Akhir Segalanya (3)
Nama Penulis: Sweet Chubby
Jumlah Kata: 793
Malam terakhir, melepas antara belenggu yang ada di jiwa. Dia pergi tanpa melepasnya, sampai berakhir dirinya yang masih menunggu dengan setia.
Shasa Anindya, gadis polos yang terlalu mabuk cinta sampai tak pernah berpaling dari Ryan, kekasih yang telah pergi meninggalkannya.
Sehari dua hari, mungkin masih wajar untuk tak saling bertukar kabar. Namun, seminggu, sebulan, setahun, sampai lima tahun, tak ada kabar apapun dari kekasihnya.
Shasa memandang langit malam dengan bintang-bintang yang bertaburan, ia tak pernah berhenti memikirkan Ryan, “Aku kangen banget sama kamu, penantianku nggak bakal sia-sia, ‘kan? Apa harus menunggu kabar mati agar kamu kembali? Apa alasan yang membuatmu harus pergi tanpa mengabariku?”
Sekelebat bayangan kebersamaan itu kembali muncul, membawa kerinduan yang amat perih namun juga memberi ruang kebahagiaan tersendiri dalam dirinya.
Nuansa pantai, terlihat indah dengan pemandangan yang mempesona. Arus ombak menerjang pantai dan desiran angin membelai dalam setiap hembusan jiwa. Sepasang kekasih itu, tak henti-hentinya berlarian di bibir pantai bak anak kecil yang saling berebutan.
“Sini kamu, Sha!” teriak Ryan.
“Wle … nggak kena, nggak kena,” balas Shasa seraya terus berlari dan tertawa mengerjainya.
“Awas kalau kena!” ancam Ryan dengan tersenyum miring.
Karena tak ada teriakan lagi, Shasa memelankan laju larinya seraya mengatur pernapasannya.
“Hh … hh ….”
“Hap! Kena!” pekik Ryan terkekeh karena berhasil meraihnya
“Sesak Kak, lepasin!” rengek Shasa tertekan.
“Nggak! Nanti kamu kabur,” tolaknya tak mau.
“Ish! Beneran Kak, lepasin!”
“Iya-iya, aku longgarin nih.”
“Lepas Kak,” berontak Shasa.
“Nggak mau! Gini aja! Nyaman.”
Shasa berhenti memberontak, tubuhnya seolah membeku. Entahlah, hanya bilang nyaman, sayang, apalagi cinta, Shasa tak pernah merasa biasa. Ekspresi tubuhnya selalu terkejut dengan hatinya yang tak henti berdebar.
“I love you, Sha,” ucap Ryan tulus seraya membalik tubuh Shasa dan mencium keningnya, menyatukan hidung keduanya di bawah langit jingga pantai.
Mendengar ketulusannya, membuat Shasa tersenyum bahagia. Hanya dengan kata-kata, ia sudah merasa dimiliki sepenuhnya, merasa paling berharga di dalam hatinya.
“I love you too.”
Keduanya berpelukan, saling menyalurkan rasa cinta, kasih sayang yang tak pernah ada saat tak bersamanya.
“Kamu akan selalu menjadi gadisku, wanitaku selama hidupku.”
Shasa mengangguk senang, “Jangan pernah tinggalin aku yah Kak, janji!”
“Janji!”
“Sayang Kak Ryan banyak-banyak.”
Malam itu menjadi malam terakhir keduanya bersama, karena esok harinya Ryan pergi meninggalkan dirinya tanpa sepatah kata.
“Aku tak pernah berpikir, kamu akan pergi secepat itu dari hidupku. Janji yang terucap hanyalah sekedar janji tanpa bukti. Kini aku yang harus berjanji, aku akan membuka lembaran baru, menutup rapat-rapat semua tentang kisahmu. Aku nggak kuat lagi menahan rindu yang membelenggu selama lima tahun berlalu. Malam ini, menjadi akhir penantianku untukmu. Selamat tinggal Kak Ryan, aku sangat menyayangimu,” monolognya dengan menatap lurus pada satu bintang, ia hanya berharap semoga ini menjadi keputusan terbaik di ujung penatiannya.
Ia menutup jendela kamar setelah puas memandang pesona malam, pesona yang selalu mengingatkan tentang kekasihnya.
Tok … tok ….
Ketukan pintu rumahnya, membuat Shasa mengerutkan kening. Siapa yang bertamu larut malam dan mencari dirinya?
Shasa segera keluar dari kamar, membuka pintu rumah dengan memakai baju tidurnya. Ia bertambah heran melihat seorang wanita seusia mamanya, yang anaknya selalu ada di pikirannya. Iyah, ibunya Ryan.
“Mami, ada apa?” tanya Shasa dengan sapaan manisnya. Ia berusaha sesopan mungkin dengan menahan rasa penasarannya.
“Shasa ….” Wanita yang dipanggil mami itu memeluknya erat disusul dengan suara seraknya, “maafin Mami, nggak pernah ngabari kamu.”
Shasa semakin kalut bingung, ia tak tahu permasalahannya hingga sang mami menangis dengan memeluk dirinya.
“Ada apa Mami? Kenapa menangis? Shasa ada salah yah sampai Mami datang ke sini.”
“Mami yang salah Sha, nggak ngasih kabar ke kamu. Kamu masih ingat Ryan, ‘kan?”
Satu nama yang disebut saja sudah mampu menggetarkan hati Shasa, pikirannya berkecamuk seolah hanya terpusat pada nama yang baru saja berniat untuk dilepaskan. Ryan, satu nama yang selalu mengisi hatinya.
“Sha, apa kamu sudah melupakan Ryan?” ulang mama menanyakan.
“Tidak, Ma.”
Mami tersenyum perih, ia tak pernah salah menebak. Namun, kenyataannya sudah tak lagi sama, semuanya berbeda.
“Ryan pergi meninggalkanmu tanpa sepatah kata, karena sakit kanker yang dideritanya mendadak kambuh lebih parah. Dia sampai tak sadar selama beberapa hari, sampai akhirnya bangun dan hanya memanggil namamu.”
Shasa menghela napas, tanpa sadar air matanya menetes, mengingat Ryan yang tak pernah menceritakan penyakitnya.
“Dokter memberi tahu hidupnya sudah tidak lama lagi, karena kanker yang di derita sudah mengenai organ-organ penting tubuhnya. Hal itulah membuat Ryan mencegah Mami untuk mengabarimu, dia hanya tak ingin kamu menangisi kepergiannya. Katanya, lebih baik kamu membencinya saat Ryan meninggalkanmu setelah malam itu.”
Tangisan Shasa menjaadi deras, ia tak pernah berpikir sedikit pun untuk membenci Ryan, ia selalu meyakinkan hatinya untuk selalu berprasangka baik tentang alasan Ryan meninggalkannya.
“Sekarang, gimana keadaannya Kak Ryan, Ma?”
“Dia pergi Sha, meninggalkan kita selamanya.”
Hancur sudah, niat hati ingin membuka lembaran baru, bukan berarti untuk mendengar kabar kematiannya. Penantiannya selama ini berakhir dengan suratan takdir yang berhasil merenggut kebahagiaannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top