15. Tak Ada Yang Berubah

Part 15 Tak Ada Yang Berubah

"H-hentikan ..." Penolakan Leta sepenuhnya diabaikan oleh Kei.

Leta meronta, ciuman Kei kasar dan sengaja ingin menyakitinya. Namun himpitan tubuh Kei pada tubuhnya semakin menguat. Meredam rontaannya dengan mudah. Meluapkan semua amarahnya pada ciuman tersebut. Wanita itu kewalahan dan tak punya pilihan selain membiarkan Kei melampiaskan emosi pada tubuhnya.

Ketika akhirnya Leta benar-benar tak berdaya, Kei melepaskan tubuhnya. Membiarkannya tubuhnya meluruh dan mulai terisak. Duduk di lantai kamar mandi dan meringkuk dengan tubuh bergetar hebat ketika Kei meninggalkan seorang diri. Tanpa mengatakan apa pun.

Beberapa saat kemudian, saat wanita itu keluar dari kamar mandi, air mata kembali membanjiri wajahnya melihat Kei yang tidak ada di kamarnya, juga baby Ace.

Dengan setiap langkah yang seberat satu ton, wanita itu berjalan keluar. Tak ada alasan yang menghalanginya untuk tetap di tempat ini tanpa sang putra.

***

"Leta?" Panggilan Rayyan menghentikan Leta yang baru menginjakkan kaki di lantai dua. Dengan teko berisi air putih, pria itu mendekati sang adik. Raut keterkejutan seketika menyelimuti wajahnya melihat kedua mata Leta yang tampak basah. "Kenapa denganmu? Kau menangis?"

Leta menggeleng, mengusap sekitar mata meski tadi sudah yakin air matanya tidak ada yang terlihat di sana. "Tidak. Leta baik-baik saja," balasnya sambil melepaskan pegangan tangan Rayyan di pundaknya. "Leta harus pergi."

"Pergi? Kau tahu jam berapa ..." Pandangan Rayyan terhenti ketika menangkap lecet di ujung bibir Leta. Tangannya bergerak menyentuh dagu Leta, mendekatkan wajahnya untuk melihat lebih jelas. Kemarahan seketika menyelimuti tatapannya. "Apa yang dilakukannya padamu?" geramnya.

Leta segera menepis pegangan tersebut. "Maaf, Kak. Leta harus ..."

"Tidak. Kau tidak akan ke mana pun. Ke mana Kei? Apa dia membawa anakmu?"

Leta tak mengangguk, meski begitu Rayyan bisa tahu jawabannya. Sang kakak mendesah gusar. Meggeramkan kata-kata yang tak terlalu jelas.

"Masuklah ke kamarmu, aku akan ..."

"Tidak, Kak. Leta ingin pulang saja."

"Kau tahu jam berapa ini? Bahkan mama dan papa sudah tidur."

"Kalau besok pagi mama dan papa mencari kami, toloang katakan ..."

"Kau benar-benar akan pergi?"

"Leta harus pergi." Leta melepaskan pegangan Rayyan. Yanga mendesah dengan gusar. Leta memang terlihat begitu rapuh, tetapi adiknya itu bisa menjadi keras kepala dan membuatnya kewalahan.

"Tunggu di sini. Aku akan mengantarmu," perintah Rayyan lebih tegas. Mengambil ponsel di tangan Leta. "Aku harus membawa ini ke kamar dulu."

Leta tak membalas, duduk di kursi terdekat dengan perasaan yang semakin campur aduk. Air mata kembali menggenangi kedua matanya saat Rayyan menghilang di balik pintu kamar.

Senyum Celin mengembang melihat kedatangan sang suami. Tetapi senyumnya membeku begitu Rayyan meletakkan teko di nakas, pria itu masuk ke dalam ruang ganti dan keluar dengan jaket di tangan. Lalu mendekati nakas di sisi lain untuk mengambil kunci mobil.

"Kau akan pergi?"

Rayyan mengangguk dan kembali mendekati Celin. "Aku tak tahu apa yang terjadi dengan Kei dan Leta. Sepertinya mereka bertengkar dan Kei membawa Ace pulang."

"Apa? Kak Kei?" Celin kembali menyingkap selimut, hendak menurunkan kedua kaki tetapi Rayyan segera mengembalikan ke atas ranjang.

"Kau juga tidak akan ke mana pun."

"Di mana Leta?"

"Aku akan mengantarnya. Dia bersikeras menyusul dan aku tak mungkin membiarkannya pergi seorang diri."

Celin mengangguk. "Ya, kau benar."

