Karya ini dikarang oleh meililiss_
*****
Seorang gadis remaja sedang terduduk di salah satu sudut taman kota pada sore itu.
Dengan dress bermotif bunga dandelion berwarna putih itu ia terduduk sembari menatap beberapa buku yang ada di sampingnya, ia tak berminat untuk membaca. Hanya saja ia rindu dengan tempat ini, tentang suasana taman ini, dan tentang kenangan-kenangan yang teringkas di dalam taman ini.
Gadis tersebut memandangi cahaya matahari pada sore hari dengan bola mata nya yang berwarna cokelat madu. Sangat gradasi antara bola mata gadis tersebut dengan terpaan cahaya matahari yang kini sedang ia pandangi.
"Fani?" panggil seseorang dari arah belakang gadis tersebut, tetapi gadis itu hanya diam tak berkutik walaupun ia tahu bahwa ada seseorang yang memanggil namanya. Dan gadis tersebut sangat mengenal siapa seseorang yang memanggil dirinya.
"Tiffani Fiantari Pradipta!" panggil seseorang itu kembali dengan menyebutkan nama lengkap dari gadis tersebut. Ternyata kau masih ingat dengan nama lengkapku? batin gadis tersebut sembari menutup beberapa buku yang sempat ia buka tadi. Karena tak kunjung di respons, akhirnya remaja laki-laki tersebut langsung saja berdiri di hadapan gadis itu.
"Ada perlu apa?" tanyanya cuek seperti berbicara dengan orang asing.
"Lo ngapain di sini? Kok sendirian, dia mana?" tanya laki-laki tersebut berbicara dengan tenang seperti tak memiliki kesalahan apa pun.
"Apa hak lo untuk tau tentang dia?" tanya si gadis ketus membuat ia menatapku dengan tatapan sendu.
Jika dahulu tatapan itu menjadi candu ku, kini ku tarik tentang pernyataan itu. Kini aku membenci tatapan itu. Batinnya
"Seenggaknya ini tepat tanggal 14 Februari, hari yang spesial kan? Lalu kenapa lo nggak habisin waktu hari ini dengan orang yang spesial?" tanya nya. Fani menghela nafas tak habis pikir dengan pemikiran laki-laki di hadapanku. Setelah ia pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal lantas kenapa ia kembali dengan berbuat sok baik kepadaku. Ingat saja, Fani sudah tak menunggu nya lagi sebab bahagia ku bukan terpusat pada dirinya lagi.
"Dan menurut gue,tangggal 14 Februari bukanlah hari yang penting bagi gue, dan jangan hadir dan merusak segala kehidupan gue." Ujar Fani ketus. Akan tetapi laki-laki tersebut masih saja tak kunjung pergi.
"Bukannya 14 Februari itu hari valentine?" tanya laki-laki itu.
"Gue nggak peduli tentang peristiwa pada tanggal 14 Februari, yang gue tau pada hari itu gue dikhianatin sama orang yang pernah gue prioritasin, dan lebih kejamnya dia meninggalkan karena alasan bosan." Ujar Fani ketus dengan menampilkan senyuman sinis dan membuat nya terdiam tak berkutik di depan si gadis.
"Sori telah merusak hari lo setahun yang lalu, dan akhirnya harus membuat lo benci tentang hari valentine." ujar laki-laki tersebut sembari menegakkan posisi tubuhnya.
"Gue nggak pernah percaya sama valentine, karena menurut gue disayangi oleh orang terdekat gue itu udah cukup. Dan orang itu pastinya bukan lo." Kemudian laki-laki tersebut mengangguk.
"Ciptakan bahagia lo sendiri, sorry pernah mematahkan hati lo dengan sangat pahit." ujar laki-laki tersebut kemudian ia berbalik badan dan meninggalkan Fani yang masih duduk sendiri di bangku taman itu.
"FITTO DHANAWARMAN!!" teriak Fani menyebutkan namanya, lantas laki-laki tersebut menoleh sembari tersenyum singkat .
"Kenapa?" tanya nya, ia masih berdiri di posisi awalnya tanpa melangkah sedikit pun untuk menjauh atau mendekat.
