5. Suami Istri
Part 5 Suami Istri
Leta menatap ketegangan di wajah Kei. Sekarang reaksi Keilah yang membuatnya semakin curiga. Kecurigaannya pada Kei sempat luntur, tetapi sekarang kata-kata Rosaline mengundang kecurigaan yang lebih besar lagi terhadap suaminya. Sebenarnya apa yang disembunyikan Kei darinya. Kenapa pria itu seolah bermusuhan dengan kedua kakaknya. Dan ia tak tahu kalau Rosaline mengenal Kei lebih dari sekedar sebagai adik iparnya. Keduanya tampak saling mengenal secara pribadi.
“Kau bersekongkol dengan Rayyan untuk melakukan semua ini padaku?” desis Kei tajam.
Rosaline mendengus. “Hubunganku dan Rayyan tidak sedekat itu.”
“Lalu apa tujuanmu datang ke sini?”
“Melihat keadaan adikku dan … tempat tinggal baru kalian.” Rosaline mengedarkan pandangan ke sekeliling mereka. “Tak lebih bagus dari rumah lama kalian.”
“Enyah saja kau, Rosaline.” Bibir Kei menipis keras, suaranya keluar dengan tajam dan penuh emosi yang kuat. Tetapi tak sampai membuat bayi dalam gendongannya terusik.
Rosaline terkekeh, melirik wajah mungil yang terlelap di dada Kei. “Bayi kalian sangat tampan,” komentarnya dengan senyum sinis. “Apa aku boleh mencoba menggendongnya?”
Kei menyambar lengan Leta, setengah memaksa membawa wanita itu ke depan lift, yang segera terbuka dan membawa mereka naik ke lantai atas. Paling atas.
“Apa sebelumnya kita tidak tinggal di sini?” Leta memulai pembicaraan setelah lift bergerak beberapa lantai ke atas.
Kei tak menjawab. Menatap angka di samping pintu yang terus bergerak naik. Hingga akhirnya lift berhenti pun pria itu tak mengatakan apa pun. Berjalan keluar lebih dulu ketika pintu lift terbuka dan langsung tersambung pada foyer. Ada meja bulat dengan vas bunga besar di tengah ruangan tersebut.
Leta mengikuti langkah Kei. Dinding, hiasan, dan perabot yang memenuhi ruangan luas tersebut didominasi warna hitam dan emas. Ada tangga spiral yang mengarah ke lantai dua dan hanya ada dua pintu ganda berwarna hitam di samping tangga. Kei masuk ke salah satu pintu, Leta menyusul masuk.
Begitu sampai di kamar tidur dengan dinding kaca yang menampilkan pemandangan langit biru dan pusat kota, Leta menemukan Kei di sisi kiri ruangan. Yang dibatasi partisi dan ditata untuk ruang tidur baby Ace.
Kei membaringkan sang putra di sana, memerintah pengasuh untuk keluar dan membereskan semua barang-barang baby Ace yang masih ada di luar.
“Kau belum menjawab pertanyaanku.”
“Kemarin kita berdebat karena bualan Rayyan dan sekarang kau ingin kita berdebat karena omong kosong Rosaline?”
“Apa hubunganmu dengan keluargaku memang seburuk ini?”
“Hanya Rayyan dan Rosaline. Mereka yang tidak menyukaiku dan aku tak berniat menyukai mereka. Apalagi memperbaiki hubungan ini. Rumah tangga kita tak membutuhkan mereka.”
“Kak Rayyan menikah dengan adikmu.”
“Ya, lalu?”
“Dan kau terlihat jelas membenci kak Rosaline? Kalian punya masalah pribadi?”
Mata Kei mengerjap.
“Jadi memang ya?”
Kei menggurus jemarinya di rambut kepalanya. Bahkan dengan ingatan Leta yang hilang saja keduanya masih sering berdebat. Wanita itu hanya kehilangan ingatan, kebenciannya terhadapnya masih ada. Masih tersisa. “Apa yang kau inginkan?”
“Kau bertanya apa yang kuinginkan?”
“Aku sudah menjelaskan padamu bagaimana pernikahan kita. Bagaimana perasaanmu. Sekarang apalagi yang kau inginkan, hah? Kau lebih percaya mereka dibandingkan aku? Suamimu sendiri.”
