Alunan Kopi Dangdut
Sudah genap tiga minggu dirinya telah menjadi murid Akademi Exentraise. Hampir dua mingu pula ia telah mendapat perlakuan buruk. Hal itu menyebabkan Ayu enggan bangun pagi hanya untuk menghadiri sekolah. Bukannya merasa bertambah wawasan, malah bertambah capek.
Perlakuan mereka sungguh membuat Ayu merasa semakin lelah hingga tidak bisa fokus di kelas. Namun Haboa berulang kali menyuruhnya berpakaian dan segera ke kelas. Gadis itu telah menyaksikan wanita ular itu berulang kali ditelepon oleh seseorang untuk memaksanya menghadiri kelas. Ayu yakin itu Froun.
Karena niat istirahat seharian penuh di atas ranjang ruang kesehatan telah hilang, maka Ayu memutuskan untuk berpakaian rapi untuk segera berangkat ke kelas. Namun di tengah perjalanan menuju lorong kelas 1, Ayu mengubah rute.
Seingat Ayu, ada ruangan sempit seperti lift yang pernah ditunjukkan oleh Liuxing ketika berkeliling sekolah. Benda itu pernah Ayu dan Froun gunakan untuk pergi ke toko kelontong aneh dan membeli keperluan sekolah.
Ayu berjalan menyusuri tepi dinding sambil mencari ruangan yang hanya memiliki satu pintu. Selain pintu ruangan itu, seluruh pintu ruangan lain memiliki dua pintu besar yang menyatu. Ukuran pintu ruangan-ruangan di sekolah ini bahkan sangat besar jika dibandingkan dengan pintu ruangan khusus itu yang memiliki ukuran yang sangat normal baginya.
Setelah berjalan selama beberapa saat, Ayu akhirnya menemukan pintu itu. Segera Ayu membuka pintu ruangan tersebut. Gadis itu membuka pintu itu, memperhatikan seisi ruangan. Tidak ada hal yang khusus dari isi ruangan itu. Hanya ada tembok ruangan yang berwarna merah kecoklatan. Bagi Ayu, ruangan itu seukuran toilet di sekolah lamanya.
Pintu ruangan ia tutup, membuat Ayu seketika berada dalam kegelapan. Ingin rasanya gadis itu protes untuk meminta pihak sekolah untuk memberi penerangan dalam ruangan itu. Ruangan ini pasti sangat tidak direkomendasikan bagi mereka yang takut tempat sempit dan dan takut tempat gelap.
Ayu diam sejenak, berusaha mengingat cara pakai ruangan lift ini berdasarkan penjelasan Liuxing. Seingatnya, untuk membuat ruangan ini bergerak atau ke tempat tujuan, hanya perlu memikirkan tempatnya. Ayu tidak tahu ingin kemana. Ia hanya ingin tempat yang sepi dan tenang. Tempat yang membuatnya tidak akan mendapat gangguan apapun.
Mendadak ruangan itu terasa bergerak. Ayu refleks memegang sisi tembok di sampingnya. Telapak tangannya bisa merasakan getaran kecil dari tembok ruangan. Setelah beberapa detik, gadis itu bisa merasakan getaran ruangan itu perlahan melemah hingga tidak terasa apapun lagi. Ayu yakin ia telah tiba di tempat yang ia inginkan.
Gagang pintu diraih dan diputar perlahan. Cahaya dari luar ruangan menyilaukan sesaat mata Ayu. Gadis itu menyipitkan mata, berusaha terbiasa dengan terik cahaya itu. Pintu kemudian perlahan dibuka. Pemandangan sebuah pohon besar di hadapannya membuat Ayu menjadi kagum serta bingung.
Ia melihat area sekitar. Rupanya ia berada di area yang memiliki pepohonan rindang di sekitarnya. Suasana tempat itu sangat terasa sejuk. Ditambah angin yang berembus lembut membuat suasan Ayu mulai membaik.
Gadis itu mendudukkan diri di bawah salah satu pohon terdekat. Ia memejam mata, merasakan ketenangan tempat itu. Samar-samar terdengar suara bel, Ayu yakin itu bunyi bel masuk. Ia yakin Liuxing dan Light pasti mencarinya. Mungkin juga Froun masih menelpon Haboa karena tidak menemukan dirinya di kelas. Meski hari ini tidak ada kelas ramuan, tapi Ayu yakin wali kelasnya itu akan tetap mencarinya.