"Sesuai ucapan lo waktu itu, gue harus bisa hapus tentang lo kan? Lo yang maksa gue buat hapus kenangan tentang kita kan? Gue udah berhasil ngabulin permintaan lo untuk ngelupain lo." ujarnya dengan menampilkan senyuman manis, dan Fitto mengangguk.
"Baguslah, seenggaknya dengan cara lo ngelupain gue, lo nggak bakal inget tentang rasa kecewa yang pernah gue sebabin, semoga dia bisa menjaga lo dengan baik tanpa menjadi lelaki brengsek seperti gue." jawabnya sambil tersenyum, Fani tahu itu adalah cara menutupi rasa kecewa nya saja.
Fani pun mengangguk dan berkata "i'm not revenge but i remember." Setelah itu baru lah ia pergi melangkah, menjauhi bangku yang kini sedang Fani duduki. Fani menyentuh buku diary berwarna pinkrose dan membuka lembaran pertama. Lembaran tentang dirinya dan laki-laki yang bernama Fitto itu dimulai. Goresannya pun mulai menceritakan tentang kisahnya dan tentang dirinya yang membenci Hari Valentine.
*****
In Pinkrose diary
Setahun yang lalu, Koridor SMAN PADJAJRAN mulai lenggang hanya menyisakan beberapa anak yang sedang mengikuti ekstrakurikuler. Begitupula dengan diriku yang masih sibuk menata beberapa buku OSN Biologi yang masih berserakan di bangku ku. Tepat saat aku telah usai menata buku-buku OSN Biologi dan memasukkannya ke dalam tas ku, laki-laki bernama Fitto yang notabenenya adalah laki-laki spesial menghubungiku.
Aku segera menuju ke depan parkiran gedung sekolah karena Fitto ingin berbicara tentang hal penting. Begitu ucapnya pada sambungan telepon itu. Aku pun segera berlari menuju gerbang sekolah. Beberapa langkah sebelum aku mendekati Fittto. Dia terlihat sangat menunggu dan beberapa kali melirik jam tangan hitam nya yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
Aku suka di kala melihatnya sedang menunjukkan ekspresi kesal dan menunggu. Aku suka senyuman dan tatapannya. Aku suka segala hal yang bersangkutan tentang dia. Dia adalah kakak tingkatku dengan bulu mata panjang dan alis yang tebal itu membuat dirinya menjadi sorotan utama untuk para adik tingkatnya, terutama aku. Ah jangan lupakan bahwa di sini aku adalah seorang pacar dari Fitto Dhanawarman.
"Hai, lama ya nunggu nya?" tanya ku berbasa-basi dengan senyuman sumringah, dan dia hanya berdehem singkat. Ada yang berubah dengan sikap Fitto pada hari itu. Aku membaca gerak-geriknya bahwa ia akan menyampaikan sesuatu kepadaku.
"Kenapa?" tanyaku. Kemudian dia menoleh ke arahku dan tersenyum canggung. Aku masih tak bisa mengerti maksud dari dirinya.
"Apa yang mau kamu sampaikan?" tanya ku masih bersikap tenang , padahal di dalam hati ku sudah bergemuruh tentang hal-hal yang mungkin tak ingin ku dengar dari bibirnya.
"Kita bisa bicarakan nanti, jangan di sekolah." Jawabnya. Kemudian dia melangkahkan kaki untuk mendahului ku. Aku mencekal lengan kanan Fitto untuk menghentikan pergerakan nya.
"Sampaikan sekarang, jangan mengulur waktu. Aku nggak bisa." ujarku menatap bola mata hitam pekat Fitto.
Aku mendengar ia menghela nafas panjang, kemudian Fitto melepaskan tangan ku yang masih mencengkeram lengannya, "Kita pisah ya,semuanya berakhir sampai di sini." ujarnya santai tetapi ia tak menatapku, sedangkan aku menatapnya di kala itu. Aku terdiam sedangkan hatiku bergejolak saat bola mata nya bertepatan dengan mataku. Di sana aku tak melihat seberkas kebohongan dari seorang Fitto Dhanawarman yang ingin menyelesaikan kisah klasik abu-abu ini.
Untuk apa selama enam bulan kita sama-sama bertahan? Untuk apa komitmen yang kita jaga selama ini?
