CACTUS

Cerita ini dikarang oleh Tasyayouth

*****

"Jangan melihat kaktus dengan duri luarnya, tapi lihatlah betapa lunaknya ia di dalam"

Adeeva meremas jari-jari tangannya. Ia merasa sangat gugup. Sesekali matanya melirik ke arah bangku yang berada tidak jauh dari kursinya. Di sana ada pria yang baru saja tiba dan langsung duduk di kursinya. Tapi mata sang pria menangkap sesuatu yang aneh di atas mejanya.

Tak lama dari itu, mata tajam sang pria menatap ke arahnya. Adeeva segera memalingkan wajah. Ia tidak berani membalas tatapan pria itu. Yang bisa dilakukannya kini hanyalah pasrah. Ia tidak yakin akan respons pria itu.

Tukk!!!

Suara benda dilemparkan di atas meja Adeeva, membuatnya refleks mendongak karena kaget. Matanya berkaca-kaca ketika melihat sebuah buket bunga dan sebungkus cokelat tergeletak menyedihkan di atas mejanya. Ia mendapati mata pria itu menatap tajam. Dia adalah Althaf. Althafandra Affan.

"Aku nggak rayain ini," ujar Althaf dingin lalu melangkahkan kakinya kembali ke tempat semula. Adeeva merasa hatinya tersentil. Ia tidak tahu kalau ternyata Althaf benar-benar menolak pemberiannya.

Mata Adeeva memanas. Ia ingin sekali menangis, tapi diurungkan ketika Salsa--temannya masuk ke dalam kelas. Ia buru-buru menyembunyikan kedua benda itu masuk ke dalam tasnya. Sekali lagi, ia menunduk.

"Kenapa belum pulang? Lo nangis?" tanya Salsa khawatir. Adeeva menggeleng kuat. Matanya hanya memerah. Ia mau menangis, bukan sedang menangis.

Suara deritan kursi membuat Adeeva dan Salsa memandang ke arah sumber suara. Ternyata Althaf. Pria itu berjalan keluar dari kelas.

Adeeva buru-buru bangkit dari kursi. Ia menyampirkan tasnya di bahu dan segera berlari menyusul Althaf. Salsa kaget dan terus memanggil namanya. Tapi, Adeeva tidak peduli. Ia meninggalkan Salsa yang mematung dengan wajah kebingungan.

Langkah kaki Althaf yang lebar membuat Adeeva sedikit kesulitan. Adeeva harus berlari kecil untuk menghampiri Althaf.

"Althaf!" panggilnya ketika jarak mereka sudah dekat. Althaf mendadak menghentikan langkahnya dan berbalik badan. Ia terlihat sedikit kaget begitu mengetahui siapa yang memanggilnya.

Adeeva berjalan pelan menghampiri Althaf. Ia tahu Althaf tidak suka jika terlalu berdekatan dengan yang namanya kaum hawa, jadi dia sedikit memberikan jarak.

"Kita perlu bicara," ujar Adeeva memberanikan diri menatap Althaf. Tapi pria itu malah memutus kontak mata mereka dan memilih diam. Seolah Adeeva adalah seonggok virus yang harus dijauhi. Adeeva merasa ciut, Althaf pasti membencinya.

"Aku nggak tau kenapa kamu benci sama aku. Tapi, apa kamu bisa menghargai pemberian orang lain?" tanya Adeeva. Althaf terlihat sedikit kaget, tapi kemudian merubah wajahnya kembali datar.

"Aku nggak ngerayain hari Valentine," sahut Althaf akhirnya angkat bicara.

"Kalau memang kamu nggak ngerayain Valentine, kenapa cuma punyaku yang kamu kembaliin?" tanya Adeeva tak terima. Tentu saja Adeeva merasa marah. Sedangkan ia tahu bahwa loker Althaf sejak pagi tadi dipenuhi dengan cokelat dan buket bunga.

"Emangnya harus dijawab?" tanya Althaf membuat Adeeva semakin kesal.