Sebelum tiga minggu lalu, Ayu adalah manusia biasa di dunia normal. Tidak ada sihir di kehidupan sekolahnya. Hanya ada kehidupan suram. Ayu bahkan mulai terbiasa dengan hal itu. Di tempat ia sekarang berada pun semua siswa mulai memperlakukannya sama seperti di sekolah lamanya. Namun entah kenapa perlakuan dan kesuraman di tempat ini terasa berbeda.
Ayu mencoba membaringkan tubuhnya di atas tanah. Punggungnya terasa lebih nyaman. Ia melakukan peregangan kecil sambil berbaring. Ayu menggunakan tasnya sebagai bantalan, berniat mencoba seberapa nyaman tempat itu untuk tidur. Setelah kembali berbaring, Ayu mengakui tempat itu menjadi lebih nyaman. Gadis itu memutuskan untuk tetap di tempat itu lebih lama.
Baru kali ini Ayu mendapat tempat nyaman yang tidak ia duga. Selain karena tempat itu sejuk dan rindang, tempat itu mengingatkan gadis itu pada rumah lamanya. Rumah yang hanya dihuni oleh dirinya dan ayahnya. Tidak ada orang lain. Tidak ada Rachel dan kedua orang tuanya yang menyebalkan dan merepotkan. Hanya dia dan ayahnya.
Ponsel dinyalakan dan aplikasi musik dibuka. Jempol Ayu menekan daftar putar lagu tanpa nama. Isi daftar putar lagu itu adalah lagu-lagu favorit ayahnya dan yang menjadi lagu favorit Ayu sendiri. Ia masih ingat ayahnya sering memutar lagu untuk membuat suasana menjadi lebih baik. Kadang ayahnya itu mengajaknya bernyanyi bersama. Mengingat momen itu membuat Ayu tidak bisa menahan senyum.
Setelah kebingungan untuk memilih lagu yang menurutnya cocok diputar sekarang, Ayu akhirnya memutuskan untuk menekan tombol putar acak. Ponselnya kemudian memutar sebuah lagu dangdut koplo. Ayu masih ingat Ayahnya cukup menikmati lagu ini. Ia kerap beberapa kali melihat ayahnya menggerakkan tubuh sesuai irama lagu itu.
***
Ayu membuka mata perlahan. Ia sempat bingung melihat pemandangan langit biru yang terhalangi oleh dedaunan lebat. Setelah beberapa detik, ia kemudian mengingat hal yang ia lakukan terakhir kali sebelumnya. Gadis itu meregangkan lagi badannya. Ia lalu duduk dan mengucek kedua matanya. Ayu juga menyadari bahwa bagian pipi kiri bawahnya terasa agak basah karena air liur. Sepertinya ia tertidur dengan cukup pulas.
Suasana tempat itu mulai terasa terik. Sepertinya sudah memasuki waktu siang. Ayu ingin mengecek jam di ponsel miliknya. Ia berulang kali mencari benda itu di area sekitarnya. Namun ia tidak menemukannya di manapun.
Ayu masih bisa mendengar suara musik dari ponselnya. Ia mengikuti arah sumber suara itu yang rupanya mengarahkannya pada seseorang yang sedang dalam posisi duduk dan memunggunginya. Sebelum benar-benar dekat dengan keberadaan orang itu, atensi Ayu mengarah pada ekor yang bergoyang-goyang di belakang orang itu. Dari bentuk ekor itu, Ayu tahu bahwa itu adalah ekor singa jantan.
Atensinya kemudian berpindah pada dua telinga bulat di atas kepala orang itu. Bentuknya cukup mirip dengan telinga singa. Dua ciri itu membuat Ayu yakin bahwa orang yang berada di hadapannya saat ini adalah manusia setengah singa.
Merasa takut? Awalnya. Ayu sekarang merasa lebih penasaran. Ekor yang bergoyang itu tampak riang. Sepertinya sang empunya sedang merasa senang.
"Umm... permisi?" ucap Ayu setelah terdiam beberapa detik.
