26. Keluarga Ganuo
Part 26 Keluarga Ganuo
Leta langsung menemukan Ken yang duduk di sofa panjang saat sang mertua menghampirinya dan Kei. Memeluknya sejenak dan beralih pada baby Ace di gendongan sang suami.
“Kalian duduklah. Sebentar lagi Celena turun.” Sesil setengah menghindari tatapan tajam Kei.
“Aku akan menyusulnya.”
“Kei?” Sesil menahan lengan sang putra.
“Kenapa? Ada yang salah …”
“Mama tahu kecemasanmu, tapi mereka sudah dewasa.”
Mata Kei menyipit tajam.
“Celena dan Celin.”
“Bukan itu maksud mama yang pertama, kan?”
“Ck, biarkan, Sesil. Aku menahan diri karena kau.”
“Kalau begitu dia juga akan melakukannya untukku. Kenapa tidak ada yang mendukung keputusan Celena?”
“Memangnya kenapa kita harus mendukung keputusan Celena?” Mata Kei semakin menyipit curiga.
Sesil menelan ludahnya, kemudian memberikan baby Ace pada Leta dan meminta wanita itu duduk di sofa lebih dulu. Menjauh dari pembicaraan yang serius.
“Kau ingat apa yang terjadi pada kita, Saga?”
“Tentu saja, tapi aku melakukannya dengan urutan yang berbeda. Koreksi itu.”
“Urutan yang berbeda dengan cara yang salah.”
“Urutannya benar.”
“Denganku ya. Tapi aku yakin banyak mantan kekasihmu sebelum aku, kan?”
Saga menutup kembali mulutmu. “Kau tak punya kekasih sebelum menikah denganku?”
“Dirga hal yang berbeda.”
“Ah, karena dia satu-satunya pria yang tulus denganmu?”
Sesil memelototkan matanya. Tetapi kedatangan Celin dan Rayyan yang semakin mendekat. “Kau ingin bertengkar di depan anak-anak?”
Saga menggeleng. “Kei, kau mengenal Dirga?”
“Om Dirga?”
Saga mengangguk mantap. “Anaknya, El Noah menghamili Celena. Sementara mamamu sedang berusaha menjodohkan El Nora dengan Ken?”
Ken yang duduk di samping Leta dan Kei yang hendak menaiki anak tangga seketika menoleh, menatap Saga dan Sesil bergantian.
“Kenapa kau selalu sensitif setiap kali berhubungan dengan Dirga?”
“Aku tidak.”
“Kau ya.”
“Tidak.” Saga mendesah dengan gusar. “Kau bahkan mengomel padaku hanya karena perawat Ken melirikku. Dia punya mata, Sesil. Memangnya kau tidak melirik.”
Kei yang menyadari perselisihan tersebut segera mendekati sang mama kembali.
“Aku mengenali tatapan itu. Perawat muda itu menggodamu.” Sesil memberengut kesal. “Apa dia bahkan tidak tahu kau sudah punya cucu?”
“Benarkah?”
Sesil melotot sempurna sambil melempar bantal dari balik punggung sofa.
Saga menahan senyumnya. “Lihatlah, meski kau sudah punya cucu, tetap saja kau seorang wanita yang suka cemburu dan berpikiran berlebihan.”
“Kau membuatku memecat mereka dengan rasa bersalah.”
“Aku hanya diam juga tetap salah, ya? Aku bahkan tak peduli kau memecat mereka. Untuk ketenangan istriku. Tapi sekarang, kau berencana menikahkan anakmu dengan anak mantanmu.”
“Itu masa lalu. Dirga bahkan sudah punya cucu. Juga kau, Saga.”
“Ya, masa lalu.”
“Apa semakin tua kau semakin ragu denganku? Karena aku sudah tidak secantik perawat muda itu?” Suara Sesil mulai melirih.
Saga menghela napas sambil beranjak dari duduknya. Menghampiri dan memeluk sang istri. “Apa mamamu cantik?” tanyanya kemudian pada Kei.
“Selalu menjadi yang tercantik.”
Sesil mendengus. “Leta mendengarnya, dia tak akan membiarkanmu tidur di kamar.”
Kei terkekeh, ikut mendekat untuk memeluk sang mama. Tetapi Saga hanya membiarkan pelukan tersebut bertahan sejenak. “Kau sudah punya istri.”
Sesil terkikik. Dalam sekejap, keributan tersebut berubah menjadi tawa. “Dia anakmu, Saga.”
