4. Seharusnya Kau Tidak Hilang Ingatan

Part 4 Seharusnya Kau Tidak Hilang Ingatan

‘Aku ingin bercerai!’

‘Kau ingin bercerai? Kau lupa aku menikahimu bukan untuk melakukan hal semacam itu. Pernikahan kita akan bertahan. Satu-satunya cara pernikahan ini akan berakhir adalah ketika kau mati. Apa kau mengerti?’

Leta mengerang, rasa sakit itu menusuk-nusuk seperti ribuan jarum yang memenuhi kepalanya. Semakin ia berusaha menggali lebih dalam, sakitnya semakin dalam. Dan ia tak tahan. Tak bisa menahannya lebih lama lagi dan berhenti mengingat. Matanya terbuka, lembaran itu tertutup. Kembali berganti lembaran putih yang kosong di antara kabut-kabut putih yang menyelimuti kepalanya. 

“Kepalamu sakit?” Kei mendekat, memegang kepala Leta dan lekas mengambil tisu ketika melihat keringat sebesar jagung menghiasi kening.

Leta mengangguk. Tetapi saat ia berhenti mengingat, rasa sakit itu juga ikut berhenti. Menatap wajah Kei yang terlihat cemas. Entah apa pria itu benar-benar mencemaskannya atau berpura-pura mencemaskannya. Kata-kata Rayyan tak berhenti memenuhi benaknya. Menumpuk pertanyaan-pertanyaan baru yang membuatnya semakin tenggelam dalam kebingungan.

“Berhentilah berusaha terlalu keras.”

Leta mendongak. “Apa?”

“Apa saja yang dikatakan oleh Rayyan?”

“Tidak ada.”

Kei tertawa. “Kau pikir aku percaya?”

“Kau berharap apa yang dikatakan oleh kak Rayyan?”

“Apa pun itu, sebaiknya dia berhenti berusaha terlalu ikut campur urusan pernikahan kita.”

“Dia hanya mencemaskanku.”

“Sebaiknya dia mencemaskan istrinya sendiri dibandingkan mencemaskan istri orang lain.”

“Dia kakakku.”

“Sekaligus pria yang kau cintai.”

Leta mengerjap terkejut.

“Ck, kalian pikir bisa menyembunyikannya dariku? Hanya orang bodoh yang tak tahu arti tatapan kalian. Kakak adik, seharusnya kalian menyadari tempat masing-masing. Kenapa kalian begitu tak sadar diri?”

“Aku tak tahu apa yang kau katakan, Kei.”

“Ya, sebaiknya tidak. Jika sekali lagi dia ikut campur hal yang bukan urusannya, akan kupastikan hidupnya tak bisa tenang.”

Leta tertegun. Menyadari hubungan sang kakak dan Kei yang tampaknya jauh dari kata baik. Bahkan ketika Kei dan Rayyan saling pandang, ia bisa merasakan ketegangan yang tak bisa dilihat oleh siapa pun. Tertutup rapat di depan semua anggota keluarga.

“Lalu kenapa aku ingin bercerai darimu?”

Raut datar Kei seketika membeku. Tatapannya menajam. “Jadi itu yang dikatakannya padamu?”

Leta tak mengangguk.

“Aku pun menanyakan hal yang sama.” Kei berhenti sejenak. Kebekuan di wajahnya mulai memcair. “Kenapa dia mengatakan hal semacam itu sementara kita hidup dengan bahagia dalam pernikahan ini?”

“Kau bilang pernikahan kita tidak mudah.”

“Tidak mudah, bukan berarti tidak bahagia.”

Leta terdiam.

Kei mengeluarkan ponselnya. Sejenak jemarinya bermain-main di layar dan menunjukkan gambar-gambar di sana. Ada banyak fotonya dan Kei. Di pantai, di cafe atau restoran. Di kamar, ruang kerja, dan bahkan di atas tempat tidur. Saat perutnya masih rata, mulai membesar, dan bahkan sudah sebesar semangka. Dan satu hal yang terlihat jelas di sana. Ia tersenyum. Matanya berbinar dan wajahnya penuh dengan kebahagiaan.

“Satu lagi.” Kei masuk ke ruang chat. Kontak dengan nama istri tersebut menunjukkan banyak percakapan singkat. Tetapi Kei mengarahkan perhatiannya pada pesan darinya.

‘Aku mencintaimu.’

Apakah dia yang mengirim pesan itu?

“Kau pikir aku menggunakan ponselmu untuk mengirim pesan ini?”

Leta tak menjawab. Ia tak membayangkan akan mengatakan hal itu pada Kei sementara sekarang yang ada di hatinya adalah pria lain. Rayyan?

Leta menggeleng. Menepis semua pemikiran itu. Mengingatkan dirinya bahwa Rayyan sudah menikah dengan Celin yang sedang mengandung anak mereka. Dan dirinya, dirinya sudah menikah dengan Kei. Pernikahan mereka memang tidak mudah, tetapi ia bahagia.

