18. Flashback 1

Part 18 Flashback 1

Tiga bulan yang lalu ...

Tiga hari sebelum kecelakaan

'Aku mencintaimu.'

Leta mengirim pesan tersebut dengan senyum semringahnya. Meletakkan ponselnya dan sedikit bersusah payah turun dari tempat tidur dengan perutnya yang besar. Satu bulan lagi, putranya akan segera lahir. Membuatnya tak sabar menyambut kehadiran sang buah hati di tengah-tengah mereka.

Kei sudah melarangnya untuk menunggu pria itu, tetapi ia tak bisa memejamkan mata sebelum melihat wajah tampan suaminya. Sekarang Kei dalam perjalan pulang, sekitar setengah jam, pria itu akan sampai di rumah.

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 10 malam dan ia sudah menyuruh pelayan untuk kembali ke kamar setelah membantunya menyiapkan makan malam. Jadi saat Kei dalam perjalanan pulang, ia hanya perlu menghangatkan dan membuat segelas jus kiwi.

Suara langkah kaki yang samar-samar terdengar di tengah kesunyian membuat perhatian Leta teralih dan mencari sumber suara. Selain karena Kei yang baru saja mengirim pesan bahwa pria itu baru saja meninggalkan tempat pertemuan, suara itu juga tidak terdengar seperti langkah kaki Kei. Seperti suara hak tinggi sepatu wanita dan ...

"Kei," panggil Rosaline yang tiba-tiba muncul dari arah ruang tamu. Menemukan Leta yang berdiri di tengah ruang keluarga dengan perut besar.

"Kak Rosaline?" Leta segera mendekat menyadari langkah sang kakak yang sedikit terhuyung. Dan begitu menahan tubuh Rosaline yang tidak bisa berdiri dengan tegap, ia menyadari aroma alkohol yang begitu pekat.

"Di mana Kei?"

"K-kei?" Leta hanya mengulang dengan suara yang terbata. Ya, hanya Keilah yang membawa langkah sang kakak ke rumah ini. Tidak mungkin dirinya.

"Dia sudah tidur?" Rosaline tertawa kecil. "Ada yang ingin kukatakan padanya."

"Dia belum pulang."

Tawa Rosaline lebih keras. Melepaskan pegangan Leta dan berjalan menuju sofa lalu menjatuhkan tubuhnya di sofa panjang. "Ada ada pertemuan?"

Leta tak perlu menjawab pertanyaan sang kakak yang masih dalam pengaruh alkohol. Masih cukup sadar atau tidak, Leta tak perlu mencari tahu. Dalam pengaruh alkohol atau tidak, pikiran dan hati sang kakak selalu dipenuhi oleh Kei.

"Aku akan menunggunya." Rosaline melepaskan blazer dan melemparnya ke meja. Tasnya terjatuh di lantai hingga barang-barang wanita itu berserakan di atas karpet, tetapi ia tak memedulikannya.

Leta mendekat, hendak membantu memunguti semua barang-barang Rosaline tetapi perutnya yang besar membuatnya kesulitan untuk membungkuk. Jadi ia menjatuhkan lututnya lebih dulu dan mulai mengambil tas Rosaline sebelum memasukkan satu persatu barang-barang tersebut ke dalam tas.

Lipstik, parfum, tisu, dan dompet yang terbuka. Menampilkan foto-foto Kei dan Rosaline yang tampak mesra dan keduanya tersenyum penuh kebahagiaan. Tak hanya di dalam dompet, wallpaper ponsel sang kakak juga masih foto pasangan tersebut.

"Kau tidak penasaran dengan apa yang ingin kukatakan padanya saat dia sampai di rumah ini?" Pertanyaan Rosaline mengalihkan perhatian Leta dari ponsel di tangannya dan memasukkannya ke dalam tas. Perhatian Leta pada 12 panggilan tak terjawab dari My Love Kei.

Leta berusaha bangun dengan berpangku pada pinggiran sofa dan meja. "Mungkin setengah jam lagi Kei akan datang. Apa kakak ingin air putih atau sesuatu yang lain?"

"Aku bisa mengambilnya sendiri." Rosaline memiringkan tubuhnya. "Aku tahu di mana harus mengambilnya."

Raut Leta membeku.

