Bab 3

Alexa memasuki pintu lobby gedung kantor milik keluarga Henry. Hawa dingin AC terasa di kulitnya saat ia masuk. Kesan mewah dan nyaman, itulah yang ia lihat saat memasuki gedung kantor ini. Alexa sudah beberapa kali datang kemari, jadi ia sudah tahu harus melangkah ke mana.

“Selamat siang, nyonya William!”

“Selamat siang!”sahut Alexa tersenyum pada satpam penjaga yang menyapanya. Ia meringis mendengar nama barunya kini. Tapi status barunya itu tetap membuat hatinya serasa teriris. Ia sama sekali tidak bahagia atau bangga dengan sebutan nyonya William.

Alexa mengambil tas dan menentengnya setelah benda itu melewati alat pemindai. Lalu ia menempelkan kartu akses. Tidak lama pintu palang otomatis terbuka. Memberi jalan baginya untuk melangkah maju. Ia memilih lift paling dekat. Memencet tombol dan kembali berdiri menunggu kotak besi terbuka. Suasana lobby kantor tidak terlalu padat karena ia datang di saat jam kerja. Hanya terlihat beberapa karyawan atau OB yang berjalan melintas. Beberapa staf mengenal dan tersenyum menyapa padanya. Alexa pun membalas dengan tersenyum mengangguk.

Lift terbuka dan wanita itu langsung masuk. Memencet tombol lantai di mana tempat Henry bekerja. Ia bersandar di dinding lift. Hatinya masih penasaran mengapa papa Henry memanggilnya kemari. Di hari setelah pesta pernikahan mereka pula.

Ting…

Lift terbuka. Mata Alexa melebar melihat orang yang masuk ke dalam lift.  Tidak menyangka akan bertemu dengannya di lift. Orang itu pun ikut terkejut. Sedetik kemudian wajahnya kembali datar sembari melangkah masuk. Ia berdiri di samping Alexa dengan mimik wajah dingin. Suasana hening dan canggung kembali terasa ketika lift sudah tertutup dan naik ke lantai atas. Sunyi menyelimuti keadaan di dalam lift. Tidak ada yang berniat untuk mulai bicara.

Alexa menarik napas lega ketika lift tiba di lantai dua puluh dan terbuka. Henry langsung menghambur keluar. Tanpa mengajak Alexa atau menahan pintu lift. Alexa memutar bola mata dengan malas. Ia keluar dan mengikuti langkah kaki Henry. Alexa belum pernah menginjakkan kaki di lantai ini. Lantai dua puluh memang merupakan tempat para petinggi perusahaan suaminya bekerja. Serta ada ruang meeting dan pertemuan yang luas.

Mereka melewati koridor dengan karpet berwarna abu-abu. Di sisi lain terdapat jendela panjang yang memberikan penerangan. Dan sisi lain terdapat banyak pintu. Di balik pintu terdapat ruangan meeting. Dan bagian belakang ruangan kerja para atasan termasuk presdir.

“Selamat siang, Pak Henry dan Bu Alexa.”

“Selamat siang, Nora.”sapa Alexa kepada sekretaris mertuanya.

“Papa ada?”tanya Henry.

Alexa mendelikkan mata ke arah suaminya yang tidak membalas sapaan Nora. Sungguh memalukan sebagai atasan. Meski Henry anak dari pemilik perusahaan ini Seharusnya ia tetap memberi contoh yang baik bagi para karyawan. Seharusnya ia bersikap ramah. Bukan datar seperti kayu. Tapi lelaki itu tetap bersikap biasa. Nora tersenyum karena sudah biasa dengan sikap dingin Henry.

“Bapak ada di dalam.”kata Nora.

Henry meneruskan langkah kaki menuju pintu yang ada di samping meja kerja Nora. Ia mengetuk lalu langsung membukanya tanpa menunggu jawaban dari dalam. Pria yang berada di dalam dan sedang duduk langsung mendongak.

“Alexa! Kamu sudah datang!”kata Shane tersenyum sambil beranjak bangun dan berjalan memutari meja. Tangannya terentang menyambut menantunya. Lalu ia memeluk Alexa. Sementara Henry duduk di sofa dan menatap dengan malas.

“Selamat siang, pa!”sahut Alexa membalas pelukan Shane.

“Ayo duduk dulu! Kamu kok tadi malah masuk duluan?! Tidak mengandeng tangan Alexa? Dia kan istri kamu!”tukas Shane.

“Aku yang minta, pa. Aku masih malu kalau dilihat sama orang-orang.”kata Alexa melihat Henry tampak enggan menjawab ucapan papanya.

Shane tertawa. “Kenapa harus malu?! Harusnya kamu bahagia bisa menjadi bagian dari keluarga kamu dan menjadi istri Henry!”

