X
Author hanya meminjam karakter sang mangaka BSD.
Selamat membaca
•
•
Bel telah berbunyi, seluruh murid yang memenuhi lorong segera berhamburan menuju kelas nya masing-masing termasuk pria bersurai senja. Ia mengangkat kepala dari meja ketika suara sang guru mulai terdengar di depan kelas. Memperkenalkan seorang murid baru yang akan menemani tahun ajaran saat ini. Iris biru laut sempat bersitatap dengan iris kopi sang murid baru akan tetapi Chuuya segera memutus kontak dengan kembali meletakan kepala di atas meja. Ia tidak tertarik karena tubuhnya sangat lelah. Kalau bisa saat ia ingin pergi ke ruang kesehatan saja.
Sorak kagum akan ketampanan murid baru terdengar memenuhi kelas. Beberapa diantara murid perempuan memintanya untuk duduk di dekat bangku mereka. Menggelikan.
Adat setiap murid baru yang datang selalu seperti ini. Chuuya dulu juga diperlakukan seperti ini jadi ia sedikit merasa risih karena berisik.
Suara bangku yang ditarik dari sebelah tempat duduk nya membuat Chuuya kembali mengangkat wajah. Menoleh menatap anak baru yang memilih duduk di sebelah.
"Salam kenal, saya Dazai Osamu."
Beberapa saat Chuuya hanya terdiam menatapnya tanpa ekspresi.
"Hm..Chuuya." balas nya dingin
Ia kembali meletakan kepala diatas meja. Pening dan sakit membuat ia begitu lemas hanya untuk berbicara.
🌺🌺🌺🌺🌺
Kening yang disentuh membuatnya terjaga dari tidur sementara. Ia menatap si pemilik tangan.
"Apa yang-"
"Kau demam, Chuuya. Tidak ingin ke UKS saja?"
Chuuya menepis lengan yang terlilit perban dengan kasar. Ia terbangun, membereskan peralatan nya ke dalam tas kemudian mengambil sisa roti tadi pagi dari laci meja nya.
"Jangan sok peduli, urusi saja diri mu sendiri."
Chuuya beranjak meninggalkan kelas dengan bungkus roti yang sudah tak layak makan. Tidak apa, perutnya lapar dan ia harus makan seburuk apapun makanan itu.
Dazai hanya terdiam menatap kepergian teman barunya.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Di atas tilam ruang UKS, Chuuya terduduk seraya menyantap roti yang mulai berjamur di beberapa sisi. Menatap ke luar jendela, memperhatikan beberapa murid yang bersendau ria di lapangan bola. Iris laut memancarkan keinginan untuk bisa dapat bermain bola bersama teman-teman seperti itu namun mereka menganggap Chuuya di kelas pun tidak.
Chuuya menghela nafas. Membuang sisa roti yang sisinya berjamur ke dalam tempat sampah kemudian ia memilih berbaring. Pening di kepala serta denyut sakit pada kepemilikan nya masih terasa. Klien nya kemarin membuatnya benar-benar tidak bisa berdiri.
"Ck..."
Ia beranjak dari kasur untuk mengambil alkohol dan kapas. Menutup tirai tempat tidur nya kemudian mengobati kepemilikan setelah memastikan situasi nya aman.
"Akh-" desis sakitnya pelan
Menatap kepemilikan yang menunjukan luka dengan sendu. Ia ingin berhenti melakukan pekerjaan ini, sungguh ia ingin berhenti namun memikirkan biaya ujian kelulusan membuat nya tak memiliki pilihan lain.
Bisa saja ia bilang pada paman soal biaya ini namun Chuuya merasa telah merepotkan paman nya. Paman nya telah membiayai sekolahnya sejak sekolah menengah pertama hingga kelas satu SMA kemarin. Ia tidak ingin lagi merepotkan sang paman yang hanya bekerja sebagai penjual ramen pinggir jalan.
Dengan segenap keberanian, Chuuya kembali mengobati luka nya. Menahan sakit dari liquid dingin alkohol.
Astaga-
Ia baru tahu jika mengobati luka bisa selelah ini. Membuat keningnya berkeringat.
Setelah selesai ia merapihkan celana kemudian memilih berbaring.
🌸🌸🌸🌸🌸🌸
Iris biru laut terbuka. Mengerjap perlahan kemudian mencoba terbiasa dengan penglihatan.
"Akhirnya kau bangun."
Sebuah suara asing membuatnya benar-benar tersadar. Ia menoleh, menatap sosok kopi yang duduk di sebelah ranjang tidurnya. Dengan senyum tak bersalah ia menyapa Chuuya.
"Sejak kapan kau disana?"
"Kapan ya...sejak kah selesai mengobati yang di sana." Jawab nya seraya melirik ke arah bagian kepemilikan Chuuya.
Wajah sang senja memerah menahan kesal. Ia mengubah posisi menjadi terduduk.