"Bisa kasih alasan kenapa kamu harus pergi dan menyelesaikan kisah kita?" tanyaku, kemudian ia membuka suara dan aku menunduk mendengarkan secara detail beberapa alasannya untuk melepaskanku. Dia beralasan bahwa ia ingin menyudahi semua ini karena dia harus fokus dengan study-nya dan kedua orang tua nya yang mengharuskannya untuk menjadi seorang pilot.
Bukankah dulu kita pernah saling berjanji untuk saling menemani menggapai cita-cita dari titik nol? Lupakan tentang janji itu. Di sini aku bisa menyimpulkan bahwa dirinya pergi bukan karena fokus dengan study-nya akan tetapi karena ia bosan menjalani hari-hari bersamaku.
"Aku mau kamu hapus segala kenangan tentang kita, lupain aku dan jauhin aku." ujarnya sebelum dia benar-benar pergi meninggalkanku di area parkiran gedung sekolah itu.
"Thanks for six monthly, you're the best because you can fix me." ujarnya pada saat itu.
Aku tersenyum menanggapi, "my job to fix you is enough to get here."
Kini hatiku bisa menerima tentang kepergiannya dari hidupku. Bukan karena tak sayang melainkan aku harus mengikhlaskannya. Sebab hati ku lelah jika harus selalu mengerti dan memaafkan dirinya saat ia melakukan kesalahan yang sama berulang kali.
Pada tanggal 14 Februari itu, Fitto Dhanawarman benar-benar pergi meninggalkan kekecewaan dan harapan-harapan yang ia patahkan dalam waktu singkat. Semua janjinya hanya omong kosong belaka. Tak ada air mata pada hari itu, sebab aku tahu bahwa dia hanya akan menjadikanku sandaran sementara dan setelah ia menemukan seseorang yang baru ia akan pergi bersama orang itu.
Aku cukup sadar posisi ku sebagai pemeran pengganti. Mulai saat itu, gagasan ku pada 14 Februari bukanlah hari kasih sayang melainkan hari di mana harapanku di patahkan dan perhatianku terbuang sia-sia selama enam bulan di kala itu.
Keesokan hari nya. Aku menjalani kehidupanku selayaknya Tiffani yang dahulu, tak ada wajah terluka. Semuanya ku tutup rapat di dalam hati. Hanya dua orang yang mengetahui tentang luka ku tanpa ku ceritakan, ia adalah Shafa dan Kiya. Perkenalkan mereka adalah sahabatku. Kita berbincang-bincang masalah sederhana. OSN Biologi yang akan aku jalani, atau membahas kegiatan drumband Shafa dengan para cowok-cowok tampan kesukaannya. Ya, setidaknya aku bisa melupakan patah hati itu.
Saat bel pulang sekolah berdentang di penjuru SMA PADJAJARAN , dalam hitungan detik siswa-siswi pun langsung saja bergerombol seperti semut-semut kecil untuk berjalan menuju ke parkiran sekolah ataupun ke depan gerbang sekolah.
Mood ku masih belum kembali sempurna pada saat itu. Masih harus melewati proses jatuh bangun akan hal melupakan sosok Fitto Dhanawarman. Maka dari itu aku memutuskan untuk menaiki lantai teratas di gedung sekolah itu. Bukan bermaksud untuk bunuh diri, aku masih waras dan tak mungkin melakukan hal konyol hanya karena sebab putus cinta.
Saat pandanganku mengarah ke lapangan utama di bawah gedung ini. Aku melihat dua sosok muda-mudi yang sedang berjalan beriringan kemudian tertawa selayaknya mereka ingin memamerkan kebahagiaan mereka. Aku ikut tersenyum melihat tingkah keduanya yang saling berkejaran karena laki-laki itu menjahili sang gadis tersebut, hingga akhirnya aku tersadar tentang seseorang itu. Senyuman ku memudar.
Aku baru menangkap sosok nya, dia adalah Fitto Dhanawarman. Orang yang meninggalkanku hanya karena alasan bosan dan mengatas namakan fokus akan hal study-nya. Secepat itu ia mendapatkan pengganti? Sepertinya hanya aku saja yang terluka sedangkan ia terlihat baik-baik saja.
