2. Alissa Shine
"Jangan dipaksa terus, nanti sakit."
AS
🌹🌹🌹
-Waktu itu kamu pakai baju merah~
-Yang ku tahu aku pakai baju putih~~
“Ah, kaya bendera sekolah Ine dong? Merah dan putih.” Kecil, nyaris tak terdengar. Komentar itu berasal dari cewek berambut hitam yang panjang dan lebat. Matanya yang blow, dan bulu mata yang lentik ini berhasil membuat siapapun lupa untuk berkedip.
Badannya bergerak kesana kesini mengikuti alunan musik yang memenuhi ruangan kamarnya. Menatap wajah ovalnya sendiri di depan cermin.
Pagi yang cerah untuk mengawali hari pertama dia bersekolah.
Kini rok biru tua panjang hingga mata kaki telah berganti dengan rok biru muda selutut dan seragam berlambangkan anak SMA.
Alisaa shine, kerap dipanggil Ine. Seorang cewek biasa yang berharap bisa masuk ke sekolah ternama dengan nilai pas-pasan.
Ini adalah hari pertama Ine bersekolah setelah hari-hari sebelumnya mengikuti Masa Orientasi Siswa (MOS).
Sebenarnya, Ine adalah orang yang sulit beradaptasi. Bukan berarti dia pemalu. Tapi saat kondisi tertentu yang akan dia lakukan pasti ada dampaknya. Semisalnya,
1. Jika dia memberanikan diri menyapa seseorang atau ingin berteman dengan baik, pasti akan ada sangka buruk; sok asik banget sih.
2. Jika dia diam-diam saja. Berharap ada yang menyapanya duluan atau berharap banyak yang kenal dia tanpa kenalan dulu, emang bakalan ada?
Ine meringis kasihan. Bersosialisasi dengan lingkungan baru tidak semudah memindahkan bokong ke kursi kosong.
Tangannya terulur kedepan untuk mengambil benda bulat yang menempel. Membuka salah satunya, dan mengambil pelan benda tipis yang kecil di dalamnya. Soflents biru muda akan menemani hari pertamanya.
Jangan bersangka buruk terlebih dahulu bahwa Soflents yang dia pakai hanya sebagai fashion.
Itu salah besar.
Dari SMP, kedua mata Ine sudah mengalami perabunan dini. Dia tak bisa melihat benda jauh, keadaan yang dia lihat akan seperti filter blur pada applikasi foto yang sering kita jumpai.
Ine hampir saja mengumpat saat pintunya terbuka paksa dengan tendangan keras oleh Ibunya, Jenny.
Jika saja bukan Jenny yang melakukannya, pasti dia akan mengeluarkan umpatan itu.
Hal yang dilakukan Jenny saat ini—menendang pintu dan bukannya melakukan hal yang seharusnya dilakukan Ibu untuk Anaknya-bukan untuk pertama kalinya bagi Ine.
“Atuh neng, kamu lama banget berangkatnya. Liat udah jam berapa? Ini pertama kamu sekolah, loh.” Jenny menatap Anaknya sebentar lalu bergerak ke sisi jendela kamar untuk membuka gorden jendela.
“Anak gadis pemalas! Gorden saja belum di buka. Kalau Ibu bisa membandingkan, Ayam saja sudah bangun lebih dulu dari manusia.” Jelas Jenny. Ine melotot tak percaya.
Sungguh, dirinya di samakan dengan Ayam?
“Bu—"
“Apa? Sudah belum?” Pertanyaan yang cukup mencakup semua apa yang harus dia sampaikan.
Jenny membalas tatapan Ine, tangannya bersidekap dada lalu menghela nafas melihat kelakuan Ine dari mencepol rambutnya dengan jepitan. Lalu memakai kaos kaki putih pendek.
Ya, setidaknya walau dia akan terlambat nanti, attribute sekolah akan tetap lengkap.
Jenny berjalan mendekati anaknya dengan mengikat kuat ikatan rambut. Berjongkok di depan Ine yang tengah mengikat tali sepatu. Ine yang menyadari itu mendongak dengan dagu yang di gerakkan ke depan.
Anak gadisnya bertanya tanpa berbicara lewat isyarat. “Ibu belum ada rezeki buat bayar, uang SPP, kamu, nak.” Mata itu sendu dengan kerutan di dekat pelipis mata. Semakin terlihat ketika sudut bibirnya terangkat dengan paksaan.
Peraturan Sekolah barunya mengatakan kalau seminggu setelah masuk hari pertama sekolah. Semua anak murid baru berhak membayar uang SPP untuk bulan ini. Jika tidak maka akan ada panggilan orang tua untuk menemui guru BK.
Memuakkan, guru BK cukup untuk mengatasi murid nakal bukan untuk murid yang kekurangan ekonomi karna belum bayar SPP.
Sejak 3 tahun yang lalu, saat Ayahnya meninggal akibat kecelakaan mobil mengharuskan Jenny menyadari jalur baru hidupnya untuk menjadi sosok Ayah dan Ibu sekaligus untuk Ine.
Menjalani dua tugas Orang tua dalam dirinya untuk Ine, salah satu anak kesayangan yang dia punya. Selain Jenny kurang bertemu Ine dirumah saat dia pulang kerja, Jenny juga harus bekerja keras pagi dan malam untuk mencari sesuap nasi untuk kebahagiaan mereka berdua.
"Bu, dengerin Ine." Kedua tangan nya memegang erat pundak Jenny, seolah memberi kekuatan bahwa ini bisa dia lalui.
"Seorang murid gak akan dikeluarkan kalau belum bayar SPP.”
🌹🌹🌹
Berharap kalian udah mulai paham bagaimana alur kehidupan para tokoh pemainnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top