Ekor orang itu seketika berhenti bergerak. Kedua telinga itu terlihat bergerak setelah menangkap suaranya. Orang itu kemudian menoleh ke arah Ayu. Sesaat Ayu bisa melihat mata kekuningan orang itu mengilat. Seketika manusia setengah singa itu bangkit.
"Kau udah bangun? Akhirnya! Aku udah nunggu dari tadi, lho!"
Ayu sempat khawatir mungkin akan diserang atau diterkam, tapi sepertinya ia salah.
"Aku tadi mau bangunin. Tapi kulihat kau tidur sangat nyenyak sampai ilermu menetes, aku biarkan aja. Kayaknya kamu kelelahan."
Sial. Ayu ingin mengumpat. Dilihat orang lain ketika sedang tidur apalagi ileran itu memalukan. Ia yakin wajahnya waktu tidur pasti jelek.
"Oiya, tadi aku dengar lagu-lagu enak dari concore punyamu. Boleh minta?"
Orang itu menyerahkan ponsel milik Ayu yang masih memutar lagu. Ayu segera mengambil benda itu dan memeriksanya. Jam di ponselnya menunjukkan jam 10.07, kelas kedua telah dimulai. Atensi gadis itu kembali tertuju pada manusia singa di hadapannya yang masih tersenyum ramah. Orang itu sekarang sedang memegang concore.
"Tapi... punyaku ini bukan concore. Aku juga tidak tau cara kirim lagu ke concore," jelas Ayu pada orang itu.
Sekilas orang itu terlihat lesu. Namun kemudian ia kembali bersemangat. "Kalau rekam suaranya bisa?"
"Mungkin? Concore bisa rekam suara?" Ayu balik bertanya.
"Bisa, kok. Ayo, cepat! Aku akan rekam lagunya di concore." Orang itu langsung duduk di rerumputan pendek yang mereka pijaki.
Setelah ikut duduk, Ayu mulai melihat lagu-lagu di daftar putar. "Mau lagu apa?"
"Semuanya."
"Kayaknya susah kalau semua. Makan banyak waktu kalau direkam."
"Kalau begitu, aku mau satu lagu yang paling aku suka di situ."
"Lagu apa?"
"Aku ngga ingat liriknya pas lagu itu keputar. Tapi aku ingat nadanya."
Manusia singa itu kemudian mendendangkan lagu yang ia maksud. Ayu meminta untuk mendendangkan bagian chorus saja. Setelah mendengarkan berulang kali, Ayu mulai tahu lagu yang ia maksud. Ayu mencoba menyanyikan lagu yang ia bayangkan.
"Nah, itu! Begitu lagunya!"
Oh. Ternyata lagu 'kopi dangdut'.
Ayu kemudian memutar lagu itu, sementara manusia setengah singa itu merekam menggunakan concore. Selama rekaman, Ayu menangkap Orang itu ikut menggerakkan tubuhnya dengan pelan mengikuti irama lagu itu. Cara orang itu bergerak, terutama ekornya yang selalu mengibas, terlihat cukup lucu bagi Ayu.
Setelah selesai merekam, orang itu mencoba memutar rekamannya. Untung saja mereka berada di tempat yang tidak datangi orang banyak. Rekaman itu terdengar cukup bagus untuk sebuah lagu yang direkam dari perangkat lain.
"Terima kasih banget ya untuk lagunya."
Ayu membalas dengan anggukan. "Sama-sama."
"Oh, aku baru ingat kita tidak kenalan. Kenalin, aku Reo Leonhard." Tangan berkuku tajam terulur ke hadapan Ayu.
Dengan hati-hati, Ayu menjabat tangan itu. "Ayu Anjani."
"Namamu unik. Aku suka! Mulai sekarang, kita berteman ya, Ayu!" Reo memasang senyum lebar, membuat gigi-gigi taringnya terlihat jelas.
Ayu yang melihat pemandangan unik di depannya seketika terdiam. Ia benar-benar belum terbiasa berinteraksi dengan makhluk manusia setengah binatang seperti Reo. Gadis itu kemudian mengangguk sebagai balasan.
Perhatian Ayu tertuju pada pakaian yang dikenakan Reo. Terlihat seperti pakaian siswa Akademi Exentraise. Hanya saja, warna vest yang dia kenakan bukan biru, melainkan hijau. Apakah ada yang membedakan sosok di hadapannya itu dengan dirinya atau teman-temannya yang lain?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top