TUJUH
Bertanya terkadang tidak bisa mendapatkan jawaban.
|•|
Awan berada dalam lingkup yang salah. Salah dalam menempatkan diri. Dia menikah dengan Sonya bukan karena cinta, atau ingin membuat keluarganya bahagia. Tidak.
Yang Awan lakukan adalah mempertahankan kekuasaan. Dengan memperkuat saham, menikahi Sonya adalah salah satu cara tercepat mendapatkan kedudukan.
Awan menikahi Sonya ketika berumur 30 tahun, dan bertemu dengan Lona pada tahun sebelumnya. Banyak yang Awan amati, karena dirinya adalah seorang pemimpin. Sudah menjadi dasar dalam teori kepemimpinan, bahwa yang menjadi paling atas akan paling mengamati para bawahannya. Termasuk Lona, sebagai yang Awan amati—dengan sangat—saat itu.
Tidak ada yang sepenuhnya tahu, bahwa Awan menaruh banyak perhatian pada salah satu karyawan kantornya itu. Dan ketika takdir mempertemukan keduanya secara lebih dekat, dengan cara yang tidak bisa dikatakan baik, Awan mengerti bahwa dirinya membutuhkan sosok yang mau memberi tanpa pamrih. Dengan begitu, Awan akan memberikan yang sekiranya hanya perlu ia beri, tidak terlalu banyak.
Satu tahun, adalah waktu yang cukup. Cukup untuk membuat Lona percaya dan begitu menurut pada Awan. Dan pada tahun berikutnya, tidak akan sulit bagi Awan untuk membuat Lona bertahan disisinya, karena sudah Awan pastikan, ketika rencananya mendapatkan keuntungan dari hubungannya dengan Sonya adalah ketika Lona sudah bisa Awan kurung dalam sangkar emas.
"Mama nggak ngerti kenapa kalian berdua begini. Nggak cukup kah kalian selalu bertengkar di rumah? Dan sekarang, malah membuat kegemparan di kantor." Liana, dia begitu marah dengan sikap yang putranya dan menantunya lakukan. "Kenapa nggak sekalian kalian umbar tingkah arogan kalian itu di jalan raya, hah?!"
Ya. Kemarin Sonya berteriak marah-marah di kantor Awan. Dia marah karena hal yang tidak warga kantor mengerti. Yang terlihat hanya sikap Awan yang terlalu santai dalam menanggapi amarah Sonya. Tentu saja warga kantor akan tahu, karena meski pun pertengkaran itu hanya sempat di dengar oleh sekretaris Awan, sudah pasti akan tetap merambat kemana-mana.
"Maaf, Ma. Sonya benar-benar kelepasan. Karena..."
"Kalau terus begini, apa yang bisa Mama harapkan dalam pernikahan kalian? Cucu? Apa itu bisa Mama harapkan? Bahkan kalian selalu menolak waktu untuk berbulan madu, sebenarnya kalian ini kenapa? Kalo nggak cinta di awal, kalian belajar lah untuk saling mengerti. Jangan kayak anak kecil terus menerus."
Awan hanya mendengarkan, tidak berniat menanggapi lebih lanjut. Baginya petuah dari sang ibu sudah cukup banyak. Apalagi ibunya sudah mengetahui kebiasaan dirinya dengan Sonya yang terlalu sering bertengkar. Padahal berbeda rumah, tetap saja Liana memiliki andil besar pada pelayan rumah tangga di sana. Tapi Awan akan tetap bisa menjaga rapat-rapat mengenai keberadaan Lona, karena yang tahu masalah itu hanya Sonya, maka dengan tetap bertahan berumah tangga dengan wanita itu, akan membuat nama Lona baik-baik saja.
Semua hening. Hanya suara helaan napas dalam Liana yang terdengar apik di sana. Tapi semua kembali pada pasangan yang berada di hadapan Liana saat ini.
"Sudah?" ucap Awan memecah keheningan.
"Kamu cuma bilang itu? Nggak sadar kamu adalah inti dari permasalahan di sini?"
Awan kembali diam, dan tidak banyak memandang ibunya. Sonya hanya menyeringai pada apa yang Liana lontarkan pada Awan. Sonya akan terus melibatkan orangtua kedua belah pihak agar hubungan rumah tangganya berjalan baik kembali.
"Semua terserah kalian. Tapi yang jelas... Mama mau kalian baik-baik saja. Dan dengan begitu, Mama akan tenang dan bisa mendapatkan cucu dari kalian."
