13. Ken Ganuo

Part 13 Ken Ganuo

"Kenapa kau ingin tahu?"

"Kei bilang Ken ada di luar negeri?"

Rosaline tertawa kecil, tetapi kemudian berhenti dan menatap geli Leta. "Kau percaya?"

Leta terdiam. Mencoba membaca apa sebenarnya yang diinginkan sang kakak dari dirinya. "Kei sudah mengatakan semuanya."

"Semua?"

"Tentang kalian."

Rosaline sempat terkejut dengan pernyataan tersebut. "Ya?"

Leta mengangguk.

"Lalu?"

"Lalu apa?"

"Kei juga sudah menjelaskan semuanya."

"Penjelasan yang ingin kau dengar tentu saja."

"Apa?"

"Cukup, Rosaline." Kei muncul dengan wajah mengeras, mengambil lengan Rosaline dan menarik wanita itu keluar hingga wanita itu hampir terjungkal ke depan. Membuat Leta tercengang akan sikap kasar Kei. "Sudah kubilang jangan mengganggunya."

Rosaline pun juga terkejut dengan sikap kasar tersebut. Wajahnya merah padam, menahan rasa malu sekaligus kejengkelannya, terutama ketika Kei membanting pintu tepat di depan wajahnya.

"Apa yang kau lakukan, Kei?" delik Leta meraih gagang pintu, hendak membukanya kembali tetapi Kei melepaskannya.

"Kau sengaja datang ke sini untuk melakukan semua ini?"

"Kenapa kau begitu ketakutan? Apa ada hal lain yang kau sembunyikan?"

Kei mengerjap. "Tidak. Hubungan kami sudah selesai dan bukan urusanku jika Rosaline masih ingin memperbaiki hubungan kami dengan segala cara yang diinginkannya."

"Kak Rosaline masih mencintaimu."

"Aku tak peduli."

Leta terdiam sejenak, mengamati kefrustrasian yang mulai menyelimuti wajah pria itu. "Kau begitu menyayangi Celin, ya?"

"Berhenti membahas itu, Leta."

Leta mengangguk. "Oke. Aku tahu jawabannya," balasnya kemudian berjalan menuju meja untuk membuat susu dan kembali mendekat untuk berjalan keluar. Perasaannya semakin campur aduk dengan Kei yang hanya terdiam membeku. Tak ada penyangkalan, artinya memang ya. Sangat menyayangi Celin hingga mengorbankan cinta pria itu sendiri. Rela menikahi wanita yang tidak dicintai demi kebahagiaan sang adik. Betapa beruntungnya Celin.

Leta menggeleng, menepis rasa cemburu tersebut. Ya, hidupnya sudah lebih dari beruntung dengan memiliki keluarga ini. Semua orang memiliki cara tersendiri untuk menyayangi keluarga dan menjalani kebahagiaan masing-masing. Termasuk Kei.

***

"Leta?" Sapaan Rayyan yang baru saja muncul dari arah ruang tamu menghentikan langkah Leta. "Kau di sini?"

"Kak Rayyan?" Leta segera menepis kesedihannya dan menampilkan senyum terapiknya saat Rayyan mendekat dan memeluknya. Sejenak napasnya tertahan saat berada dalam dekapan pria itu, tetapi beruntung Rayyan pun melepaskannya setelah beberapa saat. "Baru pulang?"

Rayyan mengangguk. "Di mana putramu? Bersama mama dan papa?"

Leta tertawa kecil sambil menunjukkan botol susu di tangannya.

"Apa mereka tidak membiarkanmu menggendongnya?"

"Sejak datang tadi pagi."

Rayyan hanya menggeleng-gelengkan kepala.

"Sayang." Dengan perut besarnya, Celin menghampiri sang suami. Senyum semringah menghiasi wajah cantik itu yang membuat Leta mundur untuk memberikan tempat bagi wanita itu. "Hari ini pulang lebih awal?"

Rayyan mengangguk. "Papamu mengajakku makan siang sambil bertemu beberapa klien dan sekalian mengantarnya ke rumah sakit."

Wajah Celin berubah muram saat menghela napas.

"Ada yang sakit?" celetuk Leta kemudian.

Rayyan terdiam, dan Celin yang menyadari keberadaan Leta segera menggeleng dan menjawab, "Hanya chek up rutin. Benar, kan, Sayang?"

Leta bisa melihat jelas Rayyan yang tak langsung mengangguk. Sebelum kemudian Celin kembali menarik perhatian pria itu.