"B-bagaimana bisa-"
"Aku juga ada di sini tapi kau tidak menyadari nya." Potongnya santai.
"Tch-! Jangan katakan pada siapapun." Chuuya memutus kontak, enggan menatap sang kopi karena wajahnya masih bersemu merah.
Hening mengisi sejenak hingga Dazai kembali bertanya.
"Bagaimana bisa terluka?"
"......bukan urusan mu."
"Chuuya...apa kau seorang-"
"Ku bilang bukan urusan mu! Bisakah kau urusi saja diri mu sendiri? Pergi, kau mengganggu ku."
Dazai terdiam sejenak.
"Aku bisa membantu mu jika kau cerita."
"Aku tidak butuh bantuan dari orang yang ikut campur."
"Chuuya-"
"Pergilah....anak baru. Kau merusak ketenangan pasien."
🌸🌸🌸🌸🌸
Chuuya membalas pesan klien barunya. Ia dengan cepat bergegas pergi. Menemui sang klien di tempat biasa. Dengan pakaian sedikit terbuka dan riasan wajah tipis ia siap melayani sang klien hingga mereka puas.
Harga yang Chuuya tawarkan juga tinggi, jadi sepadan dengan pelayanan nya.
"Sudah menunggu la-"
"Cukup lama saya menunggu, nona Nakahara."
Iris laut terbelalak melihat klien nya malam ini. Bagaimana bisa ia melayani teman kelas nya sendiri, Dazai Osamu? Terlebih bagaimana bisa pria ini berhasil menyewa dirinya? Seharusnya hanya orang-orang yang sering mengunjungi situs pemuas nafsu yang bisa memesan dirinya.
Astaga....mimpi bodoh macam apa ini? Dan Dazai membayarnya dengan harga mahal. Haruskah ia benar-benar melayani teman kelas nya sendiri?
"Da-"
"Sudah ku duga memang kau orang nya."
Chuuya berusaha tenang, "bagaimana bisa?"
"Lebih baik kita bicarakan di hotel. Jangan menolak aku sudah membayar mu."
"Bedebah sialan."
"Julukan yang bagus, terimakasih."
🌸🌸🌸🌸🌸
"Aku sudah lama mengunjungi situ itu jika kau ingin tahu."
Chuuya menahan semburat di pipi ketika tangan Dazai menurun resleting di punggung nya.
Astaga...baru kali ini ia benar-benar merasa malu saat melayani klien nya. Ia seperti baru melakukan hal ini untuk pertama kali.
"Pria bejat."
"Memang, dan ketika melihat mu di kelas kau terasa tidak asing, dan memang benar ternyata Chuuya adalah si senja yang terkenal itu."
"Aku tidak seperti itu."
"Tapi harga yang kau patokan sangat tinggi dan membuat ku tertarik."
Gaun merah berhasil lolos melewati bahu nya. Chuuya membiarkan nya terlepas begitu saja namun masih enggan untuk berbalik.
"Dan murid seperti mu menghabiskan uang hanya untuk menyewa orang seperti ku."
".....bukan itu tujuan ku."
Hati nya mencelos hangat ketika mantel panjang milik Dazai menutupi seluruh tubuh nya. Menarik Chuuya untuk berbalik.
"Apa yang-"
"Berhentilah dari pekerjaan ini."
"Memangnya tahu apa kau soal aku? Apa hati mu merasa sakit ketika melihat punggung ku?"
"Ya...dan aku ingin kau berhenti."
"Heh...dan aku tidak akan lulus lagi untuk ketiga kalinya. Berhenti ikut campur dan nikmati saja apa yang telah kau sewa."
"Chuuya..."
"Lakukan saja, anak baru. Berhenti mencampuri kehidupan ku dan nikmati saja apa yang telah kau sewa! Rahasiakan semua ini dan selesai."
"Bagaimana bisa aku menikmati tubuh yang rapuh ini?"
Chuuya terdiam sejenak, benar juga. Dazai pasti tidak akan merasa puas jika keadaan tubuh nya saja tidak memungkinkan.
"Aku akan berusaha membuat mu merasa pu-"
"Aku ingin kau berhenti sungguh. Apa kau khawatir soal biaya atau apapun itu?"
"Dan kau berniat membuat ku merasa berhutang budi? Maaf. Lebih baik menjual tubuh sendiri daripada harus merasa berhutang budi pada orang kaya seperti mu. Biarkan aku memuaskan mu dan anggap apa yang kita lakukan malam ini tak pernah terjadi."
Dazai kembali terdiam. Membiarkan Chuuya yang mulai mengelus kepemilikan nya.
Batin berusaha memberontak, ingin sekali mendorong tubuh rapuh Chuuya untuk berhenti namun hasrat nya bertolak belakang.
Ia ingin menikmati Chuuya, ya memang. Namun tidak dalam keadaan tubuh yang rapuh seperti ini. Pria senja itu bisa saja mati jika ia benar-benar kelepasan.
Bersambung
Next?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top