Gadis Perindu

Cerita ini dikarang oleh Tabirsenja7

*****

Hembusan angin masih saja menyesakanya, mewakili ruang hati yang kini tanpa udara, hampa. meski di ujung sana tampak pohon nyiur begitu menikmati setiap belaian menyela daunnya, gulungan ombak datang kembali merendam lembut kakinya yang hampir mati rasa. Lelaki berjaket hitam mencoba mensejajarkan langkahnya, membuang jauh pandangannya pada wajah yang justru memilih menghindarinya.

"Kau sudah tahu, aku tak suka melihat mu menangis," Ucap pria itu datar masih tetap pada posisinya, ada rasa sesak menyelinap begitu saja di batinya, melihat gadis pujaanya menangis karnanya.

"Kalau begitu biarkan aku menemanimu," Jawab gadis itu membuncah, tangis nya pecah tak bisa dibendungnya lagi, kedua tanganya menangkup wajahnya, membiarkan air mata mengalir sembunyi di baliknya.

Pria itu berbalik arah mendekap erat tambatan hatinya, nafasnya berat menyangga sesak yang hampir kehilangan penopangnya. Ada rasa pilu ia harus meninggalkan apa yang sudah menjadi bagian dari dirinya.

"Aku tidak bisa membawa mu Ay, meski aku ingin. Semua hidupmu ada di sini, orang tua, teman – teman mu mereka lebih membutuhkan mu dari pada aku dan kau juga harus menyelesaikan pendidikan mu,"

"Lalu bagaimana bisa kau pergi membawa kebahagiaan ku," Berontak gadis itu kasar mendorong pria itu hingga terjatuh.

Rasa kecewa begitu menggebu memenuhi hatinya, dirinya luruh menjatuhkan tubuhnya pada pasir putih, pundaknya tidak sekuat baja harus menghadapi kenyataan pilu yang menyayat – nyayat batinya perlahan. Sekejap gadis itu beralih melirik lekaki yang masih tertunduk memegang keningnya, tangan nya bergerak memijat pelipisnya, sambil sesekali mengerjabkan matanya, raut mukanya kini berubah menjadi pucat pasi.

"Arka..," teriak gadis itu setelah menyadari darah keluar dari hidung Arka.

"Maaf kan aku, aku tidak bermaksud melukai mu,"lirih gadis itu sesak, mendekap tubuh Arka yang setengah sadar.

Dari kejauhan tampak dua orang laki – laki berlarian mendekat ke arah mereka, gadis itu merasa tidak asing dengan tubuh kekar tersebut, hingga akhirnya semakin dekat ia pun mengenalnya.

"Kami harus segera membawa Mas Arka ke bandara untuk menjalani pengobatan penyakitnya di Singapura," Ucap sang bodyguard dengan sigap membopong tubuh Arka.

"A.. yna," Lirih Arka sekelebat menyentuh pipi mungil gadis itu, sebelum akhirnya ia hilang kesadaran.

Gadis itu tidak mampu bergeming apapun di tempatnya, rasa sesak menyergap membekukan seluruh sendinya, tangis nya tak henti menatap nanar kepergian Arka yang semakin lenyap bersama punggung mobil nya.

Hingga akhirnya ia pun tersadar dan segera bangkit mengambil sebuah note yang terjatuh dari saku jaket Arka saat dibopong bodyguard-nya tadi. Gadis itu mengamati buku catatan biru dan membukanya perlahan.

Dear Ayna

Aku tidak tahu apakah aku harus mensyukuri atau menolak takdir di setiap pertemuan dengan mu Ay.

Andai saja kau tahu, batin ku selalu merekah melihat mu dari kejauhan melangkah anggun mengahampiri ku, tersenyum manis menatapku teduh.

tapi di sisi lain aku tidak memiliki waktu sepanjang itu, bahkan terkadang aku tidak yakin apa esok aku masih bisa menikmatinya kembali.

"Ngapain masih di sini mbak?" Ucap seseorang mengagetkan Ayna, menyadarkanya akan memori lama yang tengah berputar di benaknya.

Ayna membuka mata, menyeka cairan yang masih mengapung di pelupuk matanya, sambil menarik nafas dalam, ia segera beranjak berbalik arah menuju asal suara.

Ia mengamati laki – laki kekar paruh baya di depanya, lengkap dengan seragam laksana personel brimob polri masih setia menunggu tanggapan darinya.

