selesai, Merlos dan Froun segera berpamitan pada Ayu untuk pergi. Namun sebelum mereka keluar, Ayu masih ingin bertanya.
"Pak Kepala Sekolah."
Merlos menoleh. "Ada apa? Ada yang ingin kamu tanyakan?"
"Apakah Bapak tau tentang pemilik liontinku ini? Liontin pecahan waktu." Ayu menunjuk liontin yang masih menggantung di lehernya.
"Kamu sangat ingin tau?"
Ayu mengangguk.
"Kalau begitu, setelah kondisimu pulih sepenuhnya, kita akan membicarakan ini."
Setelah mengucapkannya, Merlos benar-benar meninggalkan ruang kesehatan. Ayu terdiam selama beberapa saat, sebelum kemudian membaringkan diri di atas kasur.
"Apakah mereka memang di dunia ini?" gumam Ayu sembari menutup kedua matanya dengan lengan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top