“Apakah biasanya mereka seperti ini?” Rayyan berbisik lirih tanpa melepaskan pandangan dari kedua mertuanya tersebut.
“Tidakkah mereka terlihat sangat mesra?” senyum Celin, melepaskan pegangannya pada Rayyan dan ikut mendekat. Membiarkan tubuhnya ikut bergabung dengan pelukan tersebut.
“Ini dia anakku.” Saga mencium ujung kepala Celin dengan lembut.
Rayyan hanya tercenung di tempatnya, melihat senyum Celin yang begitu lebar.
Sementara di sofa, Leta menatap Rayyan yang melepaskan pandangan dari Celin. Untuk pertama kalinya, ia merasa senang dengan tatapan tersebut. Tak ada lagi kecemburuan maupun rasa iri terhadap iparnya tersebut.
“Baguslah kalau mereka menikah.” Gumaman dari samping mengalihkan perhatian Leta. “Aku tak suka dijodohkan.”
Leta menatap Ken. Masih ada goresan yang membekas di pipi pria itu.
“Dan aku tak suka menggunakan alasan kebahagiaan orang tuaku untuk menikahi siapa pun.”
“Kau berpikir aku melakukan hal yang salah?”
Ken menggeleng. “Itu memang seperti dirimu, Leta. Kau selalu mengorbankan dirimu untuk kebahagiaan orang lain.”
Leta memberikan satu gelengan sebagai bantahan. “Sekarang aku bersikap egois pun, kau tetap berpikir aku melakukan hal yang salah.”
Ken tersenyum tipis, keduanya saling pandang hingga suara celotehan baby Ace mengalihkan keduanya. Pria itu melirik sang keponakan. “Dia terlihat seperti Kei. Apakah kau memang begitu mencintainya?”
“A-apa?”
Ken mengedikkan bahu dan menyandarkan tubuhnya ke sofa. “Orang bilang, saat anaknya mirip dengan ayahnya. Itu artinya ibunya lebih mencintai si ayah. Dan sebaliknya.”
“Dia mirip dengan kami berdua. Artinya kami saling mencintai. Kau puas?” Kei mengambil baby Ace dan mengambil lengan Leta untuk beranjak dari tempat tersebut dan berpindah ke sofa panjang di seberang meja.
Ken hanya tersenyum tipis. Tanpa melepaskan pandangannya dari Leta secara terang-terangan yang membuat Kei semakin kesal.
***
El Noah Dirgantara. Tidak ada satu orang pun di dalam keluarga Ganuo yang tak mengenalnya. Hubungan dekat Sesil dan Davina cukup membawa kedua keluarga tersebut berinteraksi dengan cara yang hangat. Kecuali untuk dua kepala keluarga, yang masih saling bertatapan dengan dingin.
Dan sekarang, satu orang itu bertambah satu. Kei, yang duduk di samping Saga. Tatapan tajam mereka mengarah lurus pada El Noah, yang duduk di seberang meja. Pemuda itu bahkan tidak lebih tua dari Ken, putra bungsu Saga.
“Mereka terlihat manis, kan?” Sesil berusaha mengalihkan ketegangan di wajah Kei dan sang suami. “Dia selalu ingin makan omelet. Tidakkah itu mengingatkanmu akan sesuatu, Saga?”
Saga melirik sang istri dengan ujung matanya. “Apa yang harus kuingat?”
Sesil mengambil sesuap nasi dan mendekatkannya ke mulut Saga. “Buka mulutmu,” ucapnya dengan lembut meski tatapannya diselimuti ancaman. Yang membuat Saga segera membuka mulut dan berhenti memberikan perhatian terlalu banyak pada El Noah dan Celena. Sementara Kei segera beralih pada Leta.
Acara makan malam berlangsung dengan ketenangan. Di akhir, sebagai penutupan makan malam tersebut, Rayyan membantu Celin membawakan kue berbentuk mobil di depan Ken.
“Ck, aku bukan akan kecil, Celin.” Ken mendorong kue tersebut ke depan Celena. “Untukmu saja, sebentar lagi kalian menikah, kan?”
Celin mencubit pundak Ken. “Kau tidak lihat, aku melakukan semua ini dengan perut besarku.”
Ken mengusap pundaknya. Melirik perut besar Celin. “Aku tiga bulan koma di rumah sakit.”
“Aku seperti ini selama sembilan bulan.”