Alexa hanya mengulas senyum. Ucapan Shane mengenai bahagia menjadi bagian keluarga William menyentil hatinya. Bagaimana ia bisa bahagia jika mereka menikah karena terpaksa?! Ada kalimat bahwa cinta akan datang karena terbiasa. Apa kalimat itu akan terwujud dalam hubungan mereka? Henry tidak mencintainya. Henry tidak memiliki perasaan padanya.

“Ada apa papa memanggil kami berdua kemari?”tanya Henry yang tidak ingin berlama-lama.

Alexa duduk di samping Henry. Agak memberi jarak namun tidak terlalu jauh dari lelaki itu. Lalu menatap Shane yang duduk di seberang mereka.

Shane memperhatikan ke dua orang yang ada di hadapannya. Mulutnya mengulas senyum lebar. "Papa sangat senang melihat kalian bersatu."

Henry memutar bola matanya dengan kesal serta malas. "Papa sudah sering mengatakan hal itu dari sebelum kami menikah."

Shane tertawa. "Kamu ini....cobalah untuk lebih lembut dan perhatian dengan Alexa. Jangan hanya dengan Allysa saja kamu bisa bucin!"

Tawa Alexa nyaris meledak mendengar perkataan mertuanya. Benarkah Henry begitu?! Benarkah pria yang selalu memasang wajah dingin dan datar bisa bertindak bucin?! Rasanya tidak cocok, batinnya. Ia berdehem untuk menutupi suara tawa tertahannya.

"Kalau papa hanya ingin membicarakan hal ini, lebih baik aku keluar, pa."kata Henry hendak beranjak bangun.

"Hei....hei....papa belum beres! Bukan itu yang hendak papa bahas. Kamu sensi amat sih?!"

Henry menghela napas dan kembali duduk.

"Kamu kuliah jurusan bisnis kan?! Dan pernah membantu papamu di kantor?"tanya Shane pada Alexa.

Alexa mengangguk. Ia masih berusaha mencerna maksud dari ucapan mertuanya.

"Dan papa hendak memindahkan Henry untuk mengelola bisnis baru papa. Karena itu papa ingin kamu menempati posisi sebagai asisten pribadinya. Papa percaya kamu bisa...."

"Tidak!"seru pasangan suami istri itu secara bersamaan.

Shane terdiam kaget. Bukannya ia marah dengan penolakan ke dua orang itu, ia malah terbahak keras. "Kalian begitu kompak! Memang sudah jodoh!"

Henry mendengus. "Pa, bukannya itu terlihat tidak profesional?! Kami tidak ingin menyebarkan gosip buruk di kantor dan para karyawan pasti bisa mempertanyakan profesionallitas kami."

"Kamu harus melakukannya. Papa yakin kalian tetap bisa bekerja dengan baik. Jangan buat papa kecewa."ujar Shane. "Dan di hadapan kalian ini adalah atasan kalian. Bukan papa atau mertua. Ini perintah langsung dari atasan."sambungnya dengan nada serius.

Alexa mendesah. Ia tahu tidak akan bisa menolak atau menghindar. Perintah Shane tidak akan bisa dibantah lagi. Ia merasa hidupnya seakan berakhir. Kebahagiaannya pun terasa runtuh. Belum cukup ia melewati harinya bersama si pria es batu di rumah. Kini ia harus menghabiskan waktu seharian di kantor. Kantor yang semula merupakan tempat pelarian dari suasana rumah yang memuakkan, kini layaknya sudah seperti neraka baginya.

Alexa merasa marah dan kesal. Tapi dia tidak bisa berbuat banyak. Hatinya makin kesal mendengar Henry yang menawarinya pulang bersama. Ia tahu itu hanya sandiwara di depan papanya. Dan di perjalanan, Alexa memilih untuk diam. Dia mengalihkan mata keluar jendela. Memperhatikan jalanan dengan tiang lampu serta banyak kendaraan lainnya yang melintas.





Bersambung....

Utk cerita ini, lebih update di KBM dan Karyakarsa ya. Di sana sudah sampai bab 30an.

Di sini jg akan update tapi mungkin lama 🙏

Boleh pilih salah satu dan search nama akunku : agustine81

Atau klik link di bawah ini :

KBM
Evergreen - agustine81
Alexa Winston
Bukan kemauannya untuk menjadi orang ke tiga dalam hubungan kasih kakaknya. Bukan kein...

Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link di bawah:
https://read.kbm.id/book/detail/db60b2f5-c035-45b2-8a8c-8201ef26dfc1

Karyakarsa
https://karyakarsa.com/Agustine81

Jangan lupa follow aku ya 🙏💕

Thank you....


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top