"Itu terserah kamu. Tapi, apa kamu tau kalau kamu secara tidak langsung menolakku? Aku merasa hina. Kamu beda-bedain aku sama orang lain," isak Adeeva. Entah sejak kapan airmatanya jatuh, membuat Althaf terlihat merasa bersalah.

"Jangan nangis. Nanti dikira orang lain aku apa-apain kamu," ujar Althaf merasa tak enak.

"Maaf, tapi aku beneran suka sama kamu," sahut Adeeva.

"Maaf, tapi aku punya kriteria sendiri. Aku nggak suka pacaran. Itu dilarang agama. Aku juga nggak rayain Valentine. Itu juga ga baik. Kamu pasti tau itu," jelas Althaf seolah ingin cepat-cepat menghindarinya.

Seketika airmata Adeeva berhenti dengan sendirinya. Ucapan Althaf membuatnya kalah telak. Sekarang dia tahu di mana letak kesalahannya dan alasan Althaf menolaknya.

"Bukan karena cantiknya, hartanya, atau kedudukannya. Tapi, aku suka wanita karena agamanya. Maaf ya, aku harus pulang duluan. Takut akan terjadi fitnah. Jangan nangis, ya. Assalamu'alaikum," ucapan Althaf lagi-lagi menohok. Nada lembut Althaf kali ini mengusiknya. Althaf tak pernah selembut ini sebelumnya.

"Wa-Wa'alaikumsalam," balas Adeeva mengiringi langkah Althaf yang menjauhinya.

Adeeva mematung sempurna. Hingga tiba-tiba tepukan di bahu membuatnya sadar. Ternyata Salsa.

"Dev, ada apa?" tanya Salsa khawatir.

"Althaf..." ucapan Adeeva terhenti. Membuat Salsa semakin tak sabar mendengar kelanjutannya.

"Suka sama Riri," lanjut Adeeva dengan lirih.

***

"Aw..!" jerit Adeeva membuat orang rumah geger dan buru-buru masuk ke dalam kamarnya dengan wajah khawatir.

"Adek, kenapa?" tanya Mama mewakili. Bukannya menjawab, Adeeva malah menyengir. Lain dengan anggota keluarganya yang terlihat kaget.

"Lho, Dev?" ucap Aldi, sang abang tak percaya. Ia menatap adiknya dengan wajah yang terheran-heran.

"Sejak kapan berhijab?" tanya Mama dengan kerutan di dahinya.

"Sejak sejam yang lalu," sahut Adeeva santai seolah melupakan fakta bahwa dirinya baru saja tertusuk jarum pentul.

Aldi dan Mama saling berpandangan. Keduanya heran begitu melihat Adeeva yang mendadak berubah. Perubahannya baik, hanya saja terlalu mendadak.

Hingga Adeeva selesai merapikan hijab, kedua orang itu belum beranjak dari tempatnya. Mereka terlalu terpesona oleh aura Adeeva. Bibir Mama menyunggingkan senyum. Ia tak menyangka Adeeva mau berhijab.

"Wah, karena Adeeva udah dapat hidayah, kayaknya kita juga dapat hidayah karena liat dia ya, Ma?" tanya Aldi yang dibalas anggukan dari sang Mama.

"Dev, pertahankan, ya?" nasihat Mama seraya mengelus puncak kepala anak gadisnya itu. Adeeva tersenyum dan mengangguk pelan.

***

Ternyata tak hanya keluarganya saja yang kaget, tapi seisi kampus juga kaget dengan perubahan mendadak seorang Adeeva. Gadis yang awalnya biasa saja, mendadak terkenal dan menjadi pusat perhatian karena jilbab yang dikenakannya.

Bukan tanpa alasan, selama ini Adeeva yang terlihat adalah Adeeva yang sering mengenakan pakaian minim. Terlebih di kampusnya tidak ada yang mengenakan jilbab lebar sepertinya. Mereka yang berjilbab, masih memperlihatkan bentuk tubuhnya. Tapi, Adeeva langsung memecah rekor dengan gamis dan jilbab lebar.

