25. Acara Keluarga
Part 25 Acara Keluarga
“Jangan katakan hal semacam itu, Ken.”
‘Lalu kenapa kau tak melihatku?’
“Apakah kita akan membahas hubunganku dan Kei?”
‘Kei melarangmu datang?’
Leta tak mungkin mengatakan ya meski memang ya. “Aku hanya sibuk.”
‘Katakan alasan yang bisa kuterima, Leta.’
“Apa?”
‘Kei akan mematahkan kakimu jika kau keluar rumah untuk menemuiku, itu terdengar lebih masuk akal bagiku.’
“Lalu apa yang kau inginkan?”
“Masih tetap sama.”
“Ken?”
‘Hmm, aku tahu kau tak mengingatnya. Tapi kau tahu apa yang kuinginkan sekarang.’
“Apa kita harus seperti ini?”
‘Kita memang selalu seperti ini. Aku bertahan sejauh ini karena harapan itu. Hingga kau datang padaku dan …’
“Maafkan aku, Ken.”
‘Hanya maaf?’
Leta menarik napas dalam, menguatkan hatinya lalu berkata, “Aku mencintainya, dan aku melakukan hal yang benar dengan keputusanku.”
‘Omong kosong sialan itu lagi, Leta. Kau sedang hilang ingatan.’
“Dan meskipun ingatanku kembali, aku merasa aku telah melakukan hal benar. Aku bisa merasakannya, Ken. Maaf untuk keegoisanku.” Leta kemudian terdiam, mendengar tawa Ken. Tetapi ia bisa merasakan kesedihan yang memenuhi hati pria itu. Dan tanpa mengatakan apa pun lagi, Leta mengakhiri panggilan tersebut. Menghela napas beberapa kali hingga perasaannya jauh lebih baik.
***
Braakkk …
Sesil terperangah begitu keluar dari kamar mandi dan benda yang dilempar Ken ke dinding pecah menjadi dua bagian. Saat ia menajamkan pandangannya, barulah mengenali benda itu adalah ponselnya.
“K-ken?” Sesil gegas menghampiri sang putra. Tak hanya rambutnya yang gondrong tampak berantakan, raut Ken pun sama berantakannya. Dadanya bergerak naik turun, memendam emosi yang begitu kuat dan dalam.
Satu tawa kecil lolos dari celah bibir pria itu yang menyeringai, menatap sang mama dengan mata yang mulai berkaca. “Kenapa semuanya harus seperti ini?”
Sesil tak tahu harus mengatakan apa, ia bergerak mendekat dan memeluk sang putra. Membiarkan Ken menangis dalam pelukannya.
“Seharusnya sejak awal aku yang menikahinya, kan?”
Sesil masih bergeming. Sebelum Kei mengatakan berniat menikahi putri angkat keluarga Syailendra tersebut, putra sulungnya sudah menanyakan lebih dulu pada Ken. Tetapi Ken menolak karena hubungan mereka hanya teman. Sampai hubungan pertemanan tersebut meregang setelah Kei dan Leta menikah.
“Kenapa harus seperti ini, Ma?”
“Shh, semuanya akan baik-baik saja.”
“Aku tak ingin baik-baik saja dengan situasi ini.” Ken melepaskan pelukan Sesil dan duduk di tepi ranjang. Menatap sang mama dan memberikan dua gelengan. “Aku tak ingin baik-baik saja tanpa Leta.”
Sesil mencoba bernapas meski dengan susah payah. Melihat sang putra hancur, hatinya pun ikut teremas-remas. Tapi bagaimana mungkin ia harus mengorbankan kebahagiaan putranya yang lain?
***
Leta tengah duduk-duduk di ruang tengah sambil memangku baby Ace ketika Kei datang. Jemari baby Ace bermain-main di pipinya, tetapi bayi mungil itu segera teralih ketika mendengar suara Kei di belakang punggung Leta.
“Aku akan mandi dulu,” bisik Kei sambil mendaratkan kecupan singkat di ujung kepala Leta sebelum bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Dan keluar tak lama kemudian dengan rambut yang masih tampak lembab dan tampaknya hanya disisir dengan tangan.
