Day 01 - Pretty Poison

Di atas meja itu ada sebuah ampule kuncup yang terbuat dari kaca. Indah. Berisi cairan merah yang berkilauan karena bening wadahnya. Memaku mata Kim Dokja, lurus, dengan seribu sel otaknya tengah berupaya mencari cara memenangkan negosiasi dengan Yoo Jonghyuk.

"Kau benar-benar tidak mau menuang ini di kopinya?" Dokja berucap tanpa mengubah arah pandang. "Aku bisa pura-pura jadi pelayan kafe tempat dia sering duduk ketika pagi. Kita bisa lakukan."

"Dia bisa mati."

Sisi ujung alis kiri Dokja naik dua mili, "Bukannya itu akhir dari target Hitman?"

"Kita butuh informasi."

"NAH!" Dokja terkesiap dan segera berbalik. Ia melangkah cepat juga penuh semangat menuju hadapan rekan misinya yang sibuk mengisi peluru senapan-senapan panjang. "Makanya itu aku mengopsikan penculikan di awal!"

"Penjagaannya ketat. Dan karena hukuman, kita tidak bisa menarik banyak perhatian. Mereka akan segera tahu kalau bosnya diculik."

Mata Kim Dokja yang tadi bernuansa cerah, kini mendatar. Kesal. Yoo Jonghyuk biasanya lebih brutal. Lebih menantang dan lebih menggairahkan. Namun lihat sekarang. Hanya karena kesalahan yang membuatnya dia di-banned sementara dari pekerjaan mengeksekusi dan dipindah mengurus Dokja di bagian informasi, seluruh nyalinya ciut. Bertingkah seperti manusia penuh kedisiplinan dan kehati-hatian guna memberi kesan berbudi luhur agar cepat dikembalikan ke tugas yang biasa.

Menyebalkan. Setidak-menyenangkan itu bekerja sama dengan Kim Dokja memangnya, huh?

"Terserah.." Dokja melempar tubuh di sofa, hening sejenak sebelum kembali melempar suara karena dia belum menyerah. "Aku punya ide."

Yoo Jonghyuk tidak memberi jawaban atau pertanyaan, namun diam itu sudah cukup untuk Dokja menjabarkan dengan penuh antusias.

"Setiap malam orang itu pergi ke klub, kan?"

Ya.

"Yang kita butuhkan bukan informasi yang banyak. Hanya sebuah nama, jadi tidak perlu waktu yang lama, cukup dengan intimidasi kuat maka kita bisa mendapatkannya."

Kali ini Jonghyuk cukup tertarik. Ia menurunkan senapan dari genggaman dan berbalik melihat Dokja. Pinggang bersandar ke meja, ia menyilangkan tangan sembari memberi isyarat dengan tatapan agar Dokja melanjutkan.

"Aku akan mendekatinya," kata Dokja, "Kau menunggu di kamar mandi. Bagaimanapun juga aku akan membawanya ke sana, dan kita lakukan di sana, kau bisa introgasi dia karena wajahmu sangat mengintimidasi. Dan itu semua bukan penculikan. Setelah selesai kita bisa pergi."

"Dengan apa kau masuk ke klub?"

"Tinggal masuk saja, kan?"

"Klub itu elit. Bukan seperti sembarang bar yang bisa dimasuki. Sebagai seniormu akan kuberitahu, kalau masuk ke sana memang tidak butuh kartu anggota tapi harus cukup kaya. Minimal kau punya dua buah pesawat atau dua pulau pribadi, bekerja di perdagangan narkoba atau rumah bordil. Dan kalau kita masuk dengan identitas asli, maka misi ini gagal."

"Tch." Dokja memutar kepala sebab pernyataan detail -yang mengandung fakta tapi tidak memotivasi- Yoo Jonghyuk cukup membuatnya terlihat bodoh. "Identitas palsu?"

"Ilegal."

"Ughh!! Ayolah Yoo Jonghyuk! Kita ini pembunuh bayaran. Sejak awal kita bekerja di dunia ilegal. Ya Tuhan."

