12. Misi dimulai!

Masih pagi. Giliran piket Vaya lagi. cewek itu sedang menyapu koridor depan kelas, ketika tiba-tiba sebuah suara paling cempreng sebenua Asia terdengar di koridor kelas. Vaya dan Meyda lari-lari keluar kelas. Tampak Sasa berlari-lari seperti orang kesetanan mendekati mereka. Dia memasang ekspresi itu lagi. Sasa selalu memasang ekspresi seperti itu ketika ada hal menyebalkan yang akan dia beritahu.

"VAYAAA! VAYAAA!"

"...."

"Vaya! Ada itu-itu...."

"Apaan sih?"

"Bentar-hah, hah, hah. Abis napas gue," Sasa melambai-lambaikan tangan. Gadis dengan bandana kuning itu menarik napas.

Vaya menghela napas. "Kalo lo mau ngadu soal komentar-komentar jahat orang. Gue udah kebal. Bodo amat!"

"Ishh, Vaya, dengerin dulu!"

"KALIAN SEMUA DENGER?" tiba-tiba Vaya mengacungkan sapu ke arah orang-orang yang lewat. Anak-anak kelasnya, anak kelas sebelah dan semuanya. "TERSERAH KALO KALIAN MAU NGOMONGIN GUE DI BELAKANG, DI DEPAN, DI BAWAH, DI SAMPING, DI SOSMED. GUE CAPEK. MAKASIH KARENA GUE JADI MAKIN TERKENAL!!!!"

"VAYAAAA!!!!" Sasa memukul-mukul bahu Vaya. "Vaya, dengerin gue dulu! Vaya, di depan gerbang... banyak wartawan!"

Vaya ternganga. Meyda dan Sasa sudah berlari-larian ke arah gerbang sekolah, melupakan jadwal piket mereka hari ini. Vaya melangkah terpatah-patah. Gadis itu mengintip ke arah gerbang sekolah yang sudah padat. Tampak Pak Diman sibuk menyeleksi siapa saja yang boleh masuk.

Vaya celingukan. Pandangannya menyapu seluruh lapangan parkir yang berada di dekat gerbang sekolah. Mencari sosok Rio. Vaya yakin wartawan-wartawan itu mencari Rio. Namun, bukannya Rio, Vaya malah menemukan sosok Mia yang terjepit di antara wartawan. Tidak bisa masuk. Atas nama persahabatan, Vaya pun lari mendekat ke arah gerbang sambil membawa-bawa sapu.

"Loh, itu kan Vaya!" seru salah satu wartawan.

"Maksudnya, cewek yang ditolak, Rio itu ya?"

"Berarti nggak salah lagi! Rio juga pasti sekolah di sini!"

Maka, makin rusuhlah gerbang itu. Beberapa dari wartawan itu-dari luar gerbang-memanggil-manggil Vaya dan menyorot gadis itu pakai kamera. Lalu meneriaki Vaya berbagai pertanyaan yang wajar sampai yang kurang ajar; Apakah benar Rio sudah tiba di sekolah, apakah Vaya tahu kapan Rio tiba di sekolah, dan seberapa sakit rasa patah hati Vaya karena ditolak Rio?

Vaya menggeram. Dia baru saja mau melempar wartawan-wartawan itu pakai sapu ketika seorang siswa-dari luar gerbang-membuat keributan dengan motornya. Aji pelakunya. Cowok itu menarik gas motor modifikasi miliknya, dan menimbulkan suara bising dan asap yang banyak di kerumunan wartawan. Ketika semua wartawan panik dalam kepungan asap, Pak Diman membuka gerbang agar Aji dan siswa-siswa lain bisa masuk.

Selepas memarkirkan sepeda motor, Aji tampak ber-high-five ria dengan seorang cowok berhelm putih yang sejak tadi mengikuti Aji dari belakang. Sosok itu, Rio, membuka helmnya, dan melemparkan pandangannya ke arah gerbang. Seolah sedang menduga-duga dari mana semua wartawan itu tahu letak rumah dan sekolahnya.

Tak lama kemudian, Rio dan teman-temannya berlalu pergi. Meninggalkan Vaya yang tertegun-tegun. Gadis itu menggenggam sapunya erat. Rio terlihat begitu cool dan ngartis saat membuka helm itu. Rambutnya yang hitam berantakan membuat pesona persona yang tiada tara indahnya. Vaya tersenyum-senyum sendiri.

"Ngapain sih, Vay? Berasa kayak di Hogwarts aja deh lo." Mia menepuk bahu Vaya.

Vaya menjengit kaget. "Issh, gue sihir juga lo!"

"Jam pertama Bu Sukma loh," balas Mia acuh tak acuh.

Kemudian, gadis itu menarik Vaya menjauh dari gerbang.

***

Di setiap sekolah, setidaknya, akan ada beberapa celah-celah kosong. Tahu, kan? Sebuah tempat paling nyaman untuk dijadikan menara gading. Tempat yang jarang dikunjungi siswa, dan biasa dipakai siswa lain untuk sendirian dan merenung. Di SMA Kartini, tempat seperti itu juga ada.