Sekali lagi Leta mengulang semua itu di benaknya. Menanamkan pikiran bahwa semua itu adalah kenyataan.

“Maaf. Aku hanya belum bisa mengingat semuanya,” ucapnya kemudian. Ya, pasti ada alasan yang membuatnya terlihat bahagia dalam pernikahan mereka, kan? Pandangan Leta beralih pada boks bayi di samping mereka. Menatap baby Ace yang terlelap dengan nyaman di sana.

“Ya, kau akan mengingat semuanya.” Kali ini suara Kei terdengar lembut. Meski beberapa bukti yang ia tunjukkan adalah palsu, tetap saja semua ini demi kebaikan mereka. Untuk membuang semua keraguan Leta atas dirinya. Juga atas pernikahan mereka.

Ingatan itu tak perlu kembali. Kehadiran baby Ace sudah cukup melengkapi rumah tangga mereka. Tak ada yang mereka butuhkan selain memiliki satu sama lain. Keluarga mereka sudah sempurna. Untuk kebaikan semua pihak.

*** 

Leta menatap gedung tinggi di hadapannya. Bukankah Rayyan kemarin bilang mereka punya rumah. Tapi …

“Kenapa?”

Leta menggeleng. Mengikuti langkah Kei yang menggendong baby Ace sementara beberapa orang   lekas mendekat untuk membawa semua barang-barangnya dan baby Ace di bagasi. Tangannya ditarik oleh Kei, menaiki dua undakan dan melewati pintu putar. Lobi dan ruang tunggu yang luas membentang di hadapannya. Bersih, mewah, harum, dan dingin. Leta bisa merasakan perpaduan semuanya. Tak ada kata sederhana dalam setiap desain interior dan perabotnya, semua lebih digunakan untuk memperindah pandangan siapa pun.

“Ayo.” Lagi-lagi Kei memecah lamunan Leta. Yang tampak asing dengan semua ini.

“Kita tinggal di sini?”

Kei mengangguk. Menarik sang istri ke arah sisi lain ruangan, menuju lift khusus yang dijaga oleh dua keamanan. Sementara orang-orang yang membawa barang-barang mereka ke arah sebaliknya.

“Kei?” Suara memanggil dari arah ruang tunggu yang ada di samping kanan menghentikan langkah keduanya. Wajah Kei seketika membeku, menatap wanita yang mendekati mereka.

“Kak Rosaline?” Raut Leta dipenuhi keheranan sang kakak ada di tempat ini. Jika Rayyan selalu bersikap lembut dan penuh kasih sayang terhadapnya, berbanding terbalik dengan sikap kakak perempuannya. Rosaline Syailendra, satu-satunya orang di keluarga Syailendra yang tidak menyukai keberadaannya. Menganggapnya sebagai pembawa sial di keluarga dan hidup sang kakak.

Bahkan mereka nyaris tak pernah saling bertatap muka meski tinggal di atap yang sama. Rosaline selalu berada di ruangan mana pun yang tidak ada dirinya.

“Kau baik-baik saja?”

Dan tentu saja pertanyaan semacam itu membuat Leta terheran. Menatap wajah cantik sang kakak. Tubuhnya tinggi langsing dengan rambut berwarna merah bergelombang yang dibiarkan terurai. Tak heran jika sang kakak ada seorang model terkenal. Dan meski beberapa teman sekolahnya mengaku sebagai penggemar Rosaline, ia tak berani mengaku bahwa dirinya adalah adik angkat wanita itu.

“Mama bilang kau hilang ingatan.” Rosaline menyilangkan lengannya yang di depan dada. Menunjukkan perban yang menempel dari siku hingga pergelangan tangan. “Jadi kau tak ingat semuanya.”

Pandangan Leta terpaku pada lengan Rosaline. “Kenapa tangan kakak?”

“Hanya luka bakar.” Rosaline menatap wajah Kei yang tampak menegang. Tatapannya menajam, tetapi ia mengabaikan amarah yang berusaha pria itu tahan. “Sayangnya bekasnya tak akan sembuh untuk waktu yang cukup lama. Jadi aku berhenti bekerja selama beberapa bulan.”

Leta kembali dibuat terpaku dengan jawaban tersebut. Itu adalah kalimat terpanjang seorang Rosaline yang pernah diberikan padanya.

“Dan sayang sekali kau tak ingat semuanya.”

“Apa maksud kakak?” Leta menatap Rosaline dan lengan sang kakak bergantian. Apakah dia ada hubungannya dengan …

“Kita ke atas.” Kei menarik lengan Leta sebelum Rosaline kembali membuka mulut.

“Kenapa kau tampak ketakutan, Kei?” Pertanyaan Rosaline membuat Leta melepaskan pegangan Kei. Menatap wanita itu dengan penuh tanya. “Kau hanya akan membuatnya curiga.”

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top