Seharusnya aku tak perlu terkejut tentang dirinya yang telah mendapatkan penggantiku dalam waktu singkat. Karena notabene Fitto adalah kakak tingkat kelas duabelas, dan nama nya yang famous itu membuat dirinya lebih cepat mendapatkan pengganti ku. Ah sudahlah, tak perlu dibahas. Dia salah menyakiti seseorang, sebab setelah kepergiannya aku merasa jauh lebih baik dan bahagia.
Satu tetes air dari langit mulai menjatuhi kepala ku dan membuat gemercik di atas kertas diary pinkrose ku. Tepat aku berdiri dari bangku rooftop sekolah itu, aku mendengar seseorang dari arah belakangku. Seluruh tubuhku mendadak dingin, sebab keadaan seperti ini sangat memungkinkan seseorang akan berbuat jahat kepadaku karena di sini sepi dan mulai gelap sebab mendung. Dengan keberaniaku akhirnya aku menolehkan kepala menghadap sumber suara.
"ASTAGA!"
"ASTAGFIRULLOH!"
"Ngapain lo di sini? Pasti lo ngintipin gue tidur kan?" tanya laki-laki tersebut sambil memicingkan mata dan menunjuk-nunjuk ke arahku sedangkan aku hanya terdiam bingung.
"Santai aja kali, gausah masang muka lucu gitu,oiya nama lo Tiffani kan?" tanya laki-laki tersebut sembari melepas topi adidas hitam nya dan membiarkan rambut kepala nya di basahi oleh gerimis
"Loh,kok lo bisa tau nama gue?" tanya ku terkejut,pasalnya aku tak mengenal nama laki-laki ini,hanya saja aku sering melihatnya di koridor.
"Bukannya pas di karantina OSN kemaren, kita satu ruangan ya? lo ambil Biologi kan?? Gue ambil OSN Fisika, lagian siapa sih yang nggak kenal sama mantannya Bang Fitto?" ujarnya menjelaskan. Sedangkan aku hanya mengangguk-angguk.
"Nama lo siapa?" tanyaku singkat tanpa memperdulikan ucapan ia sebelumnya.
"Jahat banget sih, teman satu angkatan aja sampai nggak lo kenal. Nama gue Aidan." ujarnya, kemudian aku pun berdeham.
"Ehiya ini jam berapa?" tanya Aidan ke arahku.
"Jam setengah empat." jawabku singkat
"Astaga, anak-anak paskibra udah pada ngumpul belum?!" pekiknya seperti teringat sesuatu.
"Udah dari setengah jam yang lalu." jawabku.
Kemudian ia mengomel sambil menuruni tangga rooftop tersebut. Tak lama kemudian ia kembali dengan nafas terengah-engah.
"Eh, Fani. Ayo buruan turun, ngapain lo basah-basahan di rooftop sekolah" ujarnya sembari menarik lenganku untuk turun bersama. Aku pun hanya geleng-geleng kepala melihat tingkahnya. Aku duduk di salah satu bangku koridor tersebut sambil memperhatikan sidan yang sedang push-up di bawah gemercik hujan karena ia di hukum oleh pelatih paskibra nya.
Tiba-tiba saja ada seseorang yang duduk di sampingku. Dia tersenyum dan aku mengenal sosoknya,ia adalah sahabat laki-laki ku yang menjelma seperti sesosok abang bagiku. Dia adalah Hamda "Lo lagi deket sama anak paskibra?" tanya nya membuatku mengernyitkan dahi. Aku menggelengkan kepala. Kemudian dia menunjuk Aidan dan aku mengerti maksudnya.
"Aidan cuma teman gue bang." ujarku sembari menghela nafas.
"Semuanya berawal dari teman. Kalau lo nggak suka sama dia, ngapain lo nungguin dia di sini. Kuy pulang gue anter ke rumah!" ujar Hamda.
Aku pun mengangguk menanggapi. Saat aku melihat pandangan Aidan yang mengarah kepadaku, aku melambaikan tangan kepadanya dan ia tersenyum. Sesederhana itulah sikap Aidan hingga akhirnya aku mulai menjatuhkan hati kepadanya.