"Kita ke kamar. Aku akan menyiapkan air hangat untukmu." Celin menyelipkan lengan di lengan Rayyan dan membawa sang suami masuk ke dalam kamar.

Leta masih bergeming di tempatnya. Ia mengenal Rayyan seperti sang kakak mengenalnya. Ada sesuatu yang berusaha disembunyikan darinya. Wanita itu tentu saja bisa merasakan hal tersebut semakin kuat. Leta baru saja memikirkan tentang Ken saat kecurigaan ini menyelinap ke dalam hatinya. Ataukah hanya perasaannya karena ini berada di waktu yang kebetulan berurutan?

Leta menggeleng. Menepis pemikiran tersebut dan berjalan kembali ke ruang tengah. Sepertinya ia terlalu lama mengambil susu untuk baby Ace.

***

Baby Ace sudah tidur dengan lelap di samping Kei yang masih duduk bersandar di kepala ranjang sambil sibuk pada ponsel di tangan pria itu. Sejak selesai makan malam dan meninggalkan meja makan lebih dulu.

Leta pun sama sekali tak berniat mengganggu sang suami, tetapi terpaksa mendekati pria itu karena ada yang ingin ditanyakannya.

"Ada apa?" Tentu saja Kei menyadari gelagat tersebut. Yang sejak tadi berkali-kali menatapnya. Antara kata tidak dan ya yang terus berputar di dalam kepala sang istri.

Leta terdiam, menatap Kei sejenak dan memberanikan diri untuk bertanya. "Ken."

Hanya butuh satu nama itu dan kesabarannya seketika raib, terutama jika Leta yang mengucapkannya. Pun begitu, ia tetap tak ingin membuat keributan di samping sang putra yang pulas. Memastikan suara tetap rendah, tanpa sedikit pun beriak emosi meski dadanya bergemuruh oleh kecemburuan. "Kenapa dengannya?"

"Apa dia sering menghubungimu?"

"Menurutmu?" Ketegangan di wajah Kei tentu saja tak bisa berbohong.

Leta tak bisa mengartikan hal tersebut. "Kenapa hubungan kalian terlihat memburuk? Seingatku ..."

"Banyak hal terus berubah, Leta. Terutama setelah kita menikah. Kenapa kau masih tak beradaptasi dengan pernikahan kita dengan lebih cepat."

"Kau tahu betapa inginnya ingatanku kembali."

"Tidak perlu kembali. Hadapi saja apa yang ada di depanmu."

"Kau tak ingin ingatanku kembali?"

"Aku tak peduli."

"Kau tak peduli pada terlalu banyak hal?"

"Kau ingin kita bertengkar lagi?" Ujung mata Kei melirik baby Ace, yang segera membuat Leta kembali menutup mulut. "Aku tak pernah menghubunginya sejak kecelakaan."

"Baguslah. Demi ketenangan pernikahan kita." Kei kembali menatap layar ponselnya, lebih untuk menghindari pembicaraan tersebut.

"Aku tak yakin dia akan memberikan masalah untuk pernikahan kita. Dia bukan orang seperti itu."

Kei mendengus.

"Kau tahu kalau aku memang lebih mengenalnya dibandingkan kau, kan?"

Ujung bibir Kei berkedup ketika menipis keras. Menekan kuat-kuat gelombang kecemburuan yang tak bisa disangkalnya. Ya, Leta jauh lebih mengenal Ken dibandingkan dirinya, begitu pun Ken yang lebih mengetahui Leta dari dirinya. Mereka memang tak terpisahkan. Jika tidak ada Rayyan, satu-satunya pria yang akan dinikahi oleh Leta pasti Ken. Seandainya saja Rayyan dan Leta tidak saling mencintai, besar kemungkinan ia akan melepaskan wanita itu untuk sang adik. Rayyan menikah dengan Celin dan ia bisa bersama ...

Lupakan ...

Pada akhirnya kata sialan bernama seandainya itu tak lebih dari harapan yang semu. Adiknya adalah pendukung garis depan untuk hubungan Leta dan Rayyan. Akan melakukan segala cara demi kebahagiaan Celin. Alih-alih mendukung cinta Celin untuk Rayyan.

'Kau pikir Celin akan bahagia jika tahu Rayyan mencintai Leta?'

'Dia tidak perlu tahu.' Jawaban Kei ringan, yang membuat sang adik semakin diselimuti kedongkolan. 'Jadi, kau atau aku yang akan menikahinya?'