"Saya sedang menunggu jemputan pak," Jawab Ayna mengedarkan pandangan ke segala penjuru, Ayna cemas melirik jam tangannya, jam sebelas malam. Stasiun sudah sepi, dari sekian banyaknya penumpang yang lalu lalang tanpa disadari, kini tinggal dirinya sendiri duduk termangu - mangu tanpa arti.

"Pak! Apa yang dilakukan wanita itu malam – malam di sini?" Tukas Ayna heran menyadari ada wanita yang terduduk mematung tidak jauh dari tempatnya. Bersandar pada tiang menatap jalan rel kereta yang masih basah, tangannya melingkar memegang erat setangkai bunga yang tampak layu.

"Oh.. Itu Neng Klara mbak, dia sering ke sini kok," Jawab singkat sang penjaga stasiun.

"Dia masih waraskan?" bisik Ayna di telinga pak penjaga

"Dia dulu calon istri dari masinis ternama di sini," jawabnya melotot menelitik kata – katanya.

"Lalu apa yang dia lakukan di sini? Menunggu suaminya?" tanya Ayna heran berlalu memandang wanita berdress biru muda itu.

"Ya begitulah.. Namun tidak akan pernah datang lagi," Ucapnya pasrah berbalik arah berniat meninggalkan Ayna

"Maksudnya bagaimana pak?" Sanggah Ayna mengangkat kedua pundaknya, argumen yang di berikan lekaki paruh baya itu sangat sulit di cerna otaknya.

Pak penjaga yang mengetahui kebingungan Ayna, berbalik mengampiri dirinya, lelaki itu mengelus rambutnya dengan penuh kasih sayang, layaknya seorang Ayah pada putrinya, Ayna yang menyadari akan hal itu membalasnya dengan senyum simpul memperlihatkan lesung pipit di pipi mungilnya, lalu lelaki itu duduk sejajar di bangku tua tempat Ayna.

"Rangga Satya, itu nama lengkapnya," Ucap pak penjaga dengan santai mengawali pembicaraan.

"Ia masinis baru dengan tamatan pendidikan SMK jurusan jaringan dan mesin, kurang lebih umurnya kala itu 18 tahun. Setelah menjalani tes akademik dan kemiliteran dan lain – lain minimal kala itu selama 2 tahun ia di angkat menjadi Asisten Masinis, dan tidak begitu lama melihat kerjanya yang kompeten ia akhirnya diangkat menjadi Masinis seperti impianya. Ia memiliki perawakan yang gagah dengan tinggi semampai. Wajahnya bersih di sertai alis tebal dan brewok tipis menambah kharismanya. Banyak di antara para pegawai dan penumpang yang tertawan padanya ditambah lagi dengan sikap ramah dan senyum manis yang selalu mengulas bibirnya, membuat orang enggan berpaling ketika melihatnya."

"Kami sering melihat banyak di antara para wanita yang terpikat padanya, namun dari mereka semua tidak ada satu pun yang di gubrisnya, hingga akhirnya Rute perjalanan Jakarta – Surabaya mempertemukannya dengan gadis teduh pujaannya yaitu Mbak Klara, seakan pertemuan pertama itu menciptakan warna baru di hidup mereka, tidak hanya putih abu – abu, namun terdapat goresan jingga yang merekah di dalamnya. Sejak saat itu mereka lebih sering bercengkerama meskipun terkadang hanya sebatas pesan singkat lewat dunia maya, itu tidak membuat komitmen mereka yang mereka bangun menjadi goyah, tidak jarang gadis itu sering kesini membawakan makanan ringan saat mas rangga di tugaskan ke sini. Romantika mereka membuat orang sekitar iri melihatnya, banyak juga yang mendukung hubungan mereka agar segera sampai ke jenjang pernikahan. Dan itu tidak hanya sebuah impian, namun akan menjadi kenyataan, rencananya tepat tanggal 14 Februari tahun lalu pedang pora mereka akan di langsung kan."

"Mereka tidak sama layaknya sepasang kekasih pada umumnya yang lebih memilih mempersiapkan acara mereka matang – matang dari jauh hari, justru Mas Rangga semakin mengedepankan tanggung jawabnya mendekati hari H, ia tak ingin tugas yang telah di bebankan di pundaknya mendadak harus dicancel atau di pindahkan ke pihak lain. Sementara Mbak Klara yang mengetahui itu terus mencoba mendukung nya dari belakang, hingga Akhirnya kejadian naas tak terduga itu terjadi, menjelang tiga hari sebelum hari H, Mas Rangga masih aktif melaksanakan tugas akhirnya, mengingat setelah pernikahan ia akan lebih banyak mengambil cuti."