"Semua yang kau katakan itu ilegal."

Sebuah napas panjang dihela. Dokja kehilangan minat pada apapun dan memilih membiarkan Jonghyuk yang menyusun rencana. Ia sudah berdiri dan hendak pergi. Lelah sekali berurusan dengan Jonghyuk yang seperti hilang diri. Tapi, ketika hendak mengambil langkah, Dokja berhenti.

"Aku tidak bilang kita tidak bisa lakukan itu."

Kalimat Yoo Jonghyuk mengejutkan, memaksa Dokja menoleh.

"Aku hanya ingin tahu apa kau bisa mencari cara yang lebih halus," katanya, "Tapi ternyata, bahkan kau pun tetap berpikir seperti kriminal. Kita sama."

"Huh?" Sesuatu mengganggu di benak Dokja. "Jadi kau sudah pikirkan itu?"

"Kau pikir kepalaku hanya hiasan? Atau kau pikir aku akan menerima rencana dari pemula?"

Ya. Atau tidak. Dokja sebenarnya hanya ingin terlihat pintar di hadapan senior yang pernah menjadi mentor dan diam-diam mereka pernah tidur bersama karena kedinginan. Yoo Jonghyuk tidak suka memuji, ia tidak suka mengapresiasi, namun sering kali, dan membuat candu, sebuah perhatian-perhatian muncul sebagai rasa bangga dan terimakasih. Kim Dokja haus akan perhatian-perhatian kecil itu.

Lalu kemudian Yoo Jonghyuk melanjutkan, "Aku punya rencana. Aku cuma tidak membeberkannya dengan ceria sepertimu." Sebuah senyum kecil tampil di sudut bibir ketika matanya terpejam singkat. Seakan dia tengah bahagia...

....bahagia melihat Dokja menggunakan seluruh protein dari coklat almond -yang dia makan sebagai cemilan siang- untuk menyusun rencana-rencana yang bisa menembus logika Jonghyuk. Dan tetap tidak berhasil mewujudkan keinginannya.

"Kau brengsek, kau tahu?" Benar-benar menyebalkan.

Yoo Jonghyuk berhenti bersandar dan berdiri tegak. Postur tubuhnya sempurna, terlebih ketika ia melangkah ke arah Dokja hingga beberapa debaran sedikit lebih cepat dari biasanya. Dokja benar-benar berpikir pria itu akan berhenti di depan mata, namun Joonghyuk hanya menepuk lembut puncak kepala Dokja dan berjalan lewat, menuju ampule berisi cairan meja.

"Ini racun," Jonghyuk berkata demikian kemudian melirik Dokja untuk melanjutkan, "Dan ini Indah."

Dokja masih merasa terpuji dengan tepukan singkat yang baru terjadi, namun kini ia kembali dilanda keraguan mengenai apa hanya halusinasi pribadi atau memang kalimat itu meninterpetasikan dirinya?

"Kau tahu bagaimana cara menggunakan racun tanpa membunuh target?"

Kerongkongan Dokja serasa berat menelan ludah, tapi ia tetap menjawab, "Ciptakan ketakutan. Bunuh salah satu temannya."

"Benar." Jonghyuk menyimpan ampule di saku, menarik jaket, kemudian berkata, "Ayo. Kita harus lakukan beberapa penculikan dan penyusupan."

Sebuah cahaya berputar di manik gelap Dokja begitu mendengar Joonghyuk berucap demikian.

Menculik teman. Menyusup dalam klub. Memancing target. Mengancam. Mengintrogasi. Menyelesaikan misi. Semua itu adalah rencana Dokja yang ternyata diam-diam disetujui dan akan mereka lakukan. Memang Yoo Jonghyuk itu menyebalkan, tapi bagaimanapun juga Dokja tidak bisa tidak menyukai orang ini.

"Kau hanya harus bilang aku melakukan perencanaan yang bagus." Ia mencibir.

"Karena itu kita melakukannya, kan?"

"Ya."

END

Day1
SeaglassNst

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top