VALENDRA

Karya ini dikarang oleh Umikhalifah4

***** 

Aku masih duduk di sini dan tangan kananku sibuk membolak-balikkan kertas yang berada dalam pengawasan si tangan kiri. Kertas itu berisi laporan keuangan perusahaan yang bergerak dalam bidang obat-obatan milik Almahrum ayahku tercinta. Ayah meninggal satu bulan yang lalu, mengingat itu membuat hati ini kembali teriris. Mengiris luka yang sebelumnya telah tertutup. Aku kembali rindu padanya, sangat rindu. Terlebih lagi, satu minggu yang akan datang aku akan menikah.

Aku akan menikah tanpanya, tanpa dia yang akan menjadi penghulunya dan tanpa dia yang akan memelukku paling erat setelah ibuku di saat pernikahaan nanti. Aku mencintaimu ayah, sangat mencintaimu.

Tetapi sebelum ayah meninggal, dia menitipkan diriku pada seseorang yang akan menjadi pengganti sosok ayah di kehidupanku, bukan di hati ini. Dia memiliki tempat sendiri di hati ini setelah kedua orangtuaku, dan dia adalah calon suamiku, Valendra Arianal Wibowo. Kami saling mengenal sejak kecil dan kami memang bersahabat sejak kecil. Dia adalah calon suami impianku di masa kecil dan akan menjadi suami masa depanku. Aku tidak menyangka, ternyata bukan hanya aku yang menyimpan rasa terhadapnya sejak kecil, tetapi dirinya juga sama. Sebelum ayah memberitahuku bahwa kami di jodohkan, Valendra lebih dulu mengetahuinya dan dia berencana menyatakan perasaannya terhadapku. Waktu itu sangat romantis, hari yang sangat romantic. Dia menyatakannya di tanggal 14 Febuari, bertepatan hari Valentine. Ada hal tersendiri yang membuatku tertawa dan tersenyum bahagia mengingat kejadian itu.

Waktu itu, kami masih berumur 20 tahun hanya perbedaan bulan yang mendasarinya, dia lahir bertepatan tanggal 14 Febuari dan aku pada tanggal 15 Juli. Sebelum menyatakan perasaannya, dia menceritakan keterkejutannya atas perjodohan kami, dia memiliki ekspresi yang lucu. Aku tahu alasan kenapa mereka menjodohkan kami, karena mereka juga bersahabat dan mereka sangat suka dengan persahabatan kami. Ini sangat indah, menikah dengan orang yang tumbuh besar bersamamu dan kamu sangat mengenalnya serta mencintainya. Kita berencana akan menikah 5 tahun setelah pernyataan cintanya terhadapku, tujuannya agar kita sama-sama mapan untuk membangun hubungan yang serius, sangat dewasa.

Orang tuanya sangat menyayangiku, oleh karena itu setelah meninggalnya ayah, aku tidak merasa kesepian. Aku percaya, bahwa ayahku akan tetap menjagaku. Aku merasa hidupku sangat bahagia dan aku sangat bersyukur. Valendra Arianal Wibowo, dia yang membuatku sangat menyukai Hari Valentine. Menurutku, Hari Valentine memang hari kasih sayang. Hari di mana aku menyadari bahwa dia juga mencintaiku. Hari itu adalah hari kelahirannya, hari di mana dia menyatakan perasaannya terhadapku, dan hari itu akan segera menjadi hari pernikahan kami, bahkan namanya mirip dengan kata valentine. Aku mencintaimu Valendra, lelaki dewasa namun romantis.

"Nona Lentera Nurmala Wijaya." Suara itu membuyarkan lamunanku tentangnya. Ternyata sekretaris pribadiku, segera aku meresponnya. Dia mulai marah, dia menjelaskan bahwa dia telah memanggilku berulang kali. Bahkan karena lamunan itu, aku jadi tidak mendengar sekretaris sekaligus sahabatku ini memanggilku berulang kali. Aku menghentikan omelannya yang seperti burung beo itu dengan segera mengucapkan kata maaf, dan pada akhirnya dia berhenti bicara.

"Apa yang ingin kau beritahu pada ku Laura?" tanyaku setelah dia menghentikan omelannya, dan aku memutuskan menaruh kertas-kertas laporan itu ke dalam loker pribadi.