"Selain gaun pengantinku, kau tahu kalau seharusnya rumah ini dibangun untukku, kan?" Rosaline mengangkat lengan dan membuat gerakan memutar yang lebar. Menunjuk ke seluruh ruangan yang luas tersebut. "Semuanya dipenuhi warna merah muda yang kusukai."

Leta mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Menahan pedih dan nyeri yang bercampur jadi satu.

"Dan sekarang, seharusnya akulah yang berdiri di tempatmu. Dengan perut besar karena mengandung buah cinta kami." Rosaline mengamati penampilan Leta dari ujung kepala hingga ujung kaki. Berhenti lebih lama di perut. "Aku akan baik-baik saja dengan keberadaanmu dan anak kalian. Tapi ... tampaknya kau sudah lupa diri dan menginginkan lebih banyak dari yang seharusnya kauharapkan dalam pernikahan ini."

Napas Leta tertahan. Tak sanggup mendengarkan lebih banyak tetapi rupanya Rosaline tak berniat berhenti sampai di sana untuk memporak-porandakan perasaan yang ditatanya mati-matian.

"Apa kau akan baik-baik saja dengan keberadaanku dalam pernikahan kalian? Kalaupun ya, sampai kapan kau akan mampu untuk bertahan? Jika dia bisa mencintaimu, lebih mudah bagi Kei untuk lebih mementingkanku dari kalian."

Leta masih berusaha menguatkan hati. Tanpa mengatakan apa pun, ia membalikkan badan dan berjalan menuju dapur. Dengan perasaan yang sebelumnya diselimuti kebahagiaan, sekarang bercampur aduk dengan patah hatinya.

Berapa kali Kei meyakinkan dirinya bahwa sekarang hanya dirinya yang pria itu cintai, tetap saja mendengarkan perasaan sepihak Rosaline tak berhenti menghancurkan perasaannya. Membuat keyakinannya segera diselimuti keraguan-keraguan akan keputusannya untuk tetap menjalani rumah tangga ini.

"Aauuww ..." Leta tersadar dan menarik tangannya dari panci di atas kompor. Menemukan tangannya yang melepuh karena tidak menggunakan lap saat hendak mengangkat panci tersebut. Ia segera berjalan ke wastafel dan membiarkan air dingin sedikit meredakan rasa sakit tersebut.

Mendadak pikirannya menjadi kacau, ia segera mencari kotak p3k untuk mengambil salep luka bakar. Tetapi saat kembali ke dapur, bau hangus memenuhi ruangan tersebut dan menemukan kuah sup daging di dalam panci sudah habis.

Leta hanya duduk terdiam di meja makan, lama dan tak bergerak hingga Kei datang.

"Apa yang dilakukannya padamu?"

Leta menoleh dan Kei berjalan mendekati Leta. Melihat hanya ada segelas jus di meja. Leta bilang akan menyiapkan makan malam saat panggilan mereka berakhir dan wanita itu mengirim pesan singkat 'Aku mencintaimu.' Perasaan yang tak pernah diucapkan wanita itu dengan mulutnya.

"Tidak ada. Kak Rosaline sedang mabuk. Dan dia bilang ingin bicara denganmu."

"Untuk apa aku bicara dengan orang mabuk? Aku sudah mengatakan tidak akan meladeninya. Aku akan menghubungi orang rumahmu untuk menjemputnya."

"Tidak perlu. Ini sudah malam, semua orang pasti sudah tidur."

"Rayyan keluar dari kantor bersamaku."

"Celin sedang hamil, jangan merepotkan kak Rayyan."

"Kau cemas pada Rayyan atau Celin."

"Celin. Kau tahu kehamilannya tidak mudah, kan?"

Kei tak membalas. Ya, ia percaya Rayyan sudah tidak ada di hati sang istri. Kemudian pandangan Kei beralih pada panci di atas kompor. "Kau masak apa?"

Leta segera beranjak, menahan lengan Kei yang hendak memutari meja pantry. "Aku tidak masak apa pun."

Kedua alis Kei bertaut. Kembali menatap lekat wajah sang istri. Ia sengaja tidak makan malam di luar karena Leta mengatakan sedang menyiapkan makan malam untuknya. Ia mendengarnya dengan sangat jelas.

"Kau sudah makan?"

"Ya, aku sudah mengatakan sedang ada pertemuan dengan klien sejak sore tadi, kan. Jadi tak mungkin kami melewatkan makan malam." Kei tak sepenuhnya berbohong. Hanya dirinya yang tidak iku makan malam.