♥
Saat ini, giliran Awan berhadapan dengan Sonya. Bagaimana seharusnya mereka berjalan, keduanya mencoba merundingkan.
"Masih mau cerai?" sulut Sonya. Dengan santainya mencoba menantang Awan.
"Kamu memiliki banyak tangan untuk membuat perceraian nggak akan bisa berjalan, seperti yang aku mau." Awan memang sepertinya memiliki standar ketegasan yang luar biasa untuk para pegawainya. Dan tetap mempertahankannya pada hubungan berumah tangga, tapi berbeda kasus.
Sonya melemburkan kekerasannya sedikit.
"Perceraian nggak akan menjadi cara terbaik, Wan. Kamu sadar, bahwa kamu yang pertama kali meminangku, dan aku tau kamu memang cuma manfaatin keadaanku." Sonya sejujurnya sesak mengakui segalanya di hadapan Awan. Dia menginginkan Awan, ketika pria itu memintanya menjadi pendampingnya. Meski—lagi-lagi—Sonya mendapati alasan terbesarnya adalah hanya sebuah kesepakatan.
"Aku membiarkan kamu bersama dengan wanita itu. Aku marah dan menilainya sebagai jalang. Tapi yang sebenarnya baru aku tau belakangan ini, adalah kenyataannya bahwa suamiku sendiri yang mengurungnya. Membuat wanita itu nggak tau apa-apa, membutakannya, dan menjadikannya seperti... peliharaan."
Sonya sadar dirinya tidak sejahat dan seburuk itu. Dia memang selalu mengikuti perkembangan mengenai wanita simpanan Awan. Sonya pun tidak tahu, apa wanita itu akan bertahan saat tahu kenyataan bahwa wanita itu adalah seseorang yang menjadi alasan rumah tangga Sonya dengan Awan selalu diambang kehancuran.
"Apa yang kamu lakuin ke Lona?" tukas Awan.
Untuk kesekian kalinya, Sonya mengetahui nama wanita itu. Tapi Sonya sendiri enggan menyebutkannya.
"Aku menghargainya sebagai sesama wanita, Awan. Dia berhak bahagia, dan mencari cintanya yang sebenarnya. Jangan kamu batasi dia, dengan menjadikannya seperti itu. Dia manusia, Wan. Bukan peliharaan."
"Dia bukan peliharaan!" sanggah Awan dengan rahang mengetat. "Kami nggak tau apa-apa. Lebih baik diam, dan hentikan omong kosongmu. Itu menyebalkan dan membuat telingaku sakit."
Sonya tersenyum simpul, dan Awan tidak auka dengan itu, karena Awan merasa mendapat tindasan dari senyuman mengejek Sonya. "Kamu baru merasakan sakit ditelingamu, bagaimana dengan wanita itu yang akan merasa sangat sakit hati ketika tau... cintanya berkhianat."
"Sialan!" maki Awan. Dia tersulut dengan ucapan Sonya yang makin menjadi-jadi. "Apa yang kamu rencanakan sebenarnya?!"
"Nggak ada. Aku hanya mencoba menebak. Hal apa yang bisa membuatmu sakit hati, dan kehilangan akal." Sonya terkekeh. "Tapi sepertinya aku belum mendapatkan kesempatan untuk itu."
"Sonya!" desis Awan.
"Ya, Awan. Aku di sini. Santai saja, aku belum memiliki rencana apa-apa. Yang aku inginkan saat ini adalah, kamu bertahan dan tau sesuatu yang mengejutkan. Dengan begitu, kamu akan berpikir berkali-kali untuk melepas semua kekuasaanmu diwaktu yang sebenarnya."
Awan sungguh tidak mengerti dengan apa yang Sonya ucapkan. Bahkan setelah Sonya bersiap meninggalkan Awan di tempat, ia masih saja terlihat bingung mencerna ucapan Sonya.
"Semua akan ada saatnya, Wan."
♥
04 Juli 2011
Bohong jika cerita ini tidak menyedihkan. Karena di awal saja, aku sudah begitu berharap pada satu hal mustahil.
Pada lelaki yang menolong, dan menjebakku dalam panorama mata telaganya. Pada akhirnya, ia akan meninggalkanku pada hal yang mungkin tidak aku ketahui.
Dan aku akan melakukan apa saja, agar ia masih dan selalu ada untukku... cinta.
√√√√√
23.05.2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top