Hari terus bergulir bersamaan dengan diriku dan Aidan yang semakin dekat. Dia berbagi kisah tentang dunia futsal, paskibra,sekaligus pramuka. Dia mengajarkan ku untuk mengikhlaskan seseorang yang memilih pergi dari kehidupan kita apa pun itu alasannya. Aku suka di kala Aidan tersenyum karena ia akan menampilkan lesung pipi dan memberi kesan manis pada dirinya dan aku menyukainya.
"Fani,ngapain lo di tempat futsal?" tanya seorang gadis dengan sweater biru nya dan menampilkan barisan gigi nya yang ditutupi oleh behel.
"Gue lagi nungguin Aidan." jawabku antusias. Jangan lupakan pula tentang Amel, ia adalah sesosok orang yang paling mengenal diriku selama hampir sebelas tahun ini.
"Aidan? Oh, jadi lo sekarang deketnya sama anak futsal ya?" ujar Amel menggoda ku. Aku hanya tersenyum singkat, kemudian Amel terduduk di bangku sampingku.
"Tadi gue ngeliat kak Fitto sama pacar baru nya." ujar Amel. Aku mengernyitkan dahi bingung.
"Lo nggak kecewa ditinggalkan hanya karena alasan sepele?" tanya Amel.
"Kalaupun gue kecewa, apa dia bisa mengembalikan hati gue yang udah dia kecewain sama seperti sedia kala? Jawabannya enggak, Mel. Gue udah benar-benar baik saja setelah kepergian dia." ujarku kemudian gadis berkawat gigi itu mengangguk.
"Susah sih ya ngomong sama penulis, bawaan nya baper terus kaya baca quotes-quotes di instagram, hehe. Yaudah ya Fan gue balik dulu, Nugra udah selesai tuh futsalnya." ujar Amel kemudian ia berjalan mendekati Nugra, salah satu atlet futsal yang terkenal di sekolah.
Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya Aidan datang ke arahku dengan membawa tas futsal nya. Sontak aku pun langsung saja memberikan air mineral kepadanya, "Lo mau antar gue ke mana?" tanya ku polos saat hendak menaiki motor besar Aidan.
"Mau gue antar ke pelaminan" ujar Aidan sambil terkekeh. Refleks aku memukul lengan Aidan dan ia tertawa.
"Fan, lo suka pedes nggak?" tanya Aidan di tengah perjalanan itu.
"Enggak, kalau lo gimana?" tanyaku. Kemudian Aidan menggeleng.
"Gue suka nya lo." ujar Aidan dan aku hanya tertawa membalas candaan nya.
*****
Kini, aku bersama Kiya dan Shafa sedang berjalan menuju ruang guru untuk menemani Kiya yang akan menanyakan perihal OSN Matematika nya,di kala itu cahaya matahari sangat terik,tanpa sengaja aku melihat sosok Aidan yang berada di lapangan utama bersama gerombolan anak-anak ambalan pramuka.
"Jaga hati lo baik-baik ,jangan sampai lo di patahin lagi sebab lo gadis istimewa bagi gue dan Shafa." ujar Kiya sembari merangkulku. Aku tak perlu menyukai senior-senior lagi jika teman satu angkatan jauh lebih menarik. Aku masih setia memperhatikannya, dan dia menyeka keringat yang ada di pelipis menggunakan punggung tangan nya. "Semangat" gumamku, kemudian aku meninggalkan tempat itu dengan perasaan kagum pada sosok Aidan Rajendra.
Sepulang sekolah, Aidan memasuki Laboratorium IPA untuk uji praktik OSN Fisika. Sebelum itu dia mengatakan bahwa pada minggu ini dirinya bersama tim sepak bola akan di kirim ke Yogyakarta untuk melakukan Liga Sepak Bola Nasional. Aku bangga sekaligus khawatir tentang keadaannya di Yogyakarta sana tanpa pengawasan dariku.
Pada saat itu dia menyakin ku bahwa ia akan baik-baik saja bersama tim sepak bola dan dia berjanji akan membawa piala kebanggaan liga sepak bola itu. Jujur saja, aku tak memusingkan dengan piala yang akan dia bawa pulang kembali ke kota ini,aku hanya memikirkan keselamatan nya di sana.
"Aidan!" tegur ku .