Leta tak terlalu mendengarkan. Perhatian wanita itu fokus pada kata-kata Rosaline yang tak berhenti memenuhi kepalanya.

Kei mengambil gelas jus tersebut dan meneguknya hingga habis. "Leta?" panggilnya menyentuh lengan sang istri yang tampak melamun. Dengan keberadaan Rosaline di rumah ini, tentu saja pasti ada sesuatu yang tidak beres dengan wanita itu.

"Ah, apa? Kau butuh sesuatu?"

Kei menggeleng. "Kembalilah ke kamar, aku harus memeriksa sesuatu di ruang kerjaku."

"Aku akan menyiapkan pakaian tidurmu."

Kei mengangguk. "Kau baik-baik saja, kan?"

"Ya, tentu saja." Leta mengerjap dengan cepat saat menghindari tatapan menelisik Kei. "Ehm, a-apa kau keberatan untuk memindahkan kak Rosaline ke kamar tamu?"

Kei tak langsung menjawab. Tentu saja ia keberatan karena itu Rosaline. Tetapi melihat perut besar Leta, yang pasti akan bersikeras dengan rasa iba dan simpati jika membiarkan Rosaline tidur di sofa, ia jelas tak diberi pilihan selain mengangguk. "Aku akan mengurusnya."

Leta terpaku dengan jawaban tersebut. Ia berharap Kei akan menolaknya. Setidaknya menunjukkan ketegasan jarak yang dibatasi oleh pria itu akan hubungannya dengan Rosaline di masa lalu.

"Kenapa? Ada lagi yang kau inginkan?"

Leta menggeleng, menemukan jas, ponsel, dan kunci mobil di meja makan. "Aku ke kamar dulu," ucapnya sambil memungut barang-barang Kei dan berjalan ke kamar. Menyeberangi ruang keluarga dan melihat sang kakak yang berbaring di sofa.

Kaos tanpa lengan yang dikenakan sang kakak hanya menutupi bagian dada. Rok pencil yang tak sampai di lutut. Kesempurnaan tak hanya terletak pada wajah cantik sang kakak, tetapi juga pada tubuh seksi seoang Rosaline Syailendra. Seketika rasa percaya diri harus dibandingkan dengan sang kakak melebur. Tentu saja dirinya tak bisa dibandingkan dengan sang kakak. Sang kakak berada jauh di atasnya.

Menekan rasa cemburunya, Leta melanjutkan langkahnya. Ponselnya yang tergeletak tempat tidur berdering saat ia masuk ke dalam kamar. Panggilan dari Rayyan, tak membiarkan benda itu terus berdering, Leta mengangkatnya. Di saat hatinya menjadi begitu rapuh seperti ini, Rayyan selalu berhasil memperbaikinya.

"Ya, Kak?"

'Apa aku membangunkanmu?'

"Tidak, Kak."

'Kei sudah sampai di rumah?'

"Ehm, ya."

'Kami bertemu di depan kantor.' Rayyan kemudian mendengus. 'Dan dia membanggakan kau yang menunggunya dengan masakanmu.'

Leta segera membeku. Baru tersadar kalau ia yang mengatakan pada Kei tak bisa tidur tanpa makan makan dengan pria itu. Itulah sebabnya waktu makan malam ia hanya meneguk susu ibu hamil dan beberapa potong buah untuk sekedar mengganjal perut agar tidak merasa lapar. "A-apa Kei mengatakan seperti itu?"

'Ya, aku memang tidak mengganggu tidurmu, tetapi mengganggu makan malam romantis kalian?' Rayyan terkekeh.

Leta berjalan keluar kamar.

'Tapi aku tidak akan lama. Apa Rosaline ada di rumah kalian? Mama cemas karena nomornya tidak bisa dihubungi, jadi aku menghubungi temannya dan mengatakan menurunkannya di rumah kalian.'

"K-kak Rosaline. Ya, kak Rosaline di sini. D-dia mabuk dan ..." Langkah Leta terhenti, napasnya tercekat dengan keras ketika pandangannya berhenti pada set sofa. Kei yang membungkuk ke arah sofa dengan kedua lengan Rosaline melingkar di leher. Jarak di antara wajah mereka begitu dekat, sementara bibir keduanya saling menempel.




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top