Leta terdiam. Mengamati kefrustrasian yang memekati wajah Kei. Memperhatikan lebih dalam setiap permukaan wajah pria itu yang juga digurati keletihan. Ya, selama sepuluh hari ia di rumah sakit, pria itu yang menjaganya dan baby Ace.
‘Apa Kei mudah marah? Pahami dia jika dia menjadi tak sabaran. Dia kurang tidur dan pekerjaannya di kantor juga banyak. Jadi mama minta maaf jika terkadang kata-katanya sedikit kasar. Dia sangat menyayangi kalian berdua sehingga mau melakukan kerepotan ini seorang diri. Dia bahkan menolak semua bantuan yang mama berikan.’
Kata-kata mama mertuanya kemarin kembali terulang di benaknya. Ya, selama tiga hari setelah ia bangun dari komanya. Kei sendiri yang turun tangan untuk marawatnya dan baby Ace. Jika ada kesempatan, pria itu akan menggunakan untuk bekerja di sofa. Bahkan ia tak pernah melihat pria itu memejamkan mata. Terkadang jika ia bangun di tengah malam karena haus, pria itu sedang menidurkan atau membuatkan susu untuk baby Ace.
“Aku akan percaya padamu.” Balasan Leta membuat Kei tertegun. Ketegangan di wajah pria itu mulai mengendor. Menatapnya lama. “Kau suamiku. Tak mungkin memiliki niat jahat kepadaku, kan?”
Kei masih membeku. Kecurigaan di raut Leta segera luntur bersama perubahan suara wanita itu yang menjadi lebih lunak. “Ya, tak mungkin.”
Leta mengangguk. Semua yang dilakukan Kei selama tiga hari ini, yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri adalah apa yang dilakukan seorang suami terhadap istrinya. Seorang pria yang ia cintai.
Kei maju beberapa langkah, membawa tubuh Leta ke dalam pelukannya. “Maaf, pikiranku benar-benar kacau dan aku tak benar-benar tahu apa yang kukatakan.”
Leta mengangguk meski terkejut dengan pelukan tiba-tiba tersebut. Napasnya tertahan dan jantungnya berdegup dengan kencang.
“Sekarang aku akan bersikap lebih baik.” Kei memperdalam pelukannya. Mendaratkan bibirnya di ujung kepala Leta.
Leta kembali dikejutkan dengan sentuhan tersebut. Tubuh mereka benar-benar merapat dan tubuhnya menegang oleh rasa canggung. Sejak bangun dari komanya tiga hari yang lalu, ini adalah pertama kalinya tubuh mereka menjadi sedekat ini. “K-kei?”
Leta menggeliatkan tubuhnya. Sedikit mendongakkan kepalanya dan ia segera menyesali gerakan tersebut. Wajahnya menghadap wajah Kei dengan jarak yang sangat dekat hingga ia bisa menghirup napas itu di hidungnya.
Lima detik penuh keduanya saling pandang. Detik berikutnya Kei mengambil keputusan untuk mendaratkan bibirnya di bibir Leta. Membungkam kesiapnya dengan ciuman.
Leta berniat menarik dirinya, tetapi lengan Kei menahan tengkuk dan pinggangnya. Semakin merapatkan tubuh mereka seiring dengan ciuman yang semakin intens. Napas Kei mulai memburu. Satu gigitan lembut membuat Leta membuka mulut, memberikan celah lidah pria itu masuk. Menjelajahi mulutnya. Tak memberi kesempatan baginya untuk bernapas, apalagi menolak cumbuan pria itu.
Ketika Leta benar-benar hampir kehabisan napas, barulah Kei melepaskan bibirnya. Napasnya terengah, begitupun dengan debaran jantungnya yang membuat dadanya bergerak naik turun dengan keras.
Kei menahan senyum gelinya.
“A-apa yang kau lakukan?” Leta menggeliatkan tubuhnya, melepaskan kedua lengan Kei dari tubuhnya.
“Apa?”
“I-ini.”
Kedua alis Kei bertaut, memahami apa yang dimaksud sang istri. “Apa ada yang salah?”
“A-aku tidak siap melakukan ini.”
“Apa maksudmu?”
Leta kebingungan untuk menjelaskan. Terutama ketika melihat tempat tidur yang ada di depan mereka. Dan saat itu pula ia baru menyadari apa itu arti hubungan sepasang suami istri. Hubungan mereka saat ini. Tak yakin apakah ia bisa menghadapi Kei sebagai seorang suami dengan ingatannya yang sekarang.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top