"Maafkan saya owner, saya telah memarahimu dengan lancang, karena ketika saya memarahimu saya berperan sebagai sahabatmu, jangan sering melamun,apa kamu ingin membuat perusahaan warisan ayahmu ini bangkrut?" Dia mengomel lagi,memang salahku di mana jika aku melamunkan calon suamiku. Lagipula aku sangat bosan dengan lembaran-lembaran kertas itu, padahal aku satu minggu lagi akan menikah, masih saja mengurus perusahaan ini. Kata calon mertua ku biar pernikahan ini mereka yang mengurusnya, dengan terpaksa aku dan Valendra mengurus perusahaan kita masing-masing sebelum pernikahan.

"Memang ada apa?" tanyaku lagi, aku berjalan mendekati jendela ruang kerja yang memperlihatkan pemandangan kota Jakarta di bawah sana. Aku pun merasakan Laura menghembuskan nafasnya kasar dan mendekatiku.

"Sekretaris pribadinya Tuan Valendra datang, dia ingin menemuimu, apakah kamu sudah ada janji dengannya?" ucap Laura pelan. Aku mendengar itu pun terkejut,aku bertanya-tanya dalam hati,ada tujuan apa sekretaris Valendra menemuiku? Tiba-tiba benda kecil berwarna silver yang berada di meja kerja ku berbunyi, menandakan ada pesan masuk. Segera aku menghampirinya dan mengecek siapa yang mengirimkan pesan.

Ternyata Valendra, isi pesan nya adalah Valendra memberitahuku tentang sekretarisnnya yang datang ke sini untuk membantu orang tua kami mempersiapkan pernikahan ini. Setelah aku membacanya, aku bernafas lega, aku sudah berfikir negatif saja tentang sekretaris calon suamiku ini. Segera aku memberitahu Laura bahwa aku akan menemui sekretaris Valendra dan menyuruhnya untuk turun. Aku paham, mengapa Valendra mengirim sekretarisnya ini, karena dia tidak bisa membantu segalanya dalam urusan pernikahan kami dan sedang mengurus kerjasamanya dengan perusahaan yang ada di Amerika. Dia lelaki sukses, itu bukan perusahaan dari orangtuanya seperti ku, tapi itu perusahaan yang di rintisnya sendiri dalam bidang fashion.

Aku turun ke lantai bawah menggunakan lift yang ada di perusahaan ini, dan sampailah aku di sebuah ruangan yang di desain elegan namun mewah. "Sekretaris Tuan Valendra?" tanya ku ketika aku melihat sosok pria yang berdiri membelakangiku, ketika dia mendengar suaraku dia langsung berbalik dan mulai berusaha bersikap sopan seperti layaknya seorang sekretaris.

"Owh iya, apakah anda yang bernama Nona Lentera Nurmala Wijaya?" tanyanya setelah dia melihat diriku. Aku mengangguk untuk membenarkan pertanyaannya, dia lelaki yang sopan. Menurutku lelaki itu terlihat tampan, alis yang tebal memanjang, rambut yang berwarna hitam legam, hidung yang mancung, dan bibir yang tipis. Jangan lupa, badan dia sangat proporsional, tetapi tetap lebih tampan Valendra ku, oh aku jadi rindu padanya.

"Perkenalkan nama saya Rendra Nona." ucapnya memperkenalkan diri, aku mengangguk tanda mengerti,s etelah itu aku mempersilahkan dia duduk. Kemudian dia menjelaskan maksud dan tujuan dia datang ke sini, lalu dia meminta izin kepada ku untuk tujuannya, dan aku mengizinkannya, lagipula aku dan Valendra memang sangat sibuk. Setelah pernikahan, baru kita akan berbulan madu selama satu bulan, jadi mau tidak mau, aku dan Valendra harus mengurus segalanya sebelum pernikahan itu di lakukan. Setelah mendapatkan izin, dia bersiap untuk segera pulang.

Ternyata hari sudah malam, aku memutuskan untuk segera pulang dan melakukan aktivitas rutinku sebelum tidur, bercanda tawa dan berbagi segalanya tentang apa yang terjadi hari ini dengan Valendra melalui video call, katanya ini sebagai awal untuk pernikahan kami supaya kami terbiasa untuk saling berbagi setelah pernikahan,sangat dewasa dan manis.

Aku sudah sampai di rumah, segera ku parkirkan mobil di tempat biasanya, dan bergegas masuk rumah. Ku sapa ibu tercinta yang ada di ruang keluarga, lalu aku menciumnya. Setelah itu, aku berjalan melewati anak tangga yang mengarah pada ruang yang sangat pribadi bagiku.

Aku sudah berada di dalam kamarku, dan sedang berbaring di atas kasur. Segera ku ambil ponsel yang berada diatas nakas,dan ku cari nama seseorang yang sangat ku nanti,Valendra.