“Kau belum menyisir rambutmu, Kei.”
Kei hanya tersenyum tipis dan duduk di sampingnya. Mengambil baby Ace ke dalam pelukannya. Ciuman pria itu segera menghujani pipi gembul baby Ace. “Kau merindukanku? Ya, tentu saja. Ayah yang lebih banyak. Kau? Ayah. Kau? Tak mungkin. Ayah yang lebih banyak.”
Leta tersenyum mendengarkan monolog tersebut. Kei bisa menjadi begitu dingin dan kasar, tetapi selalu menjadi sisi yang berbeda setiap kali bersama baby Ace. Dan bahkan bayi mungilnya itu tak pernah tertawa sekencang itu kecuali saat bersama Kei.
“Kau?”
Leta mengerjap dengan pertanyaan yang tiba-tiba ditujukan padanya tersebut. “A-apa?”
“Kau tidak merindukanku?”
Wajah Leta seketika memerah. “Pertanyaan macam apa itu, Kei?”
Kei tertawa kecil, menarik lengan Leta agar bergeser lebih dekat dan mengecup bibir wanita itu dengan cepat. “Aku hampir tak bisa berkonsentrasi bekerja karena merindukan kalian berdua.”
Rona di wajah Leta tak bisa lebih merah lagi. membuang pandangannya ke mana pun karena tak tahan dengan tatapan menelisik Kei yang diselimuti kehangatan. “Itu alasan karena kau ingin bermalas-malasan bekerja, kan?”
Kei terkekeh, sekali lagi menarik lengan Leta dan kali ini mendaratkan ciuman di pipi. “Ck, bagaimana mungkin aku bisa bermalas-malasan. Aku melakukan semua ini agar bisa memberikan kenyamanan dan keamanan yang terbaik untuk kalian berdua.”
“Oh ya?”
“Memangnya untuk siapa lagi?”
Leta tersenyum. Membiarkan Kei membawa tubuhnya bersandar pada pria itu dan tersenyum lebih lebar ketika beralih pada sang putra.
“Leta?”
“Hmm?”
“Celin tadi menghubungiku. Minggu depan jadwal operasinya dan dia ingin semua keluarganya berkumpul.” Kei memberi jeda sejenak. Wajahnya berputar dan menatap sang istri yang kedua alisnya bertaut akan keterdiamannya. “Acara makan malam seperti biasa, sekaligus untuk merayakan kesembuhan Ken.”
Leta bergeming. Napasnya tertahan di tenggorokan dan matanya berkedip dengan gugup. “L-lalu?” Tentu saja Kei tak bisa menolak keinginan adik tersayang pria itu.
“Besok pagi kita akan ke rumah papa.”
Leta mengangguk. Pria itu mengucapkannya seolah tak ada apa pun yang terjadi. Sementara dirinya, ia bahkan tak tahu bagaimana harus bereaksi ketika bertemu dengan Ken.
“Kau merasa tak nyaman bertemu dengan Ken?”
Leta tak menggeleng. Kei tentu saja akan menyadari kebohongannya.
“Rosaline dan Ken bagian dari keluarga kita. Seperti yang kau bilang, kita tak bisa menghindari mereka.” Kei membawa Leta ke dalam rangkulannya. “Kita akan terbiasa.”
Leta mengangguk, meski tak yakin akan bisa melakukannya.
***
Leta menjilat bibirnya yang kering ketika kecepatan mobil mulai berkurang. Mendekati pintu gerbang berwarna hitam yang kemudian terbuka untuk mereka. Kei melajukan mobil masuk ke halaman berumput keluarga Ganuo, dengan pengamanan yang ketat di setiap sisi.
Ini bukan pertama kalinya Leta datang ke kediaman Ganuo, tetapi kali ini ketidak nyamanan di hatinya membuatnya gugup. Suara ocehan baby Ace di carseat segera mengalihkan perhatiannya. “Hai sayang, baru bangun?” gumamnya rendah. Saat mobil mulai berhenti, ia melepaskan sabuk pengaman baby Ace dan membawa sang putra ke dalam gendongannya.