Mulut Ken membuka nutup dua kali. “Itu anakmu.”
Kali ini Celin memukul lengan atas Ken. “Tiup sekarang.”
“Sekarang bukan ulang tahunku.”
“Ah, ini ulang tahunmu yang terlambat.” Celin melengkungkan senyum dengan mata melotot. Yang memaksa sang adik menuruti perintah tersebut.
Celin kembali duduk dengan senyum kepuasan di samping Rayyan. “Potong.”
Ken lagi-lagi tak punya pilihan.
“Potongan pertama untuk siapa?” Celin melirik pada Leta. “Leta lagi?”
“Kenapa kau masih mempertanyakannya.” Tanpa ragu, Ken memberikan potongan tersebut pada Leta, yang duduk tepat di seberang meja. Seketika menciptakan ketegangan di antara kakak beradik tersebut.
“Terima kasih.” Leta tersenyum. Ken memang selalu memberikan potongan pertama kue ulang tahunnya untuk Leta. Bahkan sebelum benar-benar mengenal tentang Kei.
“Sepertinya baby Ace sudah tidur, kalian bermalam di sini, kan?” Sesil mengangguk sebagai jawaban mewakili Kei.
“Ma?”
Sesil mengangguk lagi. Menatap semua putra dan putrinya dengan senyum. “Mama ingin rumah ini ramai lagi. Hanya untuk hari ini.”
Kei kembali merapatkan mulutnya, meski kemudian tatapannya beralih pada Ken yang malah tersenyum.
***
Leta tersentak ketika tiba-tiba lengan Kei memeluknya dari belakang, dan saat menoleh ke samping, ciuman pria itu mendarat di bibirnya. “Kau selalu mengejutkanku, Kei.”
Kei terkekeh, mengendus cekungan di leher Leta. “Ace sudah tidur.”
“Lalu?” Leta tersenyum dengan ciuman yang mulai merambat di balik telinga. Membuat kedua kakinya meluruh dan bersandar pada dada pria itu. “Kei, kau ingat kontrasepsi yang dikatakan dokter, kupikir sudah waktunya kita ke melakukannya lagi.”
Kei berhenti, matanya terbuka dan menatap wajah Leta dari cermin. “Benarkah?”
Leta mengangguk. “Aku baru saja tak sengaja melihat jadwalnya di ponselmu.”
Pelukan Kei melonggar dan mengangguk. Tetapi tangannya tetap berada di perut Leta, sedikit mengangkat ujung baju dan melihatnya bekas jahitan yang masih tampak jelas di sana. “Ya, besok kita akan ke rumah sakit.”
Leta tak langsung mengangguk. Dan tak sempat mengangguk ketika tiba-tiba Kei memutar tubuhnya dan mendudukkannya di meja wastafel, kemudian menyingkap baju Leta lebih ke atas untuk memeriksa jahitan tersebut.
“Apakah masih sakit?”
Leta ikut menunduk untuk memeriksanya dan menggeleng. “Hanya terkadang, jika aku terlalu sering bergerak. Biasanya aku akan langsung beristirahat. Sepertinya hanya …”
“Apa?” Wajah Kei seketika terangkat. Ada kemarahan yang mulai tersirat di kedua mata birunya tersebut. “Kenapa kau tidak mengatakannya padaku?”
“A-aku …”
“Seharusnya kau mengatakannya, Leta. Sejak kapan?”
“Itu baik-baik saja. Sudah semakin berkurang dan itu memang normal, kan? Bukan sakit seperti yang kau pikirkan?”
Kei menipiskan bibirnya, tetapi tak bisa menahan kemarahan dalam tatapannya. “Sekarang aku tahu kenapa papaku begitu takut kehilangan mama saat melahirkan si kembar.”
Mata Leta berkedip dengan raut sendu yang mulai merebak di wajah Kei. Tangan pria pria itu kemudian merangkum wajahnya dan mencium dalam-dalam bibirnya. Dan Leta bisa merasakan betapa dalamnya perasaan pria itu untuknya.
Leta pikir, dirinyalah yang paling mencintai pria itu dan merasa paling sakit hati sehingga melakukan semua kenekatan. Tetapi … melihat cara Kei menatapnya. Cara Kei mencemaskannya. Pria itulah yang lebih mencintainya.
“Aku mencintaimu.” Kalimat tersebut tiba-tiba saja meluncur dari bibirnya. Membuat Kei membeku oleh keterkejutan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top