"Di ketahui dari Stasiun Tv, reporter menjabarkan kronologi jatuh nya kereta Argo gede, tepat saat kereta yang akan melintasi jembatan Cirangrang Jawa barat, di sekitar area pegunungan, roda kereta mendadak seret, terdengar bunyi nging begitu menyeringai telinga di iringi dengan gesekan kasar yang mengakibatkan guncangan hingga akhirnya roda kereta anjlok dari lintasanya dan terguling, sementara gerbong pertama dan kedua yang sudah sampai di pangkal jembatan ikut anjlok, naasnya penyambung antar gerbong dua dan tiga terputus hingga kereta gerbong satu dan dua jatuh dan terguling ke dalam jurang. Kala itu Rute perjalanan kereta Argo gede Jakarta – Bandung dengan kecepatan jarak tempuh 50 km/jam, sebelumnya kereta memang sempat mengalami kendala saat masih di stasiun, sistem rem tidak persisi sehingga membuat pemberangkatan tidak stabil, namun tidak begitu lama masalah dapat teratasi oleh mekanik stasiun. Peristiwa kecelakaan ini menyatakan ada enam gerbong yang terguling dan dua gerbong yang anjlok jatuh ke jurang, PT KAI saat itu juga segera mengirimkan tim bantuan dan beberapa alat berat untuk membantu proses evakuasi, dari semua penumpang yang terguling dari rel mengalami luka – luka yang cukup berat, segera di bawa ke rumah sakit terdekat agar segera mendapatkan perawatan intensif, sementara untuk korban gerbong yang jatuh ke jurang semua penumpang dinyatakan tewas, kecuali dua orang yang sampai sekarang belum di ketemukan mayatnya, yaitu masinis dan asistennya, yang tidak lain adalah Mas Rangga yang saat itu menjadi masinisnya, di duga mereka terhempas jatuh di dasar jurang karena pada saat itu posisi jatuhnya kereta miring ke bawah. Mendengar kabar itu, mendadak menimbulkan gejolak mendalam di hati Mbak Klara, harapan yang ia tuai selama ini pupus dalam hitungan detik, ia tidak bisa membuka kenyataan bahwa Mas Rangga telah tiada, batinya melemah hingga membuat depresi. Sejak saat itu Mbak Klara lebih banyak murung, terkadang menangis namun dalam sekejap juga tertawa, waktunya lebih banyak ia habiskan di sini, duduk melamun sambil berceloteh tidak karuan, dalam angannya mungkin ia sedang menikmati penantiannya, menunggu kedatangan Mas Rangga untuk menjemputnya kembali menjadi sepasang pengantin seperti yang ia impikan."

"Nak..,"Tegur pak penjaga menyadarkan Ayna.

Sontak Ayna terkejut, ia terlalu hanyut dalam cerita pak penjaga hingga tidak sadar keringat dingin mengucur di pelipisnya.

"Kak Ayna maaf gue..,"

"Pak kita pamit dulu terima kasih," Sela Ayna tergopoh – gopoh menarik paksa Adik lelakinya Bima agar mereka segera menjauh.

"Apaan sih Kak, "Protes Bima tidak di pedulikan oleh Ayna. Ia segera beranjak menaiki Fortuner putihnya, membuang jauh – jauh pikiran negatif yang sempat hinggap di benaknya, namun lagi – lagi wanita itu mengurungkan niatnya. Tampak di persimpangan jalan, seorang wanita tengah berjalan ngeloyot berniat menyeberang jalan, namun langkahnya terhenti sesaat menyadari ada orang yang mengamatinya.

Ayna gugup setengah mati setelah wanita itu melemparkan tatapan tajam padanya, ia segera masuk menutup pintu mobilnya, di kaca spion ternyata wanita itu masih menatapnya dari kejauhan, membuat Ayna harus berkali-kali menutup matanya.

Di perjalanan pulang Ayna tidak banyak membuka mulut, cerita pak penjaga itu terus memutar di pikirannya bersamaan dengan tatapan tajam tak terduga ia dapatkan dari wanita misterius itu, mengingat akhir - akhir ini banyak kejadian janggal di sekitarnya, mulai dari bunga layu mirip sekali dengan bunga yang di bawa wanita itu tiba-tiba berada di tasnya, kala itu Ayna ingin mengambil Kamera untuk memotret hasil penelitiannya, bersamaan dengan waktu kemarin ketika ia berangkat menaiki kereta jalur Jakarta – Surabaya, ia harus di kejutkan dengan topi beratribut Masinis berada di tempat duduknya. Dengan sigap ia beringsut menjauh dari kerumunan orang, membuang topi tak bertuan itu, anehnya di balik topi mistis itu meninggalkan sebercik darah di tempat duduknya. Ayna mengira mungkin darah itu sudah kering, ia pun mengeluarkan tissu dari dalam tasnya mencoba mengusapnya. Darah nya masih segar, batin Ayna yang menyadari cairan merah padam merembas ke tissunya.