“Kak Kei?” Suara Celin yang baru saja turun dari mobil dengan bantuan Rayyan segera mendekati Kei. Memeluk sang kakak dengan senyum yang ceria seperti biasa. “Celena sudah datang dan coba tebak, siapa yang dibawanya ke rumah?”
“Dia sudah punya kekasih?” Mata Kei segera mendelik tak terima. “Aku tak tahu …”
“Ck, dia memang sengaja menyembunyikannya dari kakak.” Celin memukul lengan sang kakak. “Inilah alasannya.”
“Aku harus tahu orang macam apa dia lebih dulu sebelum …”
“Papa mengenalnya. Dan kakak tahu apa saja yang akan dilakukan papa untuk yang satu itu. Setidaknya Rayyan beruntung karena keluarga kita sudah cukup dekat dengan mereka.”
Ujung mata Kei melirik pada Rayyan yang mendekati Leta. Tersenyum dan mengambil baby Ace. Tentu saja pria itu mendengar percakapannya dengan Celin.
“Saat tersenyum, ternyata dia lebih mirip denganmu,” senyum Rayyan menatap baby Ace dan menunjukkannya pada Leta.
Leta mendekat, mengamati baby Ace di samping Rayyan. “Apakah Leta seperti itu?”
Rayyan tertawa dan mengangguk. “Ya, lihat?” Rayyan mendekatkan wajah baby Ace dengan wajah Leta. “Senyumlah.”
Leta tersenyum sambil menoleh ke samping. “Tapi dia punya lesung pipi seperti Kei.”
“Tidak, Kei hanya punya satu dan kau punya dua. Sama seperti dia.”
“Benarkah?”
Rayyan mengangguk dengan mantap yang membuat senyum Leta semakin lebar.
“Dan sejak kapan kau mengamati lesung pipiku?” Kei mendekat dan mengambil baby Ace dari gendong Rayyan. “Dia lebih mirip denganku.”
“Ya. Dia laki-laki. Sepertimu.”
Kei mendengus, kemudian menarik lengan Leta dan berjalan masuk lebih dulu.
Celin mendekat dan bergelayut di lengan Rayyan. “Dia memang seperti itu. Maafkan kakakku.”
Rayyan hanya mendesah kecil, membawa Celin menaiki undakan dengan perlahan meski sesekali pandangannya beralih pada Leta dan Kei yang beberapa langkah di depan mereka. Ada kegetiran dalam hatinya, tetapi ia segera mengalihkan pikirannya pada Celin yang berjalan di sampingnya. Sedikit kesulitan dengan perut besar wanita itu.
“Seharusnya kau tak perlu melakukan semua ini, Celin. Minggu depan jadwal operasimu.”
“Siapa lagi yang akan melakukannya kalau bukan aku. Hubungan kak Kei dan Ken semakin merenggang dan Celena bahkan jarang ada di rumah ini. Lagipula semua ini memang perlu dirayakan. Aku tahu kesedihan yang dirasakan mama dan papa, mereka hanya tak mau bilang karena aku sedang hamil besar dan tak ingin membuatku terbebani.”
Rayyan terdiam. Mengatakan pada pelayan yang datang bahwa barang-barang mereka masih ada di mobil.
“Tapi kak Kei bilang tidak akan bermalam. Ck, aku ingin banyak berbincang dengan Leta tentang merawat baby Ace.”
“Aku akan mengurusnya.”
Celin tertawa kecil. “Kau bahkan hampir tak punya waktu untukku selain malam hari. Bahkan kau juga sering membawa pekerjaanmu ke rumah.”
Rayyan mengernyit. “A-aku?”
“Aku tahu kami bukan prioritas utamamu, tapi setelah aku melahirkan. Kuharap anak ini akan menjadi prioritas utamamu sebelum pekerjaan.” Dengan senyum yang melengkung, Celin menjatuhkan kepalanya di pundak Rayyan.
Pria itu seketika terdiam. Rasa bersalah seketika menyeruak di dadanya. “Maaf.”
“Aku sudah memaafkanmu bahkan sebelum kau berpikir untuk melakukannya. Seperti itulah caraku mencintaimu.”
Dan Rayyan semakin dibuat sesak dengan kata-kata tersebut.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top