"Aku pergi dulu." Rayyan gegas keluar. Merasa lega melihat Leta yang rupanya benar-benar menunggunya di ruang tengah. Ia memakaikan jaketnya pada wanita itu dan keduanya berjalan keluar.

"Apa yang kau pikirkan?" Rayyan yang pertama kali memecah kesunyian di antara mereka. Tak ada jawaban dan pria itu menoleh. Menemukan Leta yang melamun dengan tatapan lurus ke depan. Tangannya terulur, menggenggam jemari tangan sang adik ke dalam genggamannya. "Leta?"

Leta mengerjap tersadar. "Y-ya?"

"Kau memikirkan Ace?"

Leta tak menjawab, kepalanya terasa penuh hingga membuatnya tak benar-benar tahu apa yang ada di pikirannya.

"Kei?"

"Entahlah. Leta hanya tak tahu apa yang harus kami lakukan."

"Dengan hubungan kalian?"

"Mungkin."

Hening sejenak.

"Apa kak Rayyan tahu tentang kak Rosaline dan Kei?"

Rayyan mengernyit. "Kenapa kau tiba-tiba mempertanyakan hal tersebut?"

"Jadi kak Rayyan juga tahu?"

Rayyan tak membalas. Keterkejutannya teramat jelas dan jika ia tak menutup mulutnya lebih dulu, cemas jika perasaannya pada Leta akan menarik keegoisannya terhadap wanita itu.

"Kak Rayyan juga tahu tentang gaun pengantin yang Leta kenakan di hari pernikahan kami, kan?"

"Gaun pengantin?"

Leta mengangguk. "Saat melihat foto pernikahan kami di kamar Leta, Leta merasa itu bukan gaun pengantin yang Leta inginkan."

"Hmm?"

Leta menoleh, menatap sisi wajah sang kakak. "Apa itu gaun pernikahan yang seharusnya kak Rosaline kenakan?"

Rayyan terkejut. "K-kau ... ingatanmu ..." pria itu tak yakin harus bicara apa.

"Jadi memang ya?"

Rayyan terdiam.

"Apa sejak awal Leta tahu tentang hal ini?"

"Kau hanya tahu itu milik kekasih Kei, entah siapa pun itu sampai dia menerima perjodohan keluarga kita dengan keluarganya."

Leta terdiam, berusaha menggali ingatannya tetapi kembali rasa sakit tersebut semakin menusuk kepalanya.

"Hentikan, Leta." Tangan Rayyan terulur, menggenggam pegangan Leta di sabuk pengaman yang semakin menguat. "Kau tak perlu mengingatnya jika itu hanya membuatmu semakin menderita."

Leta membuka matanya dan tekanan tersebut berhenti seketika. Leta terpaku, pada pegangan sang kakak. Ingatan yang sama muncul di sana, begitu tiba-tiba.

'Pegangan padaku. Kau akan baik-baik saja.'

'L-lalu kau?'

'Kau dan anakmu harus selamat.'

Leta menggeleng, menatap tangan yang dilumuri darah tersebut menggenggamnya begitu kuat. 'Tidak. Ken. Kau juga harus selamat.'

"Leta? Leta?!" Suara Rayyan menyentakkan Leta dari ingatan yang menyeruak di kepalanya tersebut. Menepikan mobil di tepi jalan dan tubuh keduanya terhentak pelan ke jok. Menyadarkan Leta.

"K-ken, apa Ken baik-baik saja?"

"Apa maksudmu?"

"Ken, dia- dia kecelakaan, kan? Dia kecelakaan bersamaku."

***

Baru saja Kei membaringkan baby Ace di boks bayinya dengan pikiran yang tak karuan, tak hanya di kepala. Sekarang dadanya semakin sesak melihat panggilan dari Rayyan. Apa pria itu akan menceramahinya untuk jadi suami yang lebih perhatian pada Leta? Kenapa dia sendiri tidak melakukan hal yang sama pada Celin?1

"Ada apa?" jawabnya setengah membentak. Meski ia sedang tak butuh bicara dengan siapa pun, setidaknya Rayyan akan memberitahunya kabar tentang Leta, kan. Hanya itu yang ia butuhkan.

Namun, kabar yang dibawa Rayyan lebih dari mengejutkan. Mereka berdua ada di bawah, dengan Leta yang bersikeras ingin ke rumah sakit untuk melihat Kei.

Kei gegas keluar dari ruang tidur dan berlari masuk ke dalam lift. Menemukan Leta dan Rayyan yang berdiri di depan meja resepsionis. Keduanya tampak mendebatkan sesuatu.

"Aku hanya tak yakin ingatan apa itu, Leta."