"Ya Fan? Kenapa?" tanya Aidan. Kemudian dia melepaskan sarung tangan lateks yang membalut jemari nya.
"Semangat."ujarku kemudian ia tersenyum manis menampakkan lesung pipinya.
"Semangatnya untuk aku atau untuk seluruh anak-anak OSN Fisika nih?" tanya Aidan diselingi dengan senda gurau. Aku terdiam sesaat, ketika sadar bahwa ia tadi mengatakan kata sapaan 'aku' saat berbicara denganku.
"Khusus untuk lo." jawabku.
"Thanks, kamu juga semangat buat OSN Biologi nya, pas aku di Yogyakarta nanti jaga diri baik-baik ya. Tunggu aku sampai aku balik ke sini, dan lebih cocok kalau kamu manggil aku dengan sebutan kamu bukan lo." ujar Aidan. Kemudian dia di panggil oleh salah satu temannya untuk melaksanakan uji praktik Fisika.
Pada saat itu, aku mengantarkan Aidan ke bandara untuk menuju perjalanan nya ke Yogyakarta. Dia melampirkan tas bolanya yang berwarna merah di bahu kanan. Dia berpesan kepadaku untuk selalu menjaga diri baik-baik di kota mungil ini, dia mengacak singkat poni rambutku kemudian ia tersenyum.
"Doakan aku untuk sukses di Yogyakarta, aku bakal balik dan tetap tunggu aku apa pun keadannya." ujar Aidan seperti memohon.
"Aku usahakan Aidan Rajendra. " jawabku. Dan setelah itu dia bersama tim sepak bola kebanggaannya benar-benar menghilang dari pandanganku. Mereka sudah bersiap untuk terbang menuju Yogyakarta.
Saat kepergian Aidan ke Yogyakarta, aku sama sekali tak mendengar kabar tentang Aidan. Dia tak mengirimi pesan kepadaku walaupun aku hanya bisa memaklumi bahwa ia benar-benar harus serius di sana untuk pertandingansepak bolanya.
"Gue cuma takut, bang. Kalau Aidan nanti sukses bakal tinggalin gue." ujarku di tengah perbincangan ku dan Hamda.
"Kalau dia ninggalin lo karena dia udah sukses,inget aja bahwa lo masih punya gue yang bakal tetap lindungin lo sampai kapanpun."jawab Hamda membuat diriku kembali tersenyum.
Seminggu berlalu akhirnya tim sepak bola Aidan kembali datang ke kota mungil ini. Dia menepati janji nya untuk membawakan piala bergengsi itu untuk membanggakan kota mungil ini. Dengan rasa sabar, aku menunggu Aidan di salah satu bangku yang kosong pada sudut taman kota itu. Hari yang mendung kali ini sangat tidak bersahabat denganku karena tak lama kemudian hujan pun mengguyur tubuhku di sudut taman kota itu.
Di sisi lainnya, Hamda memasuki salah satu caffe di dekat bandara untuk menghibur dirinya. Tanpa sengaja ia melihat tim sepak bola Aidan yang baru saja pulang dari Yogyakarta dan betapa terkejutnya Hamda bahwa di sana ada Aidan.
"Aidan, ngapain lo di sini? bukannya lo ada janji sama Fani di taman?" ujar Hamda dengan tatapan dinginnya. Aidan pun menatap air hujan yang turun melalui kaca transparan caffe tersebut.
"Hujan, mungkin Tiffani nggak datang ke taman." jawab Aidan santai.
"Emangnya lo udah lihat keadaan di taman? Setau gue dia udah berangkat dari setengah jam yang lalu. Mungkin sekarang dia lagi kedinginan karena nungguin cowok PHP kaya lo." ujar Hamda ketus.
"SERIUS LO?" pekik Aidan kaget kemudian ia beranjak dari kursinya.
"Asal lo tau, Aidan. Gue adalah satu-satunya laki-laki yang tau tentang planning kehidupan Tiffani, jadi gue punya kesempatan besar untuk merebut Tiffani dari genggaman lo saat lo udah bikin dia kecewa." ujar Hamda membuat Aidan tersulut emosi.