'Leta tidak mencintaiku.'

'Kalau begitu akan menjadi lebih mudah. Aku yang akan melakukannya.'

'Aku tidak akan membiarkannya.'

Kei medengus. Mengambil ponselnya di meja dan beranjak dari duduknya. 'Aku juga tidak akan membiarkannya menikahi Rayyan.'

Di sanalah mereka berbeda pendapat. Sejak ia menikah dengan Leta, sang adik berusaha begitu keras untuk menyelinap di tengah pernikahan mereka. Dengan kedok persahabatan sialan itu.

"Aku ingin bicara dengannya. Setidaknya biarkan aku menghubunginya."

"Memangnya apa yang ingin kau bicarakan dengannya?Masalah rumah tangga kita?"

"Kenapa aku harus menceritakan padanya tentang masalah rumah tangga kita? Itu urusan kita."

"Ya, kalau begitu tak ada yang harus kau bicarakan dengannya dan kau tak perlu menghubunginya."

Mulut Leta yang terbuka kembali merapat dengan jawaban tegas Kei. Ditambah baby Ace yang ada di antara mereka membuatnya tak membalas lagi. Berbaring dan menarik selimut dengan posisi memunggungi pria itu.

Kei bahkan tak memberinya satu informasi pun di luar negeri mana Ken berada. Tapi... bukankah seharusnya Celin tahu?

***

"Apa kak Kei tidak memberitahumu?"

Leta mengangguk pelan. Wajah Celin yang dipenuhi dengan kehati-hatian tersebut tak mungkin bisa disembunyikan. Begitu pun dengan keterkejutan wanita itu ketika mendengar pertanyaannya. "H-hanya kau tahu, kecemburuannya yang berlebihan. Apa dia pikir aku akan berselingkuh dengan Ken? Hubungan kami tidak pernah menjadi seperti itu. Kami bersahabat sejak kecil dan tumbuh bersama. Keluarga kita juga dekat. Benar, kan?"

Celin menggigit bibir bagian dalamnya, matanya beberapa kali menghindari tatapan menelisik Leta dengan mengambil potongan buah di meja. "Hmm, sejujurnya juga tidak sepenuhnya salah kak Kei. Dia sangat mencintaimu dan takut kehilanganmu. Aku bisa memahami perasaannya."

"Tapi aku tak mungkin berselingkuh dengan Ken. Terutama adik dari suamiku sendiri."

"Aku percaya. Tapi pria yang diselimuti kecemburuan, memang bisa menjadi seperti itu." Celin menghela napas panjang dan rendah sambil mengelus perutnya. "Seandainya saja Rayyan seperti kak Kei, aku tak akan keberatan jika harus memutus semua komunikasi dengan semua teman laki-lakiku. Rayyan selalu mengatakan percaya padaku. Kalau aku ingin berselingkuh, sepertinya dia juga akan mengatakan hal sama. Aku tak yakin apakah dia benar-benar mencintaiku?"

Napas Leta tertahan. Menatap bibir Celin yang memberengut. Keputusannya menanyakan Ken pada Celin sepertinya adalah hal yang salah. Bagaimana jika wanita itu juga tahu tentang dirinya dan Rayyan?

"Aku pernah melihat lembaran foto wanita di dompetnya. Tapi aku tak bisa melihatnya dengan jelas saat dia tiba-tiba mengambilnya. Kedua kalinya aku mencoba memeriksa, foto itu sudah tidak ada."

"Kak Rayyan tak mungkin melakukan hal seperti itu, Celin. Dia mencintaimu."

"Ya, aku tahu yang satu itu. Tapi aku juga percaya kalau memang aku yang lebih mencintai dia."

Leta tertawa kecil. "Bagaimana kau tahu, Celin? Kalian saling mencintai dan terlihat penuh kebahagiaan. Bukankah saling mencintai artinya tidak ada yang lebih di antara keduanya."

"Hanya perasaanku sebagai seorang istri saja." Celin memberikan seulas senyum yang mengartikan semuanya baik-baik saja meski tak cukup baik-baik saja. "Yang perasaannya lebih dalam, biasanya menjadi yang lebih peka. Dan yang menjadi paling tersakiti."

Napas Leta tertahan. Tertahan lebih keras dengan pertanyaan Celin selanjutnya.

"Bagaimana denganmu? Apa kau pernah mencintai pria lain sebelum menikah dengan kak Kei?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top