#4 [Hampir Jumpa]
"Yang spesial nggak selalu datang paling awal."
🌹🌹🌹
Kalimat ini entah sudah berapa kali terbaca. Yang jelas, pulang sekolah adalah hal yang paling di nanti oleh kebanyakkan siswa. Melepas penat seharian penuh untuk menggali ilmu, tapi ilmunya nggak nongol-nongol.
Ine, berjalan paling belakang dari antara segerombolan murid lainnya. Ah, tak lupa, di sampingnya ada Vena yang sibuk bermain handphone.
Vena, adalah salah satu murid yang mau duduk sebangku dengan Ine. Itupun karna tak ada bangku kosong lagi.
Dan mereka detik itu juga menjalin pertemanan. Belum ada 24 jam, tapi Ine seperti sudah lama mengenal sosok Vena.
Mari bercerita bagaimana hari pertama sekolah Ine yang sudah di laluinya.
Tak ada yang spesial, dan belum ada yang spesial karena yang spesial nggak selalu datang paling awal.
Ine yang kala itu datang dengan raut wajah tegang, mengingat dia hampir saja terlambat dan tak sengaja sudah menabrak siswa lain, yang tentunya Ine tak kenal.
Masuk ke kelas barunya, mencari tempat duduk paling strategis, yaitu paling belakang dekat jendela. Segera dia duduk dan meletakkan ransel biru yang ia dekap sedaritadi ke atas meja, melipat kedua tangan dan menyelipkan helaian rambut yang menutupi sebagian wajahnya ke belakang telinga.
Suasana kelas yang ribut membuat Ine melempar pandangan malas untuk mencari siapa yang akan duduk dengannya.
Ine melihat keluar jendela. Kenapa sejak SMP dia selalu dapat kelas yang ribut? Heran.
"Hai, boleh duduk sini?"
Ine mengalihkan pandangan dari jendela. Menatap siswi yang berbicara tadi kepadanya. "Duduk aja, gak bayar kok."
Ada segaris senyum yang hampir tergambar di sana, namun tertahan karena dia membuka mulut lagi untuk bersuara. "Gue Vena, lo?"
"Alissa Shine, panggil aja, Ine."
Vena mengangguk, kemudian memiringkan kepalanya kearah Ine, lalu tersenyum. "Mata pelajaran pertama, apa ya?"
Sejenak Ine berfikir. "Nggak tau, Ine malas lihat jadwal." Jujurnya.
Vena membelalakan matanya, "Wow. Lo panggil diri sendiri dengan sebutan nama?" Sebelah tangannya terangkat untuk bertopang dagu.
Kedua alis Ine tertekuk. Emang salah ya? "Udah kebiasaan juga,"
"Hm," Vena menarik kursinya kedepan, lalu menegakkan punggungnya. "Lanjut nanti, guru udah datang." Cewek itu menempelkan telapak tangannya yang terbuka ke samping, lalu berbicara seolah berbisik.
Dan benar saja, kelas yang mulanya ribut, langsung sunyi seketika.
🌹
"Woy, Ine, nggak pulang? Ngelamun aja lo! Ketabrak lalat, ntar." Vena berhasil memecahkan lamunan Ine. Cewek itu menegakkan punggungnya yang sempat merosot. Ternyata Vena sudah di jemput pantas saja dia memanggil.
"Duluan aja. Ine naik angkot!" balasnya dengan sedikit teriak.
"Oh, oke." Vena mengacungkan dua jempol, lalu melambaikan tangan berkali-kali hingga mobil Vena menghilang.
Ine mengembungkan pipinya, duduk agak menjauh dari sebagian murid yang sama menunggu jemputan tiba.
Merogoh saku roknya untuk mengambil handphone, ini lebih baik daripada diam sambil bengong menunggu Angkutan umum.
Dengan sekali swipe, jemari Ine segera membuka menu pada bagian sosial media. Tak ada notifikasi.
Sial!
Ine membrengut malas, telunjuknya bergerak ke sisi kiri untuk menekan dan sekejap layar handphone-Nya menggelap.
Tak lama dari itu, perhatian Ine terjatuh dengan keributan dari arah belakangnya. Dan beberapa murid, penjual jajanan, segera berlari kearah sumber suara.
Ine berdiri dengan sekali hentakan kaki. Ingin melihat apa yang sedang terjadi. Kakinya berjalan dengan kepala yang mendongak, berharap tanpa dia mendekat dia sudah tau apa yang terjadi.
Tapi belum sampai melihatnya, seseorang menabraknya lebih dulu. Ine tersungkur kebelakang, dengan bokong yang mendarat pas diatas batu yang tidak rata.
Ada nyeri yang tak bisa ia jelaskan.
Ada sakit yang tak bisa ia tahan. Sungguh.
Ine meringis. Hatinya dongkol. Dia harus beri perhitungan!
"Pfft. Ikut gue," tanpa mendengar ocehan Ine, cowok itu menarik tangan Ine kasar, tampak seperti menyeret.
"Tolong! Penculikan Anak!"
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top