_______________________

Dear Ayna

Ketahuilah Ay..

Aku sudah lama mengenal mu

Aku sudah lama bersamamu

Dan aku tidak meragukan kesetiaan mu lagi Ay

Aku sungguh percaya padamu

Tapi kau tahu, kali ini bukan hanya tentang jarak namun juga waktu

Entah kapan akan ada lagi titik temu.

Dengar kan suara pena ku Ay..

Mungkin di tengah penantian mu nanti, akan hadir sosok yang lebih sempurna dari ku..

Maka saat itu juga, pergilah..

Ajak dia bersama mu..

Dan percayalan di saat itu juga aku bahagia melihat mu.

"Eh.. Sejak kapan kamu di situ?" Sontak Ayna kaget melihat Vivi sudah di pertengahan pintu kamarnya.

Sahabat karib sekaligus sepupu Ayna itu tidak mengindahkan pertanyaannya, ia terus saja memandang kosong wajahnya yang sembam, Ayna yang menyadari itu beralih menyeka matanya, menatap nanar jendela kamarnya, Wanita yang kini terpaut satu tahun lebih tua dari Ayna itu menyelonong masuk ke kamarnya.

"Yakin nggak mau di lanjut lagi baca bukunya?" Ledek Vivi yang melihat buku kecil terbuka di kasur Ayna.

Memang sedari kecil tidak ada rahasia di antara sepasang sahabat karib itu, mereka saling terbuka, sampai dewasa pun tetap sama, tidak ada yang berbeda dari mereka, hingga tidak heran jika Vivi telah mengetahui perjalanan asmara teman nya itu yang kerap di landa masalah.

"Bagaimana aku sanggup Vi, ada air mata di setiap baitnya," Jawab Ayna lirih menyeka kembali air matanya.

"Tenang saja Ay, Arka di sana pasti juga baik – baik aja. Sekarang tinggal kamu nya, senyum dong,"Ucap Vivi menarik sudut bibir Ayna, mencoba memaksanya untuk tersenyum.

"Ih.. Ayo senyum Ay, nanti mubazir loh lesung pipit nya," ledek Vivi yang belum menyerah, namun kali ini Ayna tidak hanya menampakkan senyumnya, justru tertawa geli mendengar guyonan temannya itu. Seakan sudah menjadi tradisi bagi sahabat karib itu untuk tetap bersama saling menguatkan kala duka dan lara.

"Sekarang kamu harus ikut aku pergi, sepuluh menit lagi aku tunggu di bawah titik ya," Sorak Vivi sambil berlari seakan tidak memberikan kesempatan Ayna untuk menyanggahnya.

Di taman kota tampak muda mudi bersimpangan lalu lalang menikmati kegiatannya, banyak dari mereka yang duduk santai menikmati gemerlap cahaya bintang, di ujung sana terlihat muda mudi tengah bersama kekasihnya lengkap dengan bunga dan coklat di tangan mereka, oh iya ini malam Valentine batin Ayna yang baru menyadarinya.

"Na makan di sana yuk," Ajak Vivi menarik tangan Ayna.

"Buk, dua ya," Tukas Vivi memberi kode dengan tangannya.

Tidak butuh waktu lama akhirnya pesanan kami pun di sajikan, Mie Ayam kuah lengkap dengan ceker kesukaan Ayna.

"Eh.. Vi toilet nya mana?" Tanya Ayna yang menyadari ada noda di pakaiannya.

"Sana," Tunjuk Vivi yang masih asik menyantap makanan nya.

Ayna segera berlari kecil menuju sudut ruangan, memang tampak sedikit gelap, hanya ada penerangan lampu samar – samar di sini.

"Eh.. Kran nya mati," tanya Ayna heran bolak – balik memutar ujung pemutarnya.

Aaaa..

Sontak Ayna kaget bukan kepalang, melihat cairan merah tiba – tiba muncrat dari kran saat di putarnya. Ayna mengusap tipis cairan yang mengenai lengannya, mendadak bulu kuduknya berdiri teryata darah batin Ayna yang mulai menggigil. Ia beralih mengantupkan tangannya dengan gemetar, kakinya beringsut ingin mundur jauh dari tempat itu.

Carrr..