"Leta yakin ingatan tersebut saat Leta sedang hamil baby Ace. Waktu kecelakaan sebelum ..."

"Apa yang kau katakan, Leta?" Kei muncul tepat sebelum Leta bicara terlalu banyak.

Rayyan dan Leta menoleh. "Kau berbohong padaku, kan?"

Kei melirik Rayyan. Ada kemarahan pria itu yang tersirat padanya, tetapi karena ingatan Leta yang masih sensitif dengan hal-hal semacam ini. Yang memaksanya untuk setuju dengan pilihan Kei agar Leta mendapatkan ingatan di saat yang tepat.

"Tentang?"

"Ken. Dia bersamaku saat kecelakaan tersebut."

"Kau dan dia memang pernah kecelakaan."

Leta terdiam, matanya berkedip. Sekali lagi menatap kedua mata Kei dan Rayyan bergantian. "Kalian sepakat untuk menyembunyikan dariku, kan?"

"Aku tak tahu apa yang kau bicarakan, Leta. Kita ke atas." Kei mengambil lengan Leta. Tetapi pegangannya dicengkeram oleh Rayyan.

"Tidak bisakah kau bersikap lebih lembut padanya, hah?"

"Urus saja istrimu."

"K-kau ..." Kalimat Rayyan terhenti akan keberadaan Leta di antara mereka. Terpaksa melepaskan pegangannya pada tangan Kei dan membiarkan pria itu membawa Leta menuju lift.

Leta sendiri yang masih kebingungan, tak memiliki dalih apa pun selain ingatannya yang hanya merupakan sebagian puzzle-puzzle. Dan mungkin kata-kata Kei memang benar. Kecelakaan lain.

"Memangnya berapa kali aku mengalami kecelakaan sebelum melahirkan?"

"Tunggu saja ingatanmu kembali." Tak ada jawaban apa pun yang bisa dipikirkan Kei untuk diberikan pada Leta.

Leta menyentakkan tangan Kei, tepat ketika pintu lift bergeser dan ia melangkah keluar lebih dulu. Memangnya jawaban apa yang bisa ia harapkan pada Kei, hah? Pria itu tak memberinya apa pun selain hubungan dengan sang kakak. Yang malah membuat perasaannya semakin memburuk.

"Apa salahnya kau memberitahuku di mana Ken sekarang?"

"Untuk?"

"Untuk memastikan bahwa dia memang baik-baik saja."

"Dia baik-baik saja. Apa yang membuatmu merasa dia tidak baik-baik saja, hah?"

"Dia yang menyelamatkanku."

Ada keterkejutan dalam tatapan Kei, tetapi pria itu segera menyembunyikannya dengan cerdik. "Dia selalu menyelamatkanmu, Leta. Hidupnya memang hanya untukmu. Hingga membuatku cemburu padanya sebagai seorang suami."

"Kau tak sungguh-sungguh berpikir kami berselingkuh, kan?"

Kei mendengus. "Hubungan kalian memang cukup rumit. Ada Rayyan dan Ken yang rela melakukan apa pun untukmu. Betapa beruntungnya hidupmu. Satu-satunya hal yang membuat hidupmu menderita hanya aku, kan? Suamimu yang berengsek dan egois."

"Kau pikir aku beruntung?"

"Tidak?"

Leta terdiam. Kei terdiam. Keduanya seketika menyadari kata-katanya.

Lama keduanya terhenyak dengan penyesalan yang datang secepat kata-kata tersebut meluncur dari mulutnya. Kei terduduk di lantai, begitu pun dengan Leta yang berada di samping kursi tunggal. Membiarkan kesunyian tersebut melingkupi keduanya.

"Maaf." Leta yang lebih dulu memecah keheningan tersebut. "Aku tak tahu apa yang ku katakan. Aku tak ingin membandingkan diriku dengan siapa pun. Kupikir aku sudah cukup beruntung dengan pernikahan ini. Kau dan baby Ace. Semua ini seperti mimpi bagiku."

"Ken memang menyukaimu."

"Ya, kami saling ..."

"Bukan seperti yang kau lakukan padanya," penggal Kei. "Tak pernah."

"A-apa?"

"Semuanya sudah cukup rumit, kami pikir dengan ingatanmu yang hilang. Itu akan memperbaiki semua ini. Tetapi ... sepertinya tak ada yang berubah."

"K-kami?"

Kei terdiam. Kepalanya tertunduk lalu terangkat dengan perlahan, menatap kedua mata Leta yang diselimuti kebingungan. "K-kau ... semua kecurigaan yang kau rasakan, semuanya memang benar. Ken tidak ada di luar negeri. Dia di rumah sakit."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top