Ternyata Valendra telah menelfonku lebih dulu, segera ku geser layar ponsel ku, tampaklah wajahnya yang tampan, alis yang tebal namun pendek, mata yang bulat, hidung yang mancung, dan bibir yang merah tebal begitu seksi. "Assalamualaikum Lentera." Dia mengucapkan salam kepadaku selalu, lelaki saleh.

Segera aku menjawab salamnya setelah itu kita berbincang-bincang tentang hari ini, tentang dia yang bertemu klien yang sangat menyebalkan, dan aku yang bosan dengan duduk diam di ruang kerjaku, sangat menyenangkan. Aku berusaha memberanikan diri bertanya padanya tentang Hari Valentine, yang juga hari kelahirannya. Dia lelaki yang tidak peduli dengan hari kelahirannya dan Hari Valentine. Dia selalu lupa dengan hal itu. Tetapi hari ini aku terkejut, dia mengingatnya. Bahkan dia mengatakan padaku, jika dia sangat menanti hari itu, karena hari itu adalah hari pernikahan kami. Aku juga sangat menantinya.

"Apa kamu ingin aku memberimu cokelat dan bunga di Hari Valentine?" tanyanya padaku dengan senyum mengejek tapi terkesan manis.

"Ah tidak perlu, kamu tahu kan aku sangat menyukai Hari Valentine?" jawabku dan tanyaku padanya.

"Hahaha aku sangat tahu. Kamu menyukai Hari Valentine karena diriku, benarkan?" Tebakannnya sangat benar dan aku mengangguk membenarkannya.

"Lentera, jika terjadi hal yang buruk di Hari Valentine di mana itu adalah hari bahagia kita jangan kamu berubah membencinya. Karena itu bukan kesalahan pada hari. Tetapi memang sebuah takdir, oke?" Katanya terlihat serius, aku selalu menuruti apa katanya dan pesannya terhadapku. Karena memang yang dia ucapkan itu baik.

"Dan untuk cokelat dan bunga di Hari Valentine, bahkan cintaku padamu tidak bisa diukur dengan itu Lentera. Aku sangat mencintaimu, sangat mencintaimu." itu adalah kalimat pengantar tidurku hari ini,aku juga sangat mencintai Valendra.

Aku tidak menyangka setelah percakapan kami berdua pada malam itu. Valendra setiap harinya mengirimkan 50 bunga dan 50 cokelat ke kantorku. Kata pengirimnya selamat enam hari menuju Valentine, dan seterusnya sampai hari jadi Valentine itu, tanggal 14 Febuari. Valendra selalu melakukan hal-hal yang sangat romantis dan mengejutkanku dan di setiap bunga serta cokelat yang dia berikan selalu terselip pesannya. Salah satunya tentang sejarah Valentine yaitu sebuah pengorbanan cinta bukan mendapatkan cinta. Aku selalu menjadi lebih dewasa karena Valendra. Walaupun dia selalu mengirimkan bunga dan cokelat kepada ku, dia tidak lupa tentang aktivitas rutin kami. Saling berbagi banyak hal tentang hari yang dilalui di malam hari.

*****

Sampailah kami di hari yang selalu kami nantikan, hari pernikahan Valendra dan Lentera. Valendra telah pulang dari Amerika di hari sebelum pernikahan di laksanakan. Sekarang Valendra sedang berada di perjalanan bersama keluarga besarnya menuju ke tempat pernikahan berlangsung. Aku sedang menunggunya tanpa sengaja mata ini menangis. Ya, menangis bahagia. Setelah apa yang kulalui bersama Valendra, suka dan duka kami lalui bersama, akhir kisah kami bahagia.

Tiba-tiba ponselku yang berada di atas nakas berdering, dengan susah payah aku mengambilnya karena gaun pernikahan ini yang menyusahkan ku. Aku tersenyum mendapati Valendra yang menelpon ku. Ku geser layar telpon ku dan aku mulai mendengarkan dirinya di seberang sana.

"Lentera, jika aku tidak datang, menikahlah dengan Rendra sekretaris sekaligus sahabat kepercayaanku. Ku mohon maafkan aku dan mengertilah diriku, aku mencintai Lentera sangat mencintaimu."

Tiba-tiba sambungan telpon kami terputus,hatiku berdegup kencang mendengar pesannya kepadaku. Aku selalu menerima pesan dan perintahnya untuk ku, tetapi tidak untuk yang ini. Maksud dia apa? aku hanya akan menjadi miliknya dan dia hanya akan menjadi milikku ,seperti yang dia ucapkan setiap hari. 