Adeeva merasa senang mendapat respons baik dari teman-temannya. Bahkan Salsa, sahabat karibnya langsung berniat mengikuti jejaknya. Sebaik apapun respons temannya, tetap tidak membuat seorang Adeeva senang. Karena tujuan utamanya adalah Althaf. Namun, dia tidak mendapat respons apapun dari Althaf. Pria itu bahkan masih tetap cuek. Mengecewakan.

Ternyata tak hanya itu, Adeeva tidak sengaja mendapati Althaf di perpustakaan bersama Riri. Mereka sedang mengerjakan tugas bersama. Walau dia tahu, mereka tak hanya berdua di sana. Tapi, tetap saja Adeeva merasa tidak terima. Dia cemburu dan merasa kalah saing dengan Riri.

"Dimana kekuranganku? Aku bahkan memakai gamis dan jilbab yang lebih besar dari Riri. Tapi, kenapa Althaf memilih Riri? Ini tidak adil," batin Adeeva di dalam hati. Gadis itu merasa kesal.

Adeeva pulang ke rumahnya dengan perasaan kacau. Ini baru sehari, haruskah dia menyerah secepat itu? Tidak, Adeeva ingin membuktikan pada Althaf bahwa dia bisa menjadi wanita kriteria Althaf. Dia bisa menjadi wanita yang melebihi Riri. Dia sudah bertekad kuat, Althaf akan jatuh cinta karena perubahannya.

Adeeva sudah bertekad. Selama ini, jika dia menginginkan sesuatu, maka dia akan berusaha sekeras mungkin hingga mendapatkannya. Seperti saat dia masih kecil, dia sangat ingin membeli sepeda. Tapi, mamanya tidak memiliki uang yang cukup apalagi dengan keadaan sang ayah yang sudah sakit-sakitan. Dengan tekad yang kuat, dia bekerja paruh waktu membuat es lilin dan menjualnya sendiri. Dengan tabungan dan uang hasil jerih payahnya itu, akhirnya dia mendapat sepeda yang di inginkan. Walau hanya sepeda bekas.

Sekarang Adeeva pun sangat berkeinginan memiliki Althaf. Dia jatuh cinta pada Althaf. Bukan karena kekayaan Althaf, atau kegantengannya. Tapi karena Althaf terlihat berbeda dari kebanyakan orang.

Dia punya aura yang menarik. Dari sisi religiusnya, mungkin? Entahlah, dia hanya suka saat melihat rambut Althaf basah selepas berwudhu. Dia juga suka ketika suara indah Althaf menggema di masjid kampus. Dan ada sebuah alasan yang dia sendiri tidak tahu apa itu.

Perubahan Adeeva yang mendadak itu tidak hanya dari segi pakaian, tapi Adeeva bahkan sering ke masjid. Padahal sebelumnya, dia ogah-ogahan. Hanya saja, niatnya itu salah. Dia melakukannya jika hanya saat Althaf ada.

Lain dengan Salsa. Dia juga mulai bermetamorfosis, walau masih sebatas memakai jilbab biasa dan masih memakai celana jeans. Setidaknya niatnya memang benar-benar ingin berubah menjadi lebih baik. Karena Allah.

Sudah sebulan sejak Adeeva berubah, tidak ada tanda-tanda Althaf mendekatinya. Althaf bahkan terlihat tidak peduli. Adeeva merasa kesal. Malah yang dia dapati adalah Althaf terlihat semakin dekat dengan Riri. Althaf bahkan bisa tertawa bersama Riri. Entah sejak kapan, Riri dan teman wanitanya dekat dengan kelompok Althaf. Mungkin sejak Riri masuk ke dalam divisi kerohanian? Ya, mungkin itu alasannya.

Adeeva menyeret Salsa bersamanya untuk bergabung ke dalam divisi kerohanian. Lain dengan anggota kerohanian lain, Althaf terlihat tidak menyambutnya. Membuat Adeeva merasa rendah hati. Apa Althaf membencinya? Tapi, kenapa?

"Wah, Adeeva sama Salsa mau jadi anggota kerohanian, ya? Beruntung sekali kami mendapat anggota baru." Itu sambutan yang dia dapatkan dari Alif- Ketua Divisi Kerohanian.

Adeeva hanya tersenyum kecut.