Ayna berbalik lari terbirit – birit setelah mengetahui cermin kamar mandi mendadak pecah di depanya.

"Na.. Kamu kenapa?" Kaget Vivi memegangi tangan Ayna yang tampak dingin, raut nya berubah menjadi pucat, nafas nya naik turun tidak beraturan, bibirnya masih saja mengantup amatir.

"Itu ada apa Vi?" tanya Ayna balik pada Vivi.

Di ujung sana tampak kerumunan orang ricuh memandangi wanita bergaun pengantin yang berjalan ngeloyor sedang asik bercelotheh sambil tertawa sendirian. Ayna yang mengetahui itu berlari meninggalkan Vivi menuju kerumunan banyak orang.

"Hey.. Tidak ada Valentine untuk kalian, malam ini adalah malam ku, aku akan menikah yeah.." Tukas wanita itu ngeloyor kegirangan, sekejab kemudian wanita itu dengan sigap merampas semua mawar milik muda pemudi di sepanjang jalan yang ia temui dengan penuh gelak tawa wanita itu berjalan menyeret langkahnya menuju stasiun. Ayna terus saja mengikuti perginya,

Wanita itu menelosor bersandar pada tiang dengan mawar yang di bawanya ia biarkan berhamburan di dekatnya. Ayna melangkah perlahan mencoba mendekatinya, miris hatinya melihat keadaan wanita yang sedang pupus itu, batinya sesaat terhentak, mengingat semua kejadian dan teror – teror aneh yang sering ia dapatkan akhir – akhir ini, apa semua ini ada hubungannya dengan wanita ini? Pertanyaan Ayna terus memutar di otaknya. Apa sebenarnya ini tujuan ia di kirim ke sini? Tidak lain sebagai perantara pesan seorang Masinis Rangga itu, yang mungkin di sana batinya tengah hancur melihat keadaan miris kekasih nya, seperti orang yang kehilangan semangat dan cahaya hidupnya batin Ayna yang terus berkecamuk

"Mbak Klara ini saya, masih ingatkan," Ucap Ayna lembut memegang tangan wanita itu.

Dengan kilat wanita itu menepis tangan Ayna, ia mundur menjauh darinya, namun Ayna tidak menyerah begitu saja, ia terus mencoba mendekatinya, Hingga tanpa sengaja wanita itu menggaruk punggung tangan Ayna. Sekejap ia meringis kesakitan, ada bercak darah ditangannya. Wanita itu mendekat melihat tangan Ayna yang terluka, wajahnya memelas sepertinya ia merasa bersalah karena tidak sengaja melukainya.

Mengetahui keadaan itu Ayna mencoba mendekatinya kembali, wanita itu masih bersikeras menolaknya, ia menjauh ingin lari dari Ayna.

"Apa kamu tidak kasihan dengan Rangga," sorak Ayna, mendadak menghentikan langkah wanita itu.

Ayna beranjak menghampirinya, wanita itu terduduk lesuh di tanah, seakan luka lamanya terkuak kembali. Tatapanya kosong, kembali memandangi jalan rel kereta.

"Kamu tidak boleh seperti ini, Mas Rangga di sana sangat sedih melihat kondisi mu yang seperti ini, hatinya pasti hancur mengetahui keadaan mu," Ucap Ayna lembut, Wanita itu beralih memandang nya, namun bukan tatapan tajam seperti yang ia dapatkan dulu, akan tetapi tatapan keteduhan itu ternyata telah kembali, cairan bening tiba – tiba muncul sudut mata Wanita itu, bibirnya gemetar kelu, tangis nya pecah, dirinya meringkuk mendekap erat bunga – bunga yang di bawanya.

"Mas Rangga pasti akan bahagia melihat mu bangkit kembali untuk bahagia," Ucap Ayna lembut meyakinkan wanita itu, tangan Ayna beralih mengusap cairan yang membekas di pipinya, mendekap tubuh dingin di depanya.

"Aku yakin Mas Rangga pasti sekarang tersenyum melihat mu," Ucap Ayna memberikan rengkuhan kekuatan untuknya.

Tidak lama angin kencang berembus menerka mereka, tercium aroma wangi mengiringinya.

Bagi sekelompok orang mungkin Valentine akan Indah berhiaskan mawar dan coklat, namun berbeda bagi gadis perindu seperti kami, Valentine tidak memiliki arti apapun di banding penantian manis kami yang berujung temu, atau justru sembilu.

Setidaknya penantian mengaku kalah dengan kesabaran kami para perindu.

*****

Hayo bagaimana?

Jangan lupa vomment ya~ 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top