Apakah dia akan meninggalkan ku? apakah dia akan menikah dengan wanita lain? Atau dia sudah bosan dengan ku? Oh tidak-tidak, Valendra ku tidak seperti itu. Kepala ku terasa berat. Vertigoku kambuh. Mendengar kalimatnya terasa seperti disambar petir di hujan yang tenang. Perasaanku mendadak tidak karuan, apa yang terjadi dengan Valendra. Do'a ku selalu mengarah padamu sayang, jangan hancurkan hati ini, tetaplah kemari dan kita akan menikah.

Aku kembali mengotak-atik ponsel ku, berharap Valendra mengangkat panggilanku di sana. Tetapi nihil. Ponselnya tidak aktif. Aku putuskan mencari Rendra di bawah. Aku berlari. Aku tidak peduli dengan gaunku, yang terpenting sekarang adalah Valendra. Aku menemukan Rendra yang sibuk menata dekorasi, panggilan ku mungkin terdengar keras di telinganya, sehingga dia terlihat kaget. Aku bertanya padanya, keberadaan Valendra, dan dia menjawab dengan tenang, bahwa Valendra sedang berada di perjalanan. Dasar bodoh, aku pun mengetahui itu. Apakah dia tidak melihat kekhawatiran di wajahku?

Tiba-tiba ponselku berdering, aku memegang benda itu dengan bergetar, aku berharap ini adalah Valendra. Iya, panggilan itu Valendra. Segera ku hapus air mata ini dan ku geser layar ponselku.

"Halo, Valendra sayang, kamu di mana?" tanyaku dengan cepat dan terkesan menginterupsi.

"Sayangku Lentera?" kalimat yang keluar dari seberang sana .Tunggu dulu, dia mengucapkan kata sayang, tetapi kenapa suara itu? Seperti suara perempuan. Apakah itu selingkuhan Valendra? Aku menggelengkan kepala ku dan berusaha menghapus pikiran-pikiran negatif tentang Valendra.

"I-iya." jawabku gemetar menahan tangis.

"Maaf, Valendra tidak bisa menikahimu Lentera." Kalimat itu, kenapa kalimat itu terdengar nyaring di telinga ini. Suara itu menusuk ulu hati ini, tidak. Valendra akan tetap menikahiku bukan? Sambungan telponku mati, aku menangis. Aku mulai kembali menangis. Apakah tadi benar selingkuhan Valendra? Tapi,kenapa Valendra melakukan itu padaku, salahku apa?

Kalimat itu, kalimat itu selalu terngiang-ngiang di kepala ini. Terasa sakit. Kepalaku sangat sakit dan hati ini terasa remuk mendengarnya. Valendra kenapa kamu melakukan ini padaku? Kamu sangat jahat Valendra. Tiba-tiba badanku terasa lemas, semua mengabur dan gelap.

*****

Satu tahun kemudian...

Aku sedang duduk di meja rias dengan memakai gaun pernikahan. Lalu aku ambil sebuah kertas dan sebuah pena yang sudah berada di depanku sejak tadi, aku mulai menulis kembali. Untuknya Valendra ku tercinta.

Assalamualaikum Valendra Arianal Wibowo, aku sangat merindukanmu. Apa kau juga merasakan hal yang sama dengan ku. Bagaimana di sana? apa kau tenang, berada di sisi-Nya – di sisi Tuhan kita? Ah mungkin kau belum tenang dan itu karena diriku. Aku belum melaksanakan perintahmu waktu terakhir kita bicara, tetapi hari ini aku akan melaksanakannya meskipun berjarak sangat lama saat kamu menyampaikan itu. 

Maafkan aku, tapi seperti diriku yang berusaha mengerti tentang alasan kau meninggalkanku. Kau harus juga mengerti alasanku sulit melaksanakan perintah mu itu. Aku mencintaimu Valendra, hanya dirimu. Kau tahu setelah hari itu aku sangat terpuruk. Aku hancur dan frustasi, bahkan aku sempat membenci Hari Valentine, aku melupakan pesanmu pada ku waktu itu, maafkan aku.

Tetapi hari ini aku telah kembali menata hidupku lagi dan itu karena dirimu. Karena pesan dan motivasi dari dirimu. Aku tidak membenci Hari Valentine sayang, aku tetap menyukainya dan alasanku sama. Tetap karena mu. Kalimat mu yang mengatakan Hari Valentine bukan tentang mendapatkan cinta tetapi sebuah pengorbanan cinta, pengorbanan cintaku merelakanmu untuk kembali pada Sang Pencipta. Aku berdoa kau mendapat tempat yang baik di sisinya. Amin. Lentera mu tercinta.

+++++

Hayo bagaimana?

Jangan lupa vomment ya :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top