"Ri, ntar bawain laptop, ya" ujar Althaf akhirnya angkat bicara. Hanya saja ucapannya di tujukan pada Riri. Gadis yang tadinya sedang membereskan baju-baju bekas untuk disumbangkan itu mendongakkan wajahnya.

"Oke, Riri juga udah selesai. Riri pamit pulang dulu, ya. Assalamua'alaikum," pamit Riri dengan senyuman manis di wajahnya.

"Wa'alaikumsalam," jawab anggota kerohanian lain, kecuali Adeeva. Gadis itu sedang bergelut dengan pemikirannya. Hingga Salsa menyenggol lengannya, Adeeva tersadar.

"Wa-wa'alaikumsalam," ucap Adeeva kecil.

Adeeva langsung memandang Althaf. Tapi, pria itu pergi berlalu saja. Adeeva masih berpikir tentang hubungan Althaf dan Riri yang sepertinya sangat akrab. Hingga laptop Althaf pun bisa dibawa oleh Riri?

Dengan segenap rasa penasarannya, Adeeva menghampiri Alif yang sedang mengemas kardus lainnya. Beberapa anggota memang sedang terlihat sibuk. Karena dalam dua hari ke depan, divisi kerohanian fakultasnya akan melakukan kunjungan ke panti asuhan.

"Alif," panggil Adeeva membuat Alif yang berjongkok itu mendongak ke arahnya.

"Iya?"

"Maaf sebelumnya, tentang Althaf dan Riri..." Adeeva menggantungkan ucapannya, dia terlihat ragu. Sedangkan Alif malah menaikkan ujung alisnya.

"Mereka punya hubungan apa?" tanya Adeeva akhirnya.

Alif tersenyum. "Orang-orang pasti mikirnya yang tidak-tidak, ya? Seharusnya Althaf umumin," Alif malah bermonolog sendiri.

"Umumin apa?" tanya Adeeva cepat.

"Umumin tentang hubungan mereka. Setelah wisuda, mereka akan nikah"

Duarr!!

Ucapan Alif membuat kepala Adeeva mendadak pusing. Dadanya terasa sesak. Jadi, karena alasan ini? Apakah percuma selama ini Adeeva berubah?

"Adeeva nggak pa-pa?" tanya Alif terlihat khawatir.

"Eh, nggak kok. Adeeva izin pulang, ya. Tolong bilangin sama Salsa, Adeeva pulang duluan," ujar Adeeva.

"Iya, ntar di bilangin, kok. Tapi, beneran nggak pa-pa?" tanya Alif lagi. Adeeva hanya tersenyum lalu keluar dari ruangan tanpa ucapan salam. Hal itu membuat Alif terlihat bingung.

Adeeva tersenyum miris. Tak sengaja, matanya menatap sosok Althaf di parkiran. Dia baru turun dari motornya seraya menenteng kantong plastik yang diduga camilan dan minuman itu. Althaf menghentikan langkahnya ketika melihat Adeeva menghampirinya. Dia terlihat kaget apalagi dengan wajah Adeeva yang menunjukkan dirinya tidak dalam kondisi yang baik.

"Kenapa?" tanya Adeeva. Althaf mengernyitkan keningnya.

"Kenapa harus nikah sama Riri? Apa belum cukup aku berubah? Aku bahkan rela menahan gerah dalam baju besar ini, rela masuk divisi kerohanian, rela ikut kajian, bahkan rela buat ibadah. Tapi, kayaknya kamu nggak peduli. Di matamu cuma ada Riri, Riri, dan Riri. Kalian bahkan nggak pikir perasaanku," isak Adeeva tak tahan lagi. Althaf kaget mendengar pernyataan Adeeva.

"Apa aku lepasin aja jilbab ini?!" teriak Adeeva hendak melepas jilbabnya.

"Astagfirullah! Adeeva!" bentakan Althaf membuat pergerakan Adeeva terhenti.

"Adeeva!" suara Salsa juga membuat Adeeva tertegun. Sahabatnya muncul dengan wajah yang juga sama dengan Althaf, marah. Padahal, niat Salsa tadi ingin mengantar Adeeva pulang. Setelah diberitahu oleh Alif, dia merasa khawatir dan langsung menyusul Adeeva. Tapi, yang dia temukan adalah pengakuan Adeeva yang membuatnya sangat marah.