"She's mine, walaupun lo satu-satu nya laki-laki yang tau tentang planning kehidupan dia, lo harus tau bahwa gue adalah satu-satu nya laki-laki yang bakal jadi calon imam dia." ujar Aidan tak kalah sinis.
"Lo suka sama Tiffani? Perjuangin bego, jangan mau jadi cowok yang mau nya di perjuangin tapi nggak pernah mau merjuangin." Ujar Hamda. Kemudian Aidan berlari menuju parkiran caffe tersebut untuk menemui seseorang yang ia sebut 'mine' di hadapan Hamda.
****
"TIFFANI!" ujar seseorang memanggil nama ku,aku berteduh di bawah pohon rindang untuk menjagaku dari guyuran air hujan walaupun hasilnya juga percuma karena diriku sudah basah kuyup. Aku menoleh dan mendapati Aidan sedang berlari dengan jaket tim bola berwarna biru muda dan di tangan kirinya ada payung hijau yang ia pegang.
"Penantian ku nggak sia-sia kan, Dan?" tanya ku kepada Aidan dengan suara gemetar sebab menggigil.
"Enggak, Fan. Penantian kamu nggak sia-sia, kamu pantas untuk ku perjuangkan. Sorry selama ini aku hanya fokus dengan kegiatanku" ujar Aidan sembari menghangatkan kedua telapak tangan ku.
"Aku takut kamu ninggalin aku karena kamu ngga mau sama aku..." ucapku terputus ditengah hujan kala itu.
"Aku mau nya kamu, gimana?" tanya Aidan tiba-tiba.
"Pertanyaanmu terlalu retoris untuk ku jawab,Aidan." Jawabku kemudian ia mengelus puncak kepala ku.
"Thanks you already fix me" ujar Aidan menuntun ku untuk memasuki mobilnya.
"I'm happy because i can fix you" gumam ku saat aku menatap rambut kepala nya yang basah terkena tetesan hujan. Lalu di dalam hatiku, aku bersyukur karena Tuhan telah memperkenalkan sosokmu kepada sang gadis rapuh sepertiku. Semoga aku bisa melihat dan menemanimu hingga kita menua bersama, ya Aidan.
*****
Gadis di sudut taman kota itu, menutup buku diary pinkrose nya kemudian ia menghela nafas panjang bersamaan dengan dress dandelion nya yang terkena terpa angin hingga memamerkan lutut putihnya. Gadis itu melambaikan tangan saat seseorang yang sejak tadi ia tunggu akhirnya menampakkan wajahnya.
"Kamu kemana aja? aku udah lama loh nungguin kamu" omel gadis itu yang kerap di sapa Tiffani sedangkan laki-laki di hadapannya hanya menggaruk tengkuknya.
"Sorry ya tadi ada kepentingan mendadak tentang pramuka, kamu ngapain bawa catatan harian mu?" tanya laki-laki tersebut kepada sang gadis itu sembari menunjuk diary pinkrose yang berada pada pangkuan gadis itu.
"Tadi, aku habis ceritakan kisah singkat kita saat kelas sepuluh pada tahun lalu kepada para pembaca." Jelas Fani. Kemudian Aidan hanya tersenyum.
"Berarti kamu juga menceritakan tentang Fittto?" tanya Aidan sedangkan Fani hanya berdehem.
"Jangan bawa-bawa Fitto di dalam kisah kita, karena ini tentang aku dan kamu. Bukan tentang kamu dan Fitto." ujar Aidan sambil menggandeng Tiffani untuk berjalan meninggalkan taman itu.
Fani menatap cahaya matahari pada sore itu. Pada hari ini tepat pada tanggal 14 Februari. Jika tahun lalu dirinya di tinggalkan oleh seseorang. Maka kini dibalik hari valentine ini Fani merasa masih bisa bersama orang yang memang pantas untuk berada di sampingku yaitu, Aidan Rajendra.
Dan persepsi Fani di tanggal 14 Februari tahun ini adalah bukan lagi disakiti ataupun di kecewakan. Tetapi belajar membuka hati kepada seseorang baru untuk menghapus berbagai luka lamanya. Semoga kisah kita masih bisa tertulis hingga ke tanggal 14 Februari selanjutnya dan seterusnya. Harapnya.
+++++++
Hayo bagaimana?
Jangan lupa vomment ya :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top