Seorang siswa yang terlalu frustrasi dengan hiruk-pikuk kelas di jam kosong-jika dia memang niat-bisa saja berjalan ke arah belakang laboratorium. Di sana, dia akan menemukan sebuah taman kecil dengan pohon mangga golek yang rindang. Dia juga bisa membaca coretan-coretan di tembok sekolah. Dari yang tersadis sampai romantis.

WOY BELLA ANAK MAMAN JANGAN KECENTILAN JADI ORANG!

Di sini pernah ada Nikita, Ressa, dan Windi (2010)

Di sini pernah tinggal Marni si hantu kuyang (700 Masehi)

VAYA ANAK TUKANG BAKSO, MARI MARI SINI AKU MAU BELI

GENG GENTA TAIK. PENGKHIANAT! KALO LO ADA NYALI TEMUI GUE BESOK DI WARUNG KOH ACEN. BY: DINO CS. PS. JANGAN LUPA PAKE KOLOR

OJAK CS ADELIA <3

I LOVE YOU ARDI.

KAK RIO AKU SUKA KAKAK. SEANDAINYA KAKAK TAU ITU. BY: DONA

PRESTASI YES NARKOBA NO

Seperti Rio. Cowok itu tampak melangkah santai ke arah belakang laboratorium. Kedatangan wartawan pagi tadi, sudah cukup baginya untuk  mengasingkan diri. Belakangan ini, terlalu banyak pertanyaan yang menerjangnya.

"Rio, lo beneran anak Andina?"

"Ini gosip apa fakta, Yo?"

"Tapi nggak heran sih, lo emang ada aura-aura artis gitu."

"Eh, tapi ini beneran apa ngga sih?"

Rio berdecak. Dari semua rentetan pertanyaan itu, tak satu pun dia jawab. Cowok itu membiarkan semua orang tersesat dengan spekulasi mereka sendiri. Jika pertanyaan teman-temannya saja tak Rio hiraukan, apalagi wartawan? Jadi, di sini lah Rio. Seperti biasa, menyembunyikan diri.

Sebenarnya masih ada tempat sepi yang nyaman juga. Belakang ruang kesenian. Tetapi, terakhir kali dia ke sana, dia melihat seorang cewek sedang menjerit-jerit. Jadi, Rio pikir, tempat itu sudah tidak aman lagi. Dia pun memutuskan untuk pindah tempat menyendiri.

Tiba-tiba, dari jarak dua meter, Rio mendengar suara ribut-ribut. Agak penasaran, dia mempercepat langkah dan mengintip begitu sampai. Dari tempat dia berdiri, tampak Adel dan teman-temannya sedang mengerubungi satu orang siswi yang sepertinya adik kelas. Awalnya mereka saling menatap, lalu saling dorong. Beberapa detik kemudian, mereka saling menjambak rambut, menarik dan menggigit.

Teman-teman Adel menyoraki. Sama sekali tidak ada keinginan untuk melerai. Rio memijit dahinya. Dia merasa pusing. Dia benar-benar malas berurusan dengan cewek-cewek itu. Tetapi, tidak sepantasnya dia membiarkan itu berlarut-larut. Apalagi adik kelas itu hanya seorang diri.

Baru akan melangkah maju, kuping Rio menangkap suara yang lain. Bukan. Bukan suara ribut-ribut Adel cs. Tetapi, suara itu lebih pelan dan seperti sedang menahan tawa. Rio menoleh ke sana kemari. Dan, benarlah. Di ujung sana, dari arah yang berbeda tempat dia masuk ke gedung belakang, dia melihat dua orang cewek sedang saling tindih menindih, menonton Adel berkelahi. Salah satunya memegang ponsel seperti merekam. Keduanya terlihat menahan tawa sampai terjongkok-jongkok.

Vaya dan Sasa.

Rio menggeleng-gelengkan kepala. Firasatnya benar. Dia harus melakukan sesuatu. Jadi, secepat kilat, dia pun masuk ke dalam pusaran Adel dan teman-temannya.

"Ri-Rio?" Adel tergagap.

"Kalau kalian nggak bubar. Gue bakal laporin ke BK."

Adel melotot. Teman-temannya juga melotot. Adik kelas melotot (senang). Dan, tak jauh dari mereka, Vaya dan Sasa pun melotot (syok). Dua cewek itu menepuk jidat berkali-kali. Menyesalkan mengapa harus ada Rio. Lalu, dengan langkah yang dipelan-pelankan, mereka berjalan mundur. Setelah yakin tidak ketahuan, Keduanya lari terbirit-birit.

Sepeninggal Vaya dan teman-temannya, Adel cs melangkah pergi sambil tertunduk-tunduk. Adik kelas juga pergi dengan rasa bahagia karena dibela cowok cakep. Sementara itu, Rio menoleh ke arah tempat Vaya dan Sasa menyembunyikan diri tadi.

Tidak ada siapa pun lagi.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top