Salsa mendekati Adeeva. Gadis itu menunduk malu dan takut.

"Jangan jadikan aku alasan buat kamu berubah, jika kamu tidak ikhlas. Kamu tidak serius dengan niat kamu. Dari awal aku memang ragu sama perubahan kamu yang mendadak. Lakukan secara perlahan asalkan kamu ikhlas. Niatkan karena Allah, Dev. Sama seperti ketika kamu jatuh cinta, niatkan karena Allah. Aku kecewa," ucapan Althaf membuat Adeeva merasa bersalah. Hatinya tersentil begitu keras.

"Padahal aku mendapat hidayah setelah lihat kamu berubah. Tapi, sepertinya kamu tidak seserius itu," nada kecewa dari Salsa juga membuat Adeeva semakin sesegukan. Salsa lalu pergi meninggalkannya, begitu juga dengan Althaf. Siang ini, di bawah terik matahari yang sangat panas, Adeeva merasa neraka sedang menunggunya.

***

Seorang gadis turun dari bus dengan mengenakan gamis berwarna hijau dipadukan dengan jilbab yang senada. Oh, jangan lupakan kain penutup di wajahnya hingga hanya menampilkan mata indah. Mereka menyebutnya cadar.

Gadis itu adalah Adeeva Ayesha Zuhra. Gadis yang pernah menyalahgunakan niat dalam menutup auratnya. Gadis yang pernah ditinggalkan oleh orang-orang yang disayanginya. Gadis yang hingga kini masih menjadi hamba yang penuh dengan dosa.

Tapi, kali ini Adeeva berubah. Benar-benar berubah dalam artian ikhlas. Semenjak kejadian setahun yang lalu, Adeeva merasa malu pada Salsa, Althaf dan juga dirinya sendiri. Itu tidak sebanding dengan rasa malunya kepada Allah.

Setelah kejadian itu, Adeeva menghindar dan memilih menyelesaikan skripsinya hingga wisuda. Lalu, setelahnya ia pindah ke Bandung. Dengan uang tabungannya yang sudah cukup, di tambah uang dari Aldi, dia dan keluarganya membeli rumah baru dan pindah.

Adeeva memulai kembali hijrahnya dengan benar, dan tanpa dia sadari dirinya mulai men-taqwa-kan diri kepada Allah. Dia tidak pernah lagi mendengar kabar dari Althaf. Mungkin cinta sepihaknya itu harus berakhir. Althaf mungkin sudah menikah dengan Riri. Ya, Riri yang lebih baik dengan keikhlasannya.

Dengan langkah pelan, Adeeva memasuki pekarangan rumahnya. Rumah tenteram yang entah sampai kapan akan ditinggalinya.

"Assalamua'alaikum," ucap Adeeva saat memasuki rumah. Sudah biasa baginya mengucap salam walaupun tidak ada orang di rumahnya. Karena akan ada malaikat yang menjawab salamnya. Mama dan Aldi sudah pasti tidak ada di rumah, karena Mama sering berada di toko dan Aldi sedang bekerja.

"Wa'alaikumsalam,"

Mendapat jawaban salam, membuat Adeeva sedikit kaget begitu melihat rumahnya di penuhi orang. Di sana dia menemukan Mama dan Aldi, juga beberapa orang seumuran Mama. Apakah ada arisan?

"Adeeva, sini" suruh sang Mama, membuat Adeeva berjalan pelan menduduki sofa yang kosong di sebelah Mama.

"Nak, kenalin Om Ali bersama istrinya Tante Atika."

Adeeva beranjak menyalami Tante Atika dan untuk Om Ali, dia menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Adeeva kembali menduduki sofanya.

"Mereka calon mertua kamu,"

Adeeva terlihat kaget. Secara tidak langsung, dia mendapat predikat calon menantu dari kedua orang paruh baya di depannya. Adeeva yakin, inilah maksud dari ucapan Mamanya beberapa hari yang lalu.

"Menunda jodoh itu tidak baik"

Entah apa maksud Mama hari itu, padahal Adeeva merasa dia belum ta'aruf dengan siapa pun. Sekarang dia mengerti, Mama sedang menjodohkannya dan ingin dirinya segera menikah. Entah kenapa Mama begitu ingin melihat putrinya menikah. Padahal abangnya, Aldi bahkan belum bertemu jodoh.

"Ta..."

"Orangnya baik dan sholeh, kok. Bentar lagi datang," potong Mama seolah tak ingin mendengar penolakan. Adeeva tidak berniat menolak, hanya saja hatinya masih pada Althaf. Walaupun dia sadar, dia tidak mungkin bisa bersama Althaf. Setidaknya, ia dibiarkan mengosongkan hatinya untuk sementara waktu.

"Assalamu'alaikum,"

Muncul seorang pria dari balik pintu.

"Wa'alaikumsalam," sahut mereka berbarengan.

"Kenalin anak tante, namanya Angga." Ucap tante Atika.

Sekilas Adeeva memandang pria itu lalu menunduk. Kesan yang dia dapat, Angga adalah orang yang terlihat baik dan sholeh, seperti ucapan Mama. Dia juga memiliki wajah yang tercipta sempurna. Tapi, entah kenapa dia merasa wajah itu tidak asing.

"Jadi, gimana? Kapan mau dinikahkan?" tanya Mama terkesan buru-buru.

"Secepatnya, dia bilang nggak mau dosa karena terus ngebayangin Adeeva. Dia nggak mau kehilangan Adeeva, lagi"

Adeeva merasa kaget. Dia merasa belum pernah bertemu Angga. Tidak ingin kehilangannya? Yang benar saja. Bagaimana bisa Angga terlihat santai seperti itu setelah ketahuan membayangkannya? Sungguh, sangat ambigu.

"Ma," panggil Adeeva. Bagaimana pun dia merasa sangat aneh dan janggal.

"Iya?"

"Adeeva belum pernah ketemu sama Angga. Dia kenal dari mana?" tanya Adeeva pelan membuat Mama, Aldi dan calon mertua-nya tertawa. Sedangkan Angga terlihat bingung.

"Assalamu'alaikum," ucapan salam kembali terdengar, membuat seluruh orang di ruang tamu memandang ke arah pintu.

"Wa'alaikumsalam," sahut mereka berbarengan lagi, tapi tidak dengan Adeeva. Dia menjawabnya lama setelah itu.

"Nah, yang mau nikah itu Althaf, bukan Angga. Yakali kamu tante nikahin sama anak SMA," ucap Tante Atika sambil terkekeh.

Althaf? Althaf? Benarkah itu Althaf? Althafandra Affan?

Adeeva merasa matanya salah. Tapi, sekuat apapun dia menyangkal hal itu, pria yang kini sudah duduk di depannya itu adalah orang yang selama ini memonopoli hatinya.

"Assalamua'alaikum, Humaira."

"Katakanlah (Muhammad) ,'Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang" (Ali Imran : 31).

Ternyata, Althaf tidak jadi menikah dengan Riri. Mereka hanya dijodohkan. Althaf yang sebenarnya, ternyata mencintai Adeeva karena Allah. Sejak Adeeva menulis sajak cinta di mading kampus. Sesederhana itu. Althaf senang Adeeva berubah, tapi kecewa saat tahu Adeeva tidak sungguh-sungguh berhijrah karena Allah. Ia mengawasi Adeeva dari jauh, sejak kejadian itu. Menikahi Adeeva adalah tujuan selanjutnya.

Di balik cokelat dan buket bunga tahun lalu, Adeeva belajar bahwa bagaimana cara mencintai seseorang dengan tulus. Cintai Penciptanya, dan dapatkan hamba-Nya. Seperti kisah Nabi Yusuf dan Zulaikha. Tapi, ini kisah Adeeva dan Althaf. Sederhana. Tapi penuh makna.

"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (Kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir" (Ar-Rum : 21).

****

Hayo bagaimana?

